Kisah Silicon Valley #149 – Menapak Karir di IBM

Tim Cook di IBM via 95o5mac

Pada tahun 2017, Superkomputer milik IBM, Watson, melakukan analisis terhadap karakteristik 11 pimpinan perusahaan teknologi seperti Apple, Amazon, Facebook, dan Google. Superkomputer ini menganalisis wawancara, esai, buku, transkrip pidato, dan aneka bentuk komunikasi lainnya untuk membuat laporan ‘Wawasan Kepribadian’. Terungkap dari hasil analisis ini, Tim Cook merupakan pemimpin ‘paling imajinatif’ dari ke-11 pimpinan perusahaan teknologi yang dijadikan sampel. Analisis ini tentu saja bukan sembarangan karena Watson sering dijadikan rujukan untuk analisis kasus kejahatan, perawatan pasien, dan bahkan untuk pemilihan karyawan. Tentu saja ini juga bukan nepotisme, meskipun dulu Tim Cook pernah bekerja sebagai karyawan, dan kemudian salah satu pimpinan dengan kinerja yang menonjol di IBM!

Memilih Auburn University Sejak Kanak-Kanak

Auburn University via Alabamanewscenter

Setelah lulus dari SMA pada tahun 1978, Tim Cook meninggalkan Robertsdale untuk melanjutkan di Auburn University, tempat dia meraih gelar sarjana bachelor of science di jurusan industrial engineering. Nyatanya ini adalah salah satu tujuan jangka panjang yang dirancangnya sejak kecil. “Sejak dia duduk di kelas tujuh, dia selalu bilang kalau dia ingin melanjutkan kuliah di Auburn,” kenang ibunya. Auburn University sangat dekat dengan kampung halaman Cook di Alabama – kira-kira hanya tiga jam perjalanan dengan mobil. Nampaknya memang Cook tidak ingin jauh dari Alabama, seperti yang diceritakan sebelumnya, Cook memang sangat dekat dengan keluarganya.

Pilihannya masuk industrial engineering di Auburn merupakan pilihan cemerlang dan berkelas. Beberapa tokoh legendaris lulus dari universitas dan jurusan ini. CEO Chrysler dan Ford yang terkemuka, Lee Iacocca, CEO Walmart Mike Duke, dan CEO United Parcel Service, Michael Eskew – semuanya pernah kuliah di jurusan industrial engineering Auburn University. Tim Cook memang terkesan oleh tokoh-tokoh ini, namun dia tidak pernah membayangkan bahwa kelak dia juga akan berstatus ‘legenda’ dan memimpin perusahaan multi-miliar seperti halnya mereka.

‘Karier’ Tim Cook di Auburn juga cukup cemerlang. Kuliah di jurusan industrial engineering sebenarnya cukup memeras pikiran karena jurusan ini berfokus pada cara untuk mengoptimalkan sebuah sistem yang kompleks dan mencari cara terbaik untuk memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Ini jelas-jelas membentuk dasar kemampuan dan karakter Tim Cook di Apple suatu hari nanti. “Salah satu kehebatannya adalah, dia dapat menyingkirkan apa yang tidak penting untuk fokus kepada satu permasalahan dan menyelesaikannya,” kesan salah seorang profesor yang mengajar Cook semasa kuliah, Robert Bulfin. Saking cemerlangnya prestasi Cook, dia bahkan dinominasikan gelar sebagai lulusan terbaik di tahun terakhir kuliahnya. Sayangnya Cook menolak gelar ini. “Saya tidak pantas menerima ini,” ujarnya dan kali ini bukan basa-basi, Cook bersikeras menolak gelar tersebut. “Ada lebih banyak orang yang lebih layak menerima gelar ini daripada saya.”

Cook lulus dari Auburn pada tahun 1982. Pada saat yang bersamaan, Apple baru saja menikmati masa kejayaan setelah melakukan IPO (penjualan saham untuk publik). Steve Jobs sedang di atas awan dengan Apple I dan Apple II, PC produksi Apple yang cukup laris di pasaran. Namun, lulusan cemerlang Auburn ini sama sekali tidak ada dalam radar Apple. Uniknya yang pertama kali melihat potensi Tim Cook adalah perusahaan yang dijadikan Steve Jobs sebagai ‘musuh besar’ yang mana Apple secara khusus membuat iklan yang temanya adalah ‘mengalahkan The Big Blue’ – ya, IBM. Seorang ‘pencari bakat’ asal IBM secara khusus menawari Tim Cook untuk bergabung dengan IBM. “Sebenarnya pada saat itu saya belum berpikir banyak tentang komputer. Apakah semua akan berbeda jika saya menolak kesempatan dari IBM itu? Kemungkinan besar iya. Saya tahu bahwa beberapa hal dalam hidup akan menentukan hidup Anda selanjutnya, dan peluang dari IBM ini adalah hal semacam itu,”

Meskipun Cook tidak familiar dengan dunia komputer, namun tentu saja nama besar IBM dikenal oleh siapa saja, sehingga tanpa pikir panjang, Tim Cook menerima tawaran itu!

Mempelajari Ilmu Dagang di Big Blue

IBM via Thoughtco

Berhasil masuk IBM di usia muda merupakan keberuntungan untuk Tim Cook. Industri komputer saat itu masuk fase ‘seru’ dan booming di awal 1980-an. Meskipun saat itu baru 10% rumah tangga di AS yang memiliki komputer, namun banyak pengamat memperkirakan bahwa tak lama lagi pasar PC akan mengalami ledakan besar. Para produsen ‘bertarung’ untuk menarik minat pelanggan yang ingin membeli ‘komputer pertama’-nya.

Pada saat itu, IBM merupakan salah satu perusahaan ‘paling hot’ di industri ini. Bahkan sebelum menjual PC pertamanya, IBM sudah dikenal karena menjual mainframe (komputer berukuran raksasa yang pertama kali dikembangkan) untuk perusahaan dan pemerintah. IBM sudah bermain dengan skala yang dahsyat. Perusahaan ini memiliki 350.000 karyawan di seluruh dunia. Uniknya, salah satu alasan perusahaan ini menjual produk PC untuk rumah tangga adalah karena melihat kesuksesan Apple II dari Steve Jobs dan Steve Wozniak di pasaran.

PC milik IBM juga dikenang sebagai salah satu terobosan teknologi pada masa itu. Salah satunya adalah karena PC milik IBM ini dirakit dari komponen yang umum dijual pada masa itu, sehingga para pengguna bisa dengan mudah mencari komponen pengganti jika ada gangguan atau kerusakan. Bagaimana mereka menyesuaikan diri dengan orang secara umum adalah salah satu kekuatan IBM pada masa itu. Nama produk mereka yang cerdik: “Personal Computer” (yang pada waktu itu belum menjadi istilah umum untuk komputer rumahan) juga menjadi alasan kenapa IBM waktu itu sangat laris. Karena pada akhirnya produk lain yang bukan diproduksi IBM juga disebut PC. Untuk membayangkan hal ini, kurang lebih fenomena ini sama dengan pasta gigi di Indonesia yang disebut odol. Padahal odol aslinya adalah nama sebuah produk yang luar biasa populer pada masanya.

Personal Computer pertama yang dirilis IBM, berharga USD 1.565 dan menjalankan OS BASIC, sebuah bahasa pemrograman yang populer pada saat itu. Komputer ini memiliki microprocessor 16-bit, RAM sebesar 16 kilobyte dan penyimpanan 40 kilobyte yang sangat besar pada masa itu. Dengan harga demikian, produk ini merupakan salah satu produk paling terjangkau, sehingga IBM sering menyombongkan tentang ‘desain canggih dan paket program produktif’ yang dimiliki PC ini. Pada awalnya mesin ini diperuntukkan uuntuk komunitas bisnis, umumnya dimanfaatkan untuk akuntansi, komunikasi, dan penagihan. Sistem ini dengan cepat menjadi standar di seluruh dunia.

Pada akhir tahun 1981, IBM menjual 250.000 unit, yang mana merupakan prestasi besar pada tahun itu. Pesaing terdekatnya saat itu hanya Apple II. Bahkan pada saat itu Time menobatkan Personal Computer sebagai Machine of the Year. Ini seakan menyinggung Steve Jobs secara langsung yang pada tahun yang sama dinobatkan sebagai Man of The Year. Steve Jobs bahkan sempat menceritakan ini dengan nada berapi-api, “Mereka (Time) mengirimkan majalah ini ke saya lewat FedEx. Saya membuka paket ini dengan suka cita berharap melihat wajah saya di sampul, ternyata malah tetek bengek personal computer ini,” Jobs menarik nafas. “Itu betul-betul buruk buat saya, dan saya benar-benar hampir menangis melihatnya.”

Divisi PC IBM memiliki pabrik besar di Research Triangle Park. Divisi PC ini tumbuh dengan cepat dan memerlukan banyak rekruitmen baru. Strategi IBM saat itu adalah mempekerjakan banyak lulusan baru universitas, melatih, kemudian memberikan posisi yang tepat sesuai keahlian individu-individu tersebut. Tim Cook adalah salah satu orang pilihan IBM dari skema ini. Pertama kali masuk ke pabrik IBM, Cook mendapati lahan seluas 5574 meter persegi penuh dengan komponen komputer untuk operasi perakitan dan pengujian. Di luar pabrikannya sendiri, IBM memang mendapatkan pasokan komponen komputer ini dari perusahaan-perusahaan lain seperti misalnya Intel. Pabrik IBM sendiri bekerja dua puluh empat jam sehari, Senin hingga Jumat, dalam tiga shift pekerja. Ini sebuah skala yang benar-benar besar di Amerika pada saat itu. Dan memang IBM harus melakukan skala produksi sebesar ini karena mereka terus-menerus mengejar deadline pemesanan yang datang dari seluruh negeri, bahkan dari luar AS!

Sistem Just-in-Time IBM

Pabrik IBM via IBM

Pada saat itu, pabrik tersebut bekerja efisien menggunakan sistem yang disebut Just-in-Time (JIT) atau populer juga disebut continuous flow manufacturing (CFM). Sistem produksi Just-in-Time ini berarti bahwa perusahaan tidak perlu menyimpan barang di gudang. Prinsip utamanya adalah, buat dan kirimkan – Ini menghemat banyak waktu dan uang, karena tidak ada biaya untuk penyimpanan komponen atau barang jadi. Gudang secara umum hanya menjadi tempat transit. Tapi tentu saja filosofi ini hanya mungkin diterapkan oleh perusahaan dengan tingkat penjualan/pemesanan yang sangat masif.

Dalam sistem produksi JIT, sebuah proses mengalir, komponen yang diperlukan akan menunggu di lini perakitan hanya pada saat dibutuhkan dan hanya dalam jumlah yang diperlukan. Perusahaan yang menerapkan flow semacam ini akan mampu melakukan pendekatan zero inventory alias penyimpanan nol. Inilah tujuan utama IBM: Meminimalkan investasi pada komponen dan komputer yang menunggu untuk dijual. Apalagi dalam industri komputer yang teknologinya bergerak cepat. Jika menunggu enam bulan saja, maka komputer yang saat ini diproduksi akan menjadi ketinggalan zaman dan makin sedikit peminatnya. Inilah sebabnya mereka menggunakan filosofi produksi ini!

Sebenarnya pelopor filosofi JIT adalah Toyota yang pada era 70-80 sangat agresif dalam menyerbu pasar Amerika dengan produk-produk mobilnya, yang bahkan menjadi satu-satunya perusahaan asing yang mampu bersaing dengan perusahaan mobil Amerika yang memiliki harga diri tinggi. Henry Ford, pendiri dan pemilik Ford bahkan mengakui efisiensi sistem produksi Toyota dengan menulis di salah satu bukunya, “Kami pada saat itu harus membeli bahan yang tidak begitu berharga untuk dibeli. Kami membelinya dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi rencana produksi, dengan mempertimbangkan keadaan transportasi pada saat itu. Jika transportasi bagus dan aliran bahan yang dibutuhkan terjamin, maka kita perlu melakukan pemeliharaan pada stok yang ada. Namun akan sangat menghemat uang jika kita bisa melakukan turnover dengan cepat sehingga tidak perlu melakukan pemeliharaan terhadap bahan yang kami pesan untuk produksi.”

Tim Cook, entah kenapa bisa berada tepat di pusaran arus ini. Peran pertama Tim Cook di IBM mengharuskannya mempelajari sistem produksi Just-in-Time untuk dikemudian hari menerapkannya guna mendapatkan alur produksi paling efektif untuk IBM. Cook bahkan terlibat langsung dalam pipeline management – memastikan pabrik memiliki suku cadang yang cukup untuk membuat ‘satu PC jadi’. tentu saja praktiknya tidak sesederhana itu. Dan di sinilah tantangan yang akan dihadapi Tim Cook!


Episode kisah Silicon Valley selanjutnya adalah bagaimana Tim Cook menunjukkan potensinya pada pekerjaan pertamanya, yang ternyata langsung sebuah pekerjaan dalam skala raksasa!

Referensi:

Kahney, Leander. (2019). Tim Cook: The Genius Who Took Apple to the Next Level. Penguin.

Kiki Sidharta

Penulis Winpoin yang paling sering minta dimaklumi kalau lagi lama nggak nulis | Dengan senang hati menjawab pertanyaan seputar Windows Phone lewat akun Twitter @kikisidharta

Post navigation