“Kesuksesan bukan hal yang statis – Budaya Anda juga seharusnya tidak (statis). Perhatikan apa yang dapat dicapai oleh orang-orang terbaik Anda, dan bangun infrastruktur yang mendukung keahliannya. Cara terbaik untuk menjaga orang-orang berbakat adalah membiarkan pekerjaan berubah bersamanya.”
Dalam sebuah wawancara, Michael Dell mengungkapkan kalimat tersebut, menyoroti pentingnya menghadapi perubahan, serta bagaimana perusahaan seharusnya menghadapinya. Namun kelihatannya, Michael seperti harus menelan mentah-mentah kata-katanya sendiri. Sepanjang perkembangannya, Dell dikenal setia dengan inti bisnisnya: menjual langsung kepada konsumen atau yang populer dengan nama Direct Model. Model produk Dell juga tidak banyak mengalami perubahan estetika. Meskipun fungsional dan mengikuti tren spek terbaru, namun bentuknya tetap kaku dan nyaris tidak berubah di setiap rilisnya. Michael bisa berkilah bahwa ini dikarenakan ‘kesetiaan’ pada prinsip. Namun tentu saja konsumen langsung melabeli Dell sebagai boring company.
Mundur sebagai CEO
Setelah menikmati fase ‘bulan madu’ dengan mencatatkan angka penjualan yang dahsyat selama satu dekade terus menerus, Dell Computers mulai mencapai fase stagnan. Direct model yang menjadi andalan Dell untuk memangkas biaya makelar mulai disamai oleh para kompetitor seperti IBM. Perusahaan-perusahaan Asia seperti Acer, Asus, dan Lenovo dengan mengandalkan tenaga produksi murah juga menekan dengan memainkan harga secara gila-gilaan.
Dell Computers sangat kesulitan menghadapi situasi ini. Satu-satunya jalan untuk berkembang adalah melakukan perluasan, menjual produk Dell lebih luas, selama ini, Dell hanya mampu menjangkau Amerika Utara dan Eropa Barat. Namun di sinilah keterbatasan Direct Model. Untuk menjangkau tempat yang jauh, Dell memerlukan kerjasama dengan outlet lokal, memerlukan bantuan perantara yang dapat membawa produknya. Namun reputasi Dell sudah terlalu kuat sebagai ‘penghapus’ makelar dan ‘tidak bekerjasama dengan pihak ketiga’ – Ini menjadikan perusahaan-perusahaan yang potensial untuk dijadikan rekanan menjadi takut untuk bekerjasama dengan Dell, belum lagi banyak di antara mereka yang dendam karena ‘kehilangan mata pencaharian’ akibat sepak terjang Dell di AS.
Meningkatnya kekuatan Asia di bidang IT juga meresahkan bagi Dell. Tiongkok pada masa itu mulai naik daun sebagai penghasil komponen murah. Jadi jika Dell meminta bantuan rekanan OEM Asia, mereka berhadapan dengan persaingan harga komponen yang tidak masuk akal.
Akumulasi semua permasalahan tersebut akhirnya menjadikan Michael mengumumkan pengunduran dirinya sebagai CEO pada tahun 2004. Sebagai pengganti, dia menunjuk tangan kanannya, Kevin Barney Rollins yang sudah bersama dengan Dell sejak 1996. Michael mengharapkan ada penyegaran dengan penggantian kepemimpinan.
“Saya ingin lebih berfokus dalam aktivitas amal saya,” ujar Michael sambil tersenyum saat ditanya tentang alasan pengunduran dirinya.
Semua Berjalan Salah
PR Rollins yang sederhana: “Bagaimana meningkatkan pendapatan yang sudah besar” ternyata tidak semudah itu dipecahkan. Serbuan dari Asia semakin dahsyat di masa jabatan Rollins. Hewlett Packard, salah satu saingan Dell Computers di AS juga mencatatkan peningkatan yang signifikan. HP mendapatkan pasokan komponen dari Asia dan melakukan assembly di AS. Ini menjadikan mereka dapat menjual perangkat komputer dengan harga yang lebih murah. Meskipun jadi rahasia umum bahwa kualitas HP lebih rendah dari perangkat Dell, namun siapa yang bisa menolak harga murah?
Penerimaan terhadap kepemimpinan Rollins dalam lingkup internal Dell Computers juga cenderung negatif. Paul D. McKinnon, senior vice president memandang Rollins sebagai pendengar yang buruk dan seorang pemimpin yang sulit didekati. Senior Vice President lainnya, Paul D. Bell, yang bertanggungjawab untuk operasi di Timur Tengah dan Afrika menyebut Rollins sebagai ‘tukang debat’ dan ‘berkepala batu’.
Rollin sendiri tidak ambil pusing terhadap pendapat orang. Dia terkekeh mendengar wartawan menyampaikan pendapat orang-orang tentangnya. “Maksud Anda, saya sedikit arogan dan mungkin terlalu banyak berpendapat?” Rollins terlihat santai menanggapi semua hal yang diungkapkan tentangnya.
Meskipun ‘tidak jelas’ reputasinya, dalam hal logistik, Rollins adalah salah satu individu yang jenius. Para pesaing Dell mengakui efisiensi Rollins dalam mengelola pasokan komponen Dell hingga proses mengirimkan kepada pelanggan.
Orang-orang yang berbicara langsung dengannya pun menilai Rollins sebagai sosok yang sopan dan halus dalam berbicara. Namun tentu saja ini tidak cukup untuk perusahaan dengan nilai dan reputasi sebesar Dell Computers!
Belum genap dua tahun mengelola Dell – dan tentu saja belum mempersembahkan prestasi apa pun, terutama tuntutan Michael saat turun tahta agar Rollins mampu meningkatkan pendapatan – Dell menghadapi tuntutan dari SEC (Securities and Exchange Commission) yang menyatakan bahwa Dell Computers telah melakukan penipuan dan pengubahan catatan keuangan untuk memanfaatkan dana dari Intel guna kepentingan pribadi. Ini merugikan para pemegang saham Dell yang seharusnya menerima jumlah yang lebih besar setelah investasi dari Intel.
Tuduhan ini sebagian besar dialamatkan kepada Rollins, karena saat Michael masih menjabat CEO, Rollins adalah pengelola keuangan dan bertanggungjawab atas manajemen produk Dell dari hulu ke hilir. Kepercayaan para pemegang saham pun semakin turun.
Michael Kembali dengan Gegap Gempita
Akhirnya di suatu hari pada tahun 2006, Michael Dell melakukan jumpa pers dan mengumumkan sesuatu yang mengejutkan. Michael melakukan buyback saham milik Dell yang sedang turun (karena para pemegang saham beramai-ramai melepas kepemilikannya) senilai USD 22 miliar lebih, kemudian dengan ‘kuasa’ yang dimilikinya sebagai pemegang saham terbesar, Michael Dell menunjuk dirinya sendiri sebagai CEO.
Peristiwa tersebut tentu saja merupakan fenomena yang sangat unik karena secara literal berarti Michael ‘membeli’ perusahaannya sendiri. Namun founder Dell Computers yang kharismatik tersebut meyakinkan publik bahwa upayanya ini adalah untuk ‘menyelamatkan’ perusahaannya sendiri. Para pemegang saham yang lain pun mendukung tindakan Michael ini.
“Pergantian ini hanya sementara kok,” ujar Kevin Rollins saat wartawan menanyakan kesan-kesannya saat dia ‘diturunkan’ dari posisi CEO oleh Michael Dell. Namun tentu saja itu adalah basa-basi belaka, karena kurang dari setahun setelahnya, tepatnya pada bulan Januari 2007, Kevin B. Rollins secara resmi dipecat oleh Michael Dell dan tidak lagi menjadi bagian dari struktur Dell mana pun.
Membawa energi baru, Dell berupaya menepis stigma kolot yang melekat pada dirinya. Dell membeli Alienware, sebuah perusahaan perakit PC khusus game yang sedang naik daun dan menjadi idola baru di dunia IT, serta berupaya untuk melakukan diversifikasi bisnis. Dell Computers membeli banyak sekali server yang pada rentang tahun tersebut harganya sedang jatuh karena fenomena bubble (Ini merupakan fenomena jatuhnya nilai sebuah perusahaan IT akibat meroket terlalu cepat karena overestimate terhadap nilainya). Ini menjadikan Dell sebagai perusahaan pemilik server terbanyak kedua di AS. Siapa yang pertama? Yup, benar: Google yang sedang agresif membesarkan diri.
Michael tidak begitu memahami dinamika dunia internet, tapi yang jelas dia mengerti bahwa untuk bisa menguasai dunia internet, maka sebuah perusahaan harus memiliki infrastruktur yang kuat. Pada infrastruktur inilah Dell bermain. Bahkan untuk mendukung upaya tersebut, Dell melakukan akuisisi penting terhadap EqualLogic, sebuah perusahaan storage area network yang dapat mendukung sistem server Dell. Bersamaan dengan EqualLogic, Dell juga merampungkan pembelian terhadap ASAP software, Everdream, Networked Storage Company, MessageOne, dan Allin – perusahaan perangkat lunak yang mendukung ekosistem Enterprise. Ini merupakan sebuah visi yang bahkan mendahului raksasa yang juga bermain di area Cloud dan server: Microsoft.
Perhitungan Michael rupanya tidak keliru. Raksasa seperti Microsoft dan Apple yang telat menyadari pentingnya internet kelabakan membangun infrastruktur untuk sistem Cloud milik mereka. Sembari menyiapkan infrastruktur sendiri, mereka menyewa server dan infrastruktur yang disediakan oleh Dell. Ini menjadikan keuntungan Dell dari penyediaan infrastruktur sangat berlimpah.
Kesuksesan dalam melakukan akuisisi ini menjadikan Michael makin percaya diri. Dell tidak lagi mengejar ambisi sebagai “perusahaan pembuat PC nomor satu”, tapi melakukan diversifikasi untuk meningkatkan portofolio pendapatan.
Tahun 2016 yang lalu, Dell secara mengejutkan mengakuisisi EMC, sebuah perusahaan manufaktur perangkat keras dan lunak untuk komponen PC – Utamanya untuk storage. Nilainya sangat mencengangkan, yaitu USD 67 miliar. Meskipun kita jarang mendengar tentang EMC, posisi perusahaan ini sebenarnya vital bagi manufaktur lain. EMC memasok komponen untuk IBM, Hewlett Packard, dan bahkan General Electrics. VMWare, perusahaan induk EMC sebelumnya bahkan menerima dampak besar akibat diakuisisinya EMC. Saham mereka merosot dahsyat di bursa meskipun mendapatkan ‘uang tunai’ dalam jumlah besar.
Menikmati Hidup
Di antara jatuh bangunnya Dell sebagai perusahaan, Michael tampaknya tidak lagi mengejar ambisi untuk menjadi ‘yang terbesar’. Dell menikmati alur cash flow yang lancar, keuntungan yang stabil, dan juga aktivitas kemanusiaan di berbagai program filantropis miliknya.
Di antara orang-orang terkaya di Amerika, meskipun tertutup, Dell tidak anti terhadap ‘gaya hidup mewah’. Dia memiliki rumah (berjuluk The Castle) terbesar di Austin, Texas. Deretan pesawat dan mobil pribadi, bahkan memiliki pulau untuk berlibur di daerah Karibia. Menikmati hidup nampaknya hal yang penting bagi Michael di antara tantangan demi tantangan yang terus dihadapi oleh perusahaannya!
Referensi
Dell, Michael. 1999. Direct from Dell: Strategies that Revolutionized an Industry. Collins Business Essentials
Pearlson, Keri & Yeh, Raymond, 1999. Dell Computer Corporation: A Zero-Time Organization. University of Texas at Austin Graduate School of Business
Rivlin, Gary. (2005). He Naps. He Sings. And He isn’t Michael Dell. New York Times.