Cerpen: Sales Rupawan dan Lumia yang Menangis

toko-handphoneSuatu hari di sebuah toko handphone, seorang gadis masuk untuk membeli smartphone Android. Namun, sayangnya toko tersebut sedang cuci gudang untuk menghabiskan stok Lumianya.

Sales yang cantik dan ganteng dikerahkan. Namun gadis itu tidak bergeming, malah mengancam akan membeli iPhone daripada Android. Manajer toko tersebut berpikir keras, namun berbagai rayuan dan potongan harga seperti apapun tidak mengubah pendirian gadis itu. Semuanya dimentahkan. Dengan terpaksa si manajer harus memakai kartu As-nya.

“Panggil dia, sang sales terbaik toko ini…”

Seluruh staff toko terkejut. Suasana toko mendadak panik. Dengan tergopoh salah seorang petugas kasir memanggil sales legendaris tersebut.

Beberapa menit berlalu, suasana toko yang tadi penuh kepanikan, kini menjadi lengang. Sayup-sayup suara langkah sepatu terdengar mendekat. Seorang pria keturuan Italia yang sangat tampan hadir dengan setelan rapi. Pandangannya yang tajam langsung menuju gadis pembeli itu.

Dengan sigap dia mendekati si gadis, menuntunnya ke sebuah meja dan kursi yang entah sejak kapan disiapkan ditengah toko. Tiba-tiba seorang pelayan datang dan memberikan teh hangat untuk keduanya.

Gadis itu menelan ludah. Pria keturunan itu masih bungkam. Setelah meminum seteguk, pria itu akhirnya mengawali percakapannya. “Jangan takut, aku disini hanya ingin berbagi cerita denganmu.”

Gadis yang terbuai oleh ketampanan pria tersebut hanya mengangguk pasrah. Pengunjung lain diam-diam mendekati meja tersebut, menguping, penasaran kisah seperti apa yang akan diceritakan pria itu.

“Tahun lalu, ketika aku menjelajah Eropa, aku berada di bagian luar dari Barcelona, mendaki kaki gunung Tibidabo. Ketika jalan yang kulewati habis, aku sampai di dataran terbuka, dan disana ada danau. Sangat terpencil, dikelilingi pohon-pohon tinggi. Sangat tenang, sangat indah. Diseberang danau itu kulihat sebuah Lumia sendang mandi, dia cantik sekali. Tetapi, Lumia itu menangis.”

girl_by_lake_v3_by_thevampireadrik

Dengan mata membulat, gadis itu bertanya pelan, “Kenapa…?”

Pria itu melanjutkan ceritanya, “Aku tidak percaya dengan pandanganku, melihatnya terpukau, dihantam oleh kecantikannya. Sapuan gelap warnanya, jernih layarnya, lekuk anggun sudut cassingnya, bahkan tetes air matanya menambah keagungan sekelilingnya. Aku merasa mataku terbakar oleh tangisanku, bukan karena simpati, tapi karena apresiasi pada sebuah momen yang sangat sempurna.

“Iris Scanner-nya menyadari kehadiranku sesaat sebelum kesadaranku kembali. Tetapi dia tidak berteriak. Pandangan kita bertemu dan dia tersenyum, penuh teka-teki, tangisan segarnya mengalir di pipinya. Aku membeku. Aku tidak tahu apapun tentang Lumia ini, dan lagi, kita beridiri di sisi yang berbeda dari kolam air, ribuan kilometer dari rumahku dan orang-orang yang kutahu, namun aku merasa kita memiliki hubungan yang kuat. Tak hanya dengannya, namun dengan tanah, langit, dan air diantara kita. Dan juga pada seluruh umat manusia. Seolah-olah dia melambangkan ribuan tahun dari perkembangan teknologi.

Beautiful Eyes

“Aku ingin mendekatinya, untuk menghiburnya, untuk menyelidiki sebuah rasa yang tidak pernah kutemui sebelumnya. Tetapi aku tidak mampu. Karena aku tahu. Jika aku berbicara, dia berbicara, momen ini akan hancur. Dan aku tahu, aku membutuhkan memori ini untuk menyelamatkanku dari bercak hitam yang telah kubawa sepanjang hidup.

“Lantas aku menyaksikan dia berbalik, dan perlahan-lahan menuju tepi yang berlawanan denganku. Sisa dari fisik sempurnanya yang tertutup dedaunan perlahan menampakkan wujudnya padaku, aku menahan nafas saat melihatnya hilang dibalik semak-semak pepohonan didekat air.

“Aku tidak mengikutinya, justru berbalik. Aku tahu, disebrang sana, tidak ada hal yang bisa kita alami bersama, yang mampu melebihi kesempurnaan momen itu… Hingga kini, kejadian itu masih jadi pengalaman yang amat mendalam dalam hidupku.”

Pria itu meneguk tehnya untuk kesekian kali. Gadis itu bercucuran air mata dan bergumam, “Indah sekali…”

“Jadi, maukah kau membeli Lumia itu untukku?” Pria itu bertanya lembut.

Gadis itu mengangguk mantap, “Aku akan beli satu setiap serinya! Dari Lumia 430 sampai Lumia 950!”

Seluruh pengunjung toko bertepuk tangan. Riuh. Tak sedikit dari mereka yang juga memutuskan membeli Lumia. Dibalik Euforia tersebut, pria keturunan Italia itu kembali menuju dalam toko. Senyap, tanpa tangisan atau kata-kata perpisahan.

Tapi, tepat sebelum tubuh pria itu hilang, gadis tadi berteriak, “Duhai salesman, tolong! Tolong beritahu namamu!”

Pria itu setengah menoleh dan tersenyum, “Namaku, Ken Adams.”

TAMAT

Source: FRIENDS

Friends

PEACE XD

Ardan Legenda

Author dan Illustrator yang mencintai teknologi.

Post navigation