ChatGPT vs Studio Ghibli : Kreatif Atau Pelanggaran Hak Cipta?

Setelah cukup lama saya libur dan tidak menulis artikel di WinPoin, dalam rentang waktu tersebut masih filter AI Studio Ghibli juga masih cukup ramai digunakan oleh banyak pengguna, terutama ketika pas momen lebaran kemarin, hampir semua orang yang saya follow di Instagram, membuat story dengan filter yang sama dengan ala ala studio ghibli.

Nah bagi yang belum tahu, tren unik yang disebut “Ghiblifikasi.” ini memungkinkan pengguna mengubah foto biasa menjadi ilustrasi bergaya Studio Ghibli menggunakan teknologi (AI) dari ChatGPT, yang dikembangkan oleh OpenAI, jelas tren ini naik senaik naiknya, bahkan hingga membuat pengguna OpenAI melonjak Naik Lima Kali Lipat.

Seperti contoh diatas, itu adalah gambar dari meme populer dimana seorang gadis kecil tersenyum ketika ada kebakaran, dengan sedikit modifikasi AI, gambar tersebut berhasil menjadi gambar ala Studio Ghibli.

Tren Yang Kontroversi!

Namun, di balik kepopulerannya tersebut, tren ini memicu perdebatan panas loh guys, dimana banyak pihak menganggap bahwa penggunaan AI untuk meniru gaya visual Studio Ghibli merupakan pelanggaran terhadap hak cipta.

Hayao Miyazaki, yang merupakan pendiri Studio Ghibli, pernah menyuarakan kritik keras terhadap animasi berbasis AI, menyebutnya sebagai “penghinaan terhadap kehidupan itu sendiri”. Bahkan Hayao Miyazaki menegaskan bahwa ia tidak akan pernah memasukkan teknologi AI ke dalam karyanya.

Pelanggaran Hak Cipta?

Salah satu isu terbesar yang diangkat terkait tren ini tentu saja adalah hak cipta, dimana Studio Ghibli memiliki gaya visual yang sangat khas dan telah diakui sebagai salah satu aset budaya Jepang yang mendunia. Sebut saja film Spirited Away, My Neighbor Totoro, Princes Monoke dan lain sebagainya merupakan karya luar biasa dari Studio Ghibli hingga mendunia dan menjadi ciri khassnya.

Oleh karena itu, karena gaya yang unik tersebut membuat banyak kritikus seni dan hukum berpendapat bahwa meniru gaya ini dengan teknologi AI (meskipun untuk keperluan pribadi) tetap melanggar prinsip dasar hak cipta. Hal ini terutama relevan jika karya hasil AI tersebut dimonetisasi atau digunakan untuk tujuan komersial, jelas itu sudah sangat melanggar hukum dan benar benar mencoreng Studio Ghibli itu sendiri.

Namun, menurut informasi yang beredar, masih terdapat celah hukum di Jepang yang memungkinkan penggunaan konten berhak cipta dalam pelatihan model AI, selama tujuannya adalah inovasi teknologi. OpenAI, sebagai developer dari ChatGPT, menyatakan bahwa mereka telah berkomitmen untuk menghormati hak cipta seniman. Mereka bahkan memiliki kebijakan pada DALL-E 3 yang melarang generate konten visual yang secara langsung meniru karya seniman yang masih hidup.

Pro dan Kontra Masyarakat

Nah mendapati tren yang menggila ini, publik terbagi menjadi dua belah pihak, ada yang pro terhadap fenomena dan tren ini dan ada yang menolaknya. Intinya, ada banyak pengguna memandang tren “Ghiblifikasi” sebagai bentuk ekspresi kreatif yang baru dengan catatan selama gambar-gambar yang dibuat tidak digunakan untuk tujuan komersial, mereka merasa bahwa itu adalah cara yang sah untuk mengeksplorasi seni melalui teknologi.

Namun ada pula yang menganggap tren ini sebagai perendahan terhadap nilai seni tradisional. Dimana seni menurut mereka, adalah refleksi dari perjuangan, imajinasi, dan emosi manusia dan jelas penggunaan AI hanya menciptakan hasil yang dangkal tanpa jiwa karena semuanya dibuat berdasarkan prompt dan kecerdasan komputer yang tanpa jiwa dan tanpa memiliki rasa.

Meskipun begitu, adanya kontroversi ini jelas menjadi sebuah dilema besar apalagi dalam dunia seni, karena di era teknologi AI ini, semua bisa dieksplor dengan lebih mudah dan lebih cepat dengan hasil yang awalnya tidak mungkin bisa menjadi mungkin.

Tetapi dengan itu apakah era dari seniman akan berakhir? bisa saja, namun bukan berarti seniman akan benar benar punah, karena seniman yang telah membuat karya dengan jiwa dan rasa tetap tidak akan pernah dapat dibandingkan dengan karya hasil dari teknologi komputer semata.

Yang jelas, perdebatan dan kontroversi ini menunjukkan pentingnya dialog antara pelaku seni, pengembang teknologi, dan pembuat kebijakan dimana dalam kasus ini, dunia seni dan teknologi mungkin berada di persimpangan yang sulit, tetapi interaksi antara keduanya memiliki potensi besar untuk mendefinisikan kembali apa yang kita anggap sebagai seni.

Nah bagaimana menurutmu mengenai hal ini? coba komen dibawah guys dan berikan pendapatmu? apakah kamu suka dengan tren ghiblifikasi ini? atau justru sebaliknya? komen dibawah guys.

Referensi : CBR, NDTV

Gylang Satria

Penulis, Pengguna Windows 11, Elementary OS, dan Iphone SE 2020. Tag @gylang_satria di Disqus jika ada pertanyaan.

Post navigation