Di PC saya ada 3 boot OS, Windows 10, Ubuntu Linux, dan Windows 10 Insider. Semuanya saya gunakan sesuai dengan keperluan masing-masing. Hal ini karena saya selalu menganggap teknologi sebagai tools yang membantu saya dalam menyelesaikan pekerjaan, dan setiap tools pasti punya “keahliannya” masing-masing.
Untuk itu di satu waktu saya menggunakan Windows 10, di waktu yang lain menggunakan Ubuntu, serta di waktu lainnya menggunakan Windows 10 Insider — tergantung dari apa yang akan saya lakukan dan kerjakan saat itu.
Disini saya akan share 7 hal yang membuat saya memilih booting ke Linux daripada Windows untuk beberapa aktivitas tertentu.
7. Manajemen Server
Server WinPoin berjalan di CentOS yang merupakan salah satu distro Linux populer untuk server. Untuk itu ketika sedang memanajemen server, baik itu tuning, setting, backup, dan aktivitas maintain server lainnya, saya selalu menggunakan Ubuntu, salah satu distro Linux untuk desktop yang powerful.
Dengan melakukan manajemen server dari Linux ke Linux, maka saya bisa lebih mudah menjalankan beberapa command, misalnya saja sinkronisasi backup melalui Rsync.
6. Troubleshoot
Terkadang aktivitas suka otak-atik PC membuat hal-hal yang tidak saya inginkan tiba-tiba terjadi. Contohnya beberapa waktu lalu ketika tengah iseng-iseng menginstall OS X di PC dan akhirnya membuat seluruh boot Windows hilang.
Untungnya Linux cukup kebal terhadap error semacam ini dan cukup powerful untuk digunakan sebagai tool troubleshooting.
Seringkali ketika gagal booting dan perlu menyelamatkan beberapa file, saya juga menggunakan Linux Live CD untuk menyelamatkan beberapa data sebelum install ulang. Joss banget lah untuk troubleshooting.
5. Belajar Coding
Sejak setahun terakhir ini saya cukup tertarik dengan dunia coding & development. Untuk itu saya mulai mempelajari yang namanya PHP dan juga Python. Karena keduanya merupakan Open Source language, maka saya lebih senang mempelajarinya melalui Linux.
4. Oprek WinPoin
Entah itu menambah fitur atau memperbaiki suatu hal, tetapi ketika tengah oprek-oprek WinPoin, saya selalu melakukannya melalui Linux.
Kenapa?
Karena yang saya oprek adalah versi offline nya. Jadi saya tinggal “clone” saja live WinPoin dari server utama ke local server, lalu mengoprek versi offline nya. Setelah jadi, tinggal saya clone lagi dari local server ke server live WinPoin.
Dengan menggunakan fasilitas Rsync dari Linux ke Linux, proses clone ini menjadi jauh lebih mudah dan hemat kuota. Selain itu juga meminimalkan resiko yang muncul akibat modifikasi website di platform yang berbeda (seperti berubahnya file permission, file owner, dan sebagainya)
3. Partisi dan Recovery Data
Windows memiliki tool partisi bawaan yaitu disk management, serta memiliki banyak sekali pilihan software partisi yang powerful. Hanya saja saya sudah terbiasa memanajemen partisi atau melakukan recovery data melalui Linux.
Gparted menjadi tool partisi andalan saya dan Testdisk menjadi jagoan untuk recovery data & partisi. (dan ngomong-ngomong, Testdisk juga bisa dijalankan melalui Windows loh!)
2. PC Lemot
Sungguh kalau teringat hal ini membuat saya merasa ngenes. Hehe.
Jadi ceritanya nih PC utama yang saya gunakan untuk bekerja sehari-hari merupakan PC tua yang specs nya sangat pas-pasan. Ketika ternyata ada kerjaan yang membutuhkan resource besar, misalkan saja edit video, maka PC tua *kesayangan* ini cukup empot-empotan.
Untuk itu mau tidak mau saya harus menggunakan OS dengan kebutuhan resource yang sangat minimal agar pekerjaan tersebut bisa terselesaikan dengan baik. Hasilnya setiap kali akan melakukan aktivitas yang membutuhkan banyak resource komputing (misalnya saja edit video), saya menggunakan Linux untuk menghemat resource yang dimiliki.
Mungkin kebiasaan ini baru bisa berakhir ketika saya kejatuhan duren memiliki PC dengan specs yang lebih mumpuni. hihi.
1. Bosan
Kerjaan saya menuntut untuk berada dalam waktu yang lama di depan komputer — setiap hari!
Dan wajar jika hal itu membuat saya mudah bosan dengan OS yang digunakan. Entah berapa kali saya gonta-ganti distro Linux, mulai dari Ubuntu, Mint, CentOS, Manjaro, Elementary OS, Deepin, Fedora, dan masih banyak lagi karena rasa bosan yang begitu tinggi.
Kebosanan juga sering terjadi ketika saya sudah terlalu lama menggunakan Windows. Katakanlah ketika sebulan berturut-turut menggunakan Windows 10, maka sekali waktu saya langsung booting ke Linux hanya untuk mengusir rasa bosan yang mendera.
Minggu depannya bosan lagi, ganti OS lagi. Begitulah nasib orang yang harus bekerja lama di depan komputer setiap hari. Hihihi..
Tetapi ada satu hal yang tidak bisa membuat saya jauh dari Windows, yaitu Office. Pekerjaan saya seringkali menuntut saya untuk membuat, mengedit, dan mencetak beberapa dokumen — dan hingga saat ini belum ada yang bisa menggantikan Microsoft Office dengan lebih baik.
Jadi jangan heran jika akhirnya dari sekian banyak OS yang pernah saya gunakan untuk berbagai keperluan, Windows menjadi OS yang paling tidak bisa saya tinggalkan — apalagi dengan berbagai kemudahan dan produktivitas yang ditawarkan oleh Windows 10.
NB: Bagi kamu yang tertarik menginstall Linux secara dual boot di Windows, bisa ikuti Cara Dual Boot Windows dengan Ubuntu Linux.
Kalau Kamu..??
Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu juga pernah menggunakan OS lain di sela-sela aktivitas utama kamu?
Bagikan kisah dan cerita kamu disini.