Kisah Silicon Valley #139 – Kiblat Teknologi di Korea Selatan

Lahan Industri Sanyo-Samsung via Samsung Global Newsroom

Pada tahun 2013, M. G. Siegler dari TechCrunch mengomentari sebuah berita yang menyebutkan adanya ‘Four Horsemen’ (Ini adalah legenda dari Kitab Wahyu tentang adanya Empat Penunggang Kuda yang muncul sebelum hari Kiamat) di Silicon Valley, yaitu Amazon, Apple, Google, dan Facebook. “Seharusnya ada ‘penunggang kuda’ kelima: Samsung,” ujar Siegler. “Bukan hanya lebih besar dari Apple dalam hal pendapatan,” tulisnya. “Pendapatan perusahaannya sendiri lebih besar dari gabungan Amazon, Facebook, dan Google.” Ya. Saat itu Samsung mencatatkan USD 190 miliar pendapatan setahun dari seluruh divisinya, menjadikan perusahaan ini bertempur sebanding dengan perusahaan-perusahaan Silicon Valley mana pun yang mungkin lebih sering dipuja di seluruh dunia.

Terjun ke Bisnis Semikonduktor

Divisi Semikonduktor Samsung via Samsung Global Newsroom

Pada tahun 1974, CEO Kang Jin-Ku dari Samsung menerima telepon dari seorang pengusaha asal California bernama Joseph Sudduth, yang menceritakan masalah finansial yang dialami Korea Semiconductor, sebuah perusahaan yang merupakan hasil kerja sama Sudduth dengan seorang pebisnis Korea. Pemerintah AS memantau kasus ini dengan seksama karena bisnis semikonduktor merupakan bisnis penting bagi AS yang terkenal dengan Silicon Valley-nya. Sudduth meminta bantuan Samsung sebagai perusahaan terbesar di Korea untuk membantu menyelamatkan perusahaan joint venture miliknya tersebut. Jin-Ku melihat peluang dalam kasus ini. “Menurut saya, perusahaan elektronik tanpa semikonduktor seperti sebuah mobil tanpa mesin,” ujarnya. Dengan meminta persetujuan terlebih dahulu pada Lee Byung-Chul, Samsung akhirnya membeli separuh perusahaan milik Sudduth tersebut.

Pada saat itu, pimpinan manufaktur semikonduktor di Asia adalah Jepang. Hasil produksi mereka konon setara dengan Intel dan Fairchild Semiconductor, dua perusahaan teratas Silicon Valley. Setelah mengakuisisi Korea Semiconductor, Samsung perlahan-lahan menjadi kekuatan baru dalam produksi chip! “Pada awalnya ini memang hanya perusahaan transistor,” ujar Lee Byung-Chul. “Namun kami menguasai suku cadang dasar yang digunakan dalam microprocessor untuk kalkulator dan komputer. Inilah yang kami incar kemudian.”

Pada saat itu, pembuatan microprocessor di luar spesifikasi yang diinginkan Amerika merupakan suatu pelanggaran. Diplomat asal Amerika Serikat sampai berulang kali berkunjung ke Korea Semiconductor untuk mengawasi proses pembuatan dan memastikan agar Samsung tidak sampai ‘menguasai’ teknologi milik AS. Samsung berhasil meyakinkan diplomat ini bahwa semuanya ‘terkendali’ dan ‘aman’. Namun dari segi keuangan, Korea Semiconductor terus-menerus minus dan dalam posisi yang membahayakan. Lee Kun-Hee, putra ketiga Lee Byung-Chul meyakinkan ayahnya akan peluang chipset untuk masa depan. Samsung kemudian menawarkan kepada Sudduth untuk membeli seluruh perusahaan. Upaya tersebut berhasil dan kemitraan baru lahir dengan nama Samsung Semiconductor!

Berawal dari melakukan produksi untuk kepentingan AS, pada tahun 1983, Samsung sendiri mendirikan pabrik semikonduktor. Modal yang diperlukan untuk pabrik ini bukan main-main, namun Samsung sangat yakin bahwa pabrikan chipset semacam ini akan sangat dibutuhkan di masa depan. “Bagaimanapun juga, selama beberapa tahun pabrik berdiri, kami tidak pernah lepas dari pikiran bahwa pabrik ini akan bangkrut besok. Kami berusaha sekuat tenaga agar itu tidak terjadi,” ujar CEO Samsung Electronics, Lee Yoon Woo yang pada saat itu adalah manajer di pabrik pembuatan semikonduktor tersebut.

Perkembangan Pabrik Televisi yang Mengejutkan

Divisi Televisi Samsung via Samsung Global Newsroom

Ira Magaziner, sosok yang nantinya akan menjadi penasihat untuk Presiden Bill Clinton, mengunjungi Kampus Suwon milik Samsung pada tahun 1979 sebagai konsultan Pemerintah Inggris untuk mempertimbangkan penawaran Samsung memasok televisi hitam putih ke Inggris. Saat itu dia sama sekali tidak terkesan.

‘Laboratorium Penelitian Samsung’ hanya terdiri dari ruangan berlantai semen dengan orang-orang berkumpul saling mengoper produk dengan tangan, seperti suasana pelajaran fisika SMA – tulis Ira dalam laporannya. “Saya bahkan menanyakan seperti apa strategi televisi berwarna Samsung, dugaan saya, nantinya saya akan mendapatkan jawaban seperti mengumpulkan suku cadang dari luar Korea dan merakitnya di sini, tapi dia tidak mengatakan seperti itu. Mereka bilang mereka akan membuat segalanya sendiri, bahkan tabung penghasil gambar warna. Mereka bilang sudah mengidentifikasi model asing terbaik dan menandatangani perjanjian untuk mendapatkan bantuan teknis.” Ira menggeleng-gelengkan kepala. “Saya sama sekali tidak merasa yakin.”

Namun bagaimanapun juga Ira tertarik pada upaya yang dilakukan Samsung. Dia menceritakan bahwa Samsung mengumpulkan televisi berwarna dari semua perusahaan besar di dunia seperti RCA, GE, Hitachi – dan menggunakannya untuk merancang model mereka sendiri.

Lima tahun kemudian, Ira Magaziner kembali ke Korea Selatan sebagai konsultan untuk GE dan dia benar-benar terkejut. Samsung telah melakukan semua yang dijanjikannya lima tahun sebelumnya. Mereka telah memproduksi sendiri suku cadang untuk televisi dan bahkan memiliki produksi tabung yang dibuat bekerja sama dengan Corning, sebuah perusahaan AS. “Pabrik tersebut sama otomatisnya dengan pabrik televisi mana pun yang bisa Anda temukan di AS. Bisa dibayangkan sendiri secepat apa kemajuan yang mereka dapatkan dalam lima tahun!”

Magaziner menyadari bahwa dia tengah menyaksikan sebuah ‘keajaiban kecil’. Masa depan teknologi bukanlah di barat, tapi di timur. Dan Korea Selatan akan menjadi salah satu bagian penting bagi perkembangan teknologi dunia di masa mendatang. Dia menggigil membayangkan kemungkinan tersebut.

Steve Jobs si Pemberi Ide

Lee Byung-Chul dan Steve Jobs

Pada bulan November 1983, Steve Jobs yang pada saat itu berusia 28 tahun tiba di Korea Selatan. Dia disambut oleh pekerja pabrik yang mengenakan seragam Samsung dan pin yang menunjukkan posisi kerjanya. Jobs tidak mengunjungi Korea Selatan karena liburan atau petualangan. Dia sedang dalam misi untuk mengembangkan sebuah komputer berbentuk tablet. Ini memang dua puluh tujuh tahun sebelum diperkenalkannya iPad, namun nampaknya Jobs sudah memiliki visi mengenai hal ini sejak lama. Namun memang saat itu iPad bukan form factor yang dibayangkan oleh Jobs. Pada saat itu dia ingin menyempurnakan Dynabook, sebuah produk Apple yang berwujud komputer tablet, tentu saja bukan dengan layar sentuh seperti sekarang.

Sebelumnya, Jobs sudah berkunjung ke Jepang, yang mana dia menjumpai pendiri Sony, Akio Morita. Dia mengagumi praktik manajemen dan etos desain Sony yang rapi. Namun, Jobs menyaksikan bahwa Korea Selatan saat ini sedang berkembang menjadi kekuatan baru ekonomi yang kemungkinan akan menyaingi Jepang ke depannya. Itulah alasannya mampir. Saat itu Samsung sudah terkenal karena produk microwave murahnya yang dipasarkan sampai ke Amerika. Namun perangkat ini memiliki banyak masalah, oleh karena itu orang Amerika sering memplesetkan nama Samsung sebagai Sam-suck.

Ketika masuk ke gedung Samsung, Steve Jobs disambut langsung oleh pendiri Samsung, Lee Byung-Chul. Chaebol pertama di Korea ini nampak gembira karena bisnisnya dengan Apple selama beberapa tahun terakhir ini cukup baik. Samsung saat itu memasok layar yang dibutuhkan oleh PC produksi Apple. Jobs mengungkapkan niatnya untuk meningkatkan kerja sama. Dia menanyakan apakah Samsung bersedia untuk memasok chip untuk Apple. Tujuan Jobs adalah menciptakan pesaing bagi Sony yang saat ini melakukan proses manufaktur bagi processor PC Apple sehingga mereka tidak terlena dan terus meningkatkan kualitasnya. Lee Byung-Chul gembira atas penawaran ini mengingat Samsung memang baru saja terjun ke dunia produksi chip. Permintaan dari Apple ini tentu saja bagus untuk alih teknologi dari AS ke Korea Selatan.

Selama diajak berkeliling pabrik Samsung, Jobs tidak bisa diam. Dia banyak berbicara mengkritisi ini dan itu serta mengungkapkan berbagai ide mengenai hal-hal yang bisa dilakukan Samsung dengan sumber daya yang dimilikinya. “Steve seakan tidak mau berhenti bicara waktu itu,” ujar Jay Elliot, salah seorang eksekutif Apple yang menyertainya. Bertolak belakang dengan Jobs, Lee Byung-Chul diam dan banyak mencatat hal-hal yang diungkapkan Jobs. Tentu saja agak unik menyaksikan seseorang berusia jauh lebih tua dari Jobs justru menyimak dengan rajin seperti layaknya seorang murid.

“Seperti itulah Steve,” ujar Elliot. “Saya setelah itu bilang padanya, ‘kau baru saja memberikan perusahaan ini ide senilai beberapa juta dolar’, dan dia tidak peduli sama sekali.”

Setelah Jobs meninggalkan Samsung, para bawahan Lee Byung-Chul mengeluhkan sikap ‘orang asing Amerika’ itu yang tidak sopan padanya. Namun Lee Byung-Chul menjawab dengan lembut, “Jobs adalah figur yang bisa melawan IBM. Kita bisa banyak belajar darinya.”

Beberapa dekade kemudian, pada tanggal 4 Agustus 2010, sekelompok eksekutif Apple tiba di gedung milik Samsung yang terlihat sangat mewah dan menonjol di distrik Gangnam, Seoul. Kedatangan mereka adalah karena Galaxy S yang baru saja dirilis Samsung dan diiklankan sebagai ‘pembunuh iPhone’. Steve Jobs waktu itu sangat marah karena menurutnya Samsung telah mencontek mentah-mentah desain iPhone, bahkan cara kemasannya!

Ahn Seungho via iPhone hacks

Kelompok eksekutif Samsung, dipimpin oleh vice president Dr. Ahn Seungho, masuk ke dalam ruang konferensi bersama kelompok perwakilan Apple. Chip Lutton, pengacara dari Apple, menyampaikan presentasi yang berjudul “Penggunaan Paten Apple di Smartphone oleh Samsung”. Ketika dia selesai melakukan presentasi, orang-orang Korea di ruangan itu saling berpandangan.

“Galaxy mengopi iPhone!” serang Lutton.

“Apa maksud Anda dengan ‘mengopi’?” tanya Ahn dengan sopan.

“Persis seperti yang saya bilang,” ujar Lutton. “Kalian mengopi iPhone. Mentah-mentah! Kesamaan antara keduanya tidak mungkin tidak disengaja.”

“Beraninya Anda menuduh kami!” Ahn meradang. “Kami sudah memproduksi ponsel jauh lebih lama dari Apple. Kami memiliki paten sendiri. Bahkan Apple mungkin melanggar banyak dari itu!”

Pertemuan ini menandai perang paten yang sangat panjang dan lama, bertahun-tahun kemudian antara Apple dan Samsung!


Samsung selanjutnya terus berkembang menjadi salah satu kekuatan penting dalam teknologi dan peralatan elektronik. Pergantian berbagai CEO dan orang-orang penting di Samsung ikut mewarnai perjalanan raksasa Korea ini.

Referensi

Cain, Geofrey. (2020). Samsung Rising. The Inside Story of the South Korean Giant That Set Out to Beat Apple and Conquer Tech. Currency, New York.

Kiki Sidharta

Penulis Winpoin yang paling sering minta dimaklumi kalau lagi lama nggak nulis | Dengan senang hati menjawab pertanyaan seputar Windows Phone lewat akun Twitter @kikisidharta

Post navigation