“Saat kita masih berada di tahap awal desain, seringkali kita membicarakan tentang cerita untuk produk, kita membicarakan tentang persepsi. Kita membicarakan tentang perasaan Anda tentang produk ini, bukan secara fisik, tapi dalam persepsi.” Demikian ungkap Jony Ive ketika pewawancara menanyakan, bagaimana dia membuat produk-produknya menjadi sesuatu yang ‘melegenda’ dan seakan belum pernah dipikirkan orang lain sebelumnya.
Brainstorming yang Melegenda
Suatu pagi di akhir tahun 2003, tepat sebelum peluncuran iPod mini, Ive dan timnya sedang melakukan rapat dwimingguan untuk brainstorming, sebagaimana yang biasa mereka lakukan. Tim ini berkumpul mengelilingi meja dapur studio. Duncan Kerr, salah seorang desainer industri yang bergabung dengan Apple pada tahun 1999, melemparkan konsep-konsep unik yang biasanya akan diberi feedback oleh rekan-rekannya.
Kerr pada saat itu sedang bekerja bersama kelompok engineer Apple untuk mengembangkan input alternatif untuk Mac. Semua orang memang sudah mengenal keyboard dan mouse sejak tahun 80-an. Tapi Duncan memiliki banyak ide nyleneh yang berorientasi ke masa depan untuk mengubah hal ini. “Sesi brainstorming itu paling saya kenang,” ungkap Doug Satzger sambil menggeleng-gelengkan kepala dalam sebuah wawancara. “Ini brainstorming yang luar biasa. Saya ingat Duncan menunjukkan kepada kami konsep multi-touch, yang mana kita bisa melakukan hal berbeda dengan dua jari, dan bahkan dengan tiga jari. Dia menunjukkan bagaimana seandainya UI sebuah layar jika diputar, zoom, dan saya sangat terkejut bahwa ada kemungkinan kita melakukan hal itu.”
Ini adalah pertama kali tim tersebut mendengar kata ‘multi-touch‘ yang mana akan menjadi sangat populer puluhan tahun mendatang. Layar sentuh memang sudah ditemukan pada saat itu, tapi cara pengoperasiannya masih sangat standar, atau bahkan.. primitif? Perangkat yang menggunakan layar sentuh pada era tersebut adalah Organizer seperti Palm Pilot, dan Tablet Windows yang diperkenalkan Bill Gates pada tahun 2000-an. Pada saat itu teknologi layar sentuh hanya sensitif pada satu tipe tekanan, mirip seperti kita menekan UI tombol di ATM.
Palm OS mungkin memiliki sistem layar sentuh yang paling fungsional pada masa itu. Sistem operasi ini dikembangkan oleh Palm Inc untuk perangkat seluler sentuh sejak tahun 1996. Perangkat ini dirancang oleh Jeff Hawkins. OS ini diciptakan untuk membantu pengguna mengoperasikan GUI berbasis PDA (Personal Digital Asisstant) yang lumayan populer di kalangan pebisnis pada era awal 2000-an. Perangkat dengan Palm OS ini sudah layak dikategorikan smartphone karena membantu orang-orang untuk mengatur jadwal kerja, menerima email, browsing dan banyak lagi fungsi lainnya di perangkat PDA. Umumnya, pengguna mengoperasikan PDA dengan dibantu oleh sebuah stylus untuk memudahkan mengoperasikan UI perangkat tersebut.
Namun Duncan Kerr memiliki ide untuk mengoperasikan layar dengan cara pinching, dua jari, tiga jari, swiping, hal yang sangat asing pada saat itu. Mendengarkan penjelasan Kerr bahwa teknologi yang bisa melakukan itu memungkinkan, tim menjadi sangat bersemangat. Semuanya ramai-ramai membayangkan, perangkat apa kira-kira yang bisa dibuat untuk memanfaatkan teknologi ini. Ide yang paling umum yang bisa mereka pikirkan tentu saja adalah membuat Mac dengan layar sentuh. Pengguna nantinya bisa menyentuh layar komputer untuk mengontrol UI tanpa perlu keyboard dan mouse. Tim kemudian menyimpulkan, jika demikian, maka mereka memerlukan touch screen controller yang berfungsi sebagai alternatif untuk keyboard dan mouse, dan tentu saja salah satunya diwujudkan dalam sebuah virtual keyboard dengan tombol yang bisa ditekan di layar.
Satzger waktu itu memunculkan sebuah usul yang brilian, “Bagaimana kalau kita memanfaatkan format tablet yang sudah ada dan melakukan perombakan padanya. Layar sentuh memang sudah ada, tapi multi-touch ini sistem baru. Kita bisa melakukan swipe untuk mengubah halaman, misalnya seperti membalik koran. Orang-orang pasti kaget kalau perangkat kita bisa melakukan ini.”
Jony Ive secara khusus selalu memiliki kekaguman terhadap sistem komputasi yang interaktif dengan sentuhan. Sebelumnya dia mengusulkan Mac dengan gagang yang memudahkan laptop tersebut diangkat dan dibawa ke mana-mana, juga menggunakan tombol sistem sentuh sederhana di Mac dan iPod, namun inilah peluang untuk membuat sebuah perangkat yang bisa berinteraksi sepenuhnya dengan sentuhan. Tidak ada lagi keyboard, mouse, stylus, atau bahkan click wheel. Pengguna yang bisa menyentuh langsung perangkatnya pasti terasa sangat akrab dalam bayangan Ive.
Tim engineering kemudian mengembangkan sebuah sistem eksperimental raksasa untuk menguji multi-touch ini. Sistem tersebut adalah layar kapasitif besar seukuran meja ping-pong dengan proyektor di atasnya. Proyektor ini akan menampilkan sistem operasi Mac sehingga mengesankan semacan UI. “Ini akan mengubah segalanya,” ujar Ive kepada tim desain setelah melihat perangkat eksperimental ini. Jony sangat ingin menunjukkan sistem ini kepada Steve Jobs, namun dia khawatir kalau sistem ini belum matang, Jobs akan menghentikan proyek tersebut. Karena itu Ive kemudian dengan hati-hati menyusun konsep desain lengkap dengan aplikasi penggunaan sistem ini jika nantinya sudah matang. Dia bertekad bahwa konsep ini harus terus berjalan, apa pun taruhannya!
Setelah beberapa hari menyempurnakan semacam draft konsep perangkat yang akan dilakukannya dengan teknologi baru ini, Ive menemui Steve Jobs secara pribadi untuk membahasnya. “Steve sangat cepat dalam memberikan pendapat, karena itu saya khawatir orang lain tidak akan paham ini. Lebih baik saya menunjukkan padanya sistem ini sendiri,” Ive mengungkapkan alasan tindakannya tersebut. “Ada risiko dia akan berkata, ‘Ini sampah’ lalu menutup proyek ini selamanya. Saya merasa ide ini masih sangat rapuh, jadi kita harus benar-benar lembut saat konsep ini masih dalam pengembangan. Jika Jobs sampai menganggap konsep ini buruk, akan sangat menyedihkan karena saya tahu bahwa ini akan sangat penting di masa depan.”
Di luar dugaan Ive, ketika dia menunjukkan sistem tersebut pada Jobs, pendiri Apple ini ternyata sangat terkesan pada hal tersebut, “Ini benar-benar masa depan!” ujar Jobs sambil mengangguk-angguk terkesan.
Dengan persetujuan Jobs, Ive kemudian meminta bantuan dua software engineer paling berbakat di Apple saat itu, Imran Chaudri dan Bas Ording, untuk memadatkan operating system di Mac ke dalam sebuah prototype tablet. Dalam waktu seminggu, mereka mendemonstrasikan sebuah ‘tablet’ – yang pada saat itu sebenarnya masih belum bisa dianggap tablet karena masih tersambung ke Power Mac, namun sudah menggunakan teknologi layar sentuh. Aktivitas komputasi sudah bisa dilakukan di sini dengan menginterpretasikan gestur jari.
Sebagai bahan demonstrasi, kedua engineer ini menggunakan… Google Maps. Pada saat itu Google sudah merintis konsep ini, yang mana zooming pada peta dilakukan dengan menggunakan scroll mouse atau menggunakan tombol Ctrl+ dan Ctrl- di keyboard. Namun Chaudri dan Ording memamerkan sesuatu yang tanpa mereka sadari akan menjadi semacam standar di masa mendatang: pinch to zoom. “Kita bisa melakukan zoom in dan zoom out dengan mudah menggunakan gestur ini,” ungkap Chaudri saat mendemonstrasikan UI ini di hadapan Steve Jobs dan Jony Ive. Dari sini Jobs seakan mendapatkan visi bahwa komputasi di masa depan nantinya akan hadir dalam bentuk tablet seperti ini!
Akuisisi FingerWorks
Meskipun Duncan Kerr mungkin adalah orang yang mencetuskan implementasi multi-touch, sistem ini sebenarnya bukan hal baru. Ada beberapa peneliti yang sudah memikirkan kemungkinan ini dan berupaya ‘mencari manfaat’ sebuah sistem layar sentuh di kehidupan sehari-hari. Di antara beberapa peneliti yang sudah mengembangkan ini, ada sebuah perusahaan kecil asal Delaware yang bernama FingerWorks. Mereka sudah lama melakukan penelitian soal ini, namun masih belum tahu bagaimana mengimplementasikan sistem semacam ini di dunia komputasi.
Awal tahun 2005, Apple diam-diam mengakuisisi FingerWorks dan menarik semua produknya dari pasar. Berita akuisisi ini baru ramai setahun kemudian setelah dua pendiri FingerWorks, Wayne Westerman dan John Elias mulai mengajukan paten sistem layar sentuh, tapi atas nama Apple.
Setelah Chaudri dan Ording menunjukkan bagaimana sebuah tablet yang dikontrol menggunakan jari bisa bekerja dengan baik, Jony Ive dan tim desainnya mencoba merancang sebuah prototype yang benar-benar bisa berfungsi. Salah satu prototype yang mereka buat dikenal oleh kalangan internal dengan nama “Model 035”, nomor ini adalah berdasarkan nomor paten yang diajukan oleh Apple. Perangkat prototype ini adalah tablet berwarna putih besar yang lebih mirip layar iBook dibandingkan tablet modern. Saat itu perangkat tersebut sudah bisa dijalankan dengan sistem sentuh tanpa perlu menggunakan keyboard fisik. Sistem operasinya juga masih sangat mirip dengan Mac OSX.
Ketika Jony Ive dan timnya sedang keasyikan mengerjakan beberapa prototype tablet, eksekutif Apple lainnya mulai khawatir dengan penjualan iPod. Sebenarnya, iPod sedang di masa jayanya. Apple menjual dua juta perangkat pada tahun 2003, kemudian sepuluh juta perangkat di tahun 2004, lalu meningkat berkali-kali lipat menjadi empat puluh juta perangkat di tahun 2005. Namun terlihat bahaya mengintai di kejauhan: ponsel!
Pada tahun tersebut, para produsen ponsel mulai kreatif dengan memberikan kemampuan memutar mp3 pada ponsel. Pada awalnya, ponsel memang cuma bisa ‘memutar nada’, namun di tahun itu mulai muncul ponsel yang bisa mengganti ringtone dengan lagu dan juga memutar mp3. Masyarakat perlahan berpaling pada tren ini.
Apple sebenarnya sudah menangkap gejala ini. Pada tahun 2005, Cupertino bermitra dengan Motorola untuk merilis “ponsel iTunes” yang bernama ROKR E1. Ini adalah handphone candy-bar yang bisa memutar musik yang dibeli dari iTunes Music Store. Namun rilisnya ponsel ini justru bagai makan buah simalakama untuk Apple, karena dengan demikian orang menjadi kurang berminat membeli iPod dan lebih memilih ponsel ini. Pada awalnya memang kemampuan ponsel terbatas. Hanya menyimpan beberapa lagu. Namun perkembangan sistem storage kemudian memungkinkan sebuah ponsel menyimpan ratusan lagu. Steve Jobs sendiri kurang menyukai proyek mereka dengan Motorola. menurutnya interface ponsel ini sangat buruk dan bertentangan dengan adagiumnya bahwa ‘semakin sederhana itu semakin baik’.
Pelanggan sendiri mengeluhkan hal itu dan menginginkan ‘pengalaman penuh iPod’ dalam ponsel yang dirilis oleh Apple. Steve Jobs kemudian mulai memikirkan hal ini siang malam. Dalam pikirannya, mulai genap sebuah bayangan: Ponsel yang memiliki pengalaman penuh iPod.
Kisah Silicon Valley selanjutnya masih akan membahas perjuangan Apple untuk menciptakan sebuah perangkat mobile yang bisa digunakan untuk menelepon, tapi memiliki pengalaman penuh sebuah iPod!
Referensi:
Kahney, Leander. (2013). Jony Ive: The Genius Behind Apple’s Greatest Products. Amazon.
Arlidge, John. (2014). Jonathan Ive, Designs Tomorrow. Time
Griggs, Brandon, and Leopold, Todd. (2013). How iTunes changed music and the world. CNN
Rosoff, Matt. (2015). Jony Ive carried a resignation letter in his pocket the first time he met Steve Jobs. Business Insider
Phelan, David. (2018). Jony Ive Interview: Apple Design Guru on How He Created the New iPad and The Philosophy Behind It. Independent.
Rossignol, Joe. (2019). iBook Turns 20: Watch Steve Jobs Unveil the World’s First Notebook with Wireless Internet. Macrumors