![](https://winpoin.com/wp-content/uploads/2019/09/jony-ive-800x600px-main-photo-web-page-300-dpi-copy-wr.jpg)
Ketika ditanya bagaimana perasaannya mengenai ‘tanggung jawab khusus’ untuk membentuk produk-produk yang sukses secara komersial di Apple, Jony Ive menjawab santai, “Yang saya rasakan adalah tanggung jawab yang jauh melebihi itu.”
“Kita harus berusaha menghindari jebakan sekadar ‘menjadikan produk berbeda’. Karena orang-orang, menyukai desain ulang terhadap produk-produk yang mereka cintai. Salah satu hal paling penting terkait hal ini adalah bukannya menjadikannya berbeda, tapi menjadikannya lebih baik. Jika Anda melakukan perubahan dalam upaya untuk menjadikan sesuatu lebih baik, maka Anda tidak perlu meyakinkan orang untuk jatuh cinta terhadap produk itu kembali. Kebiasaan dan keakraban kita terhadap sesuatu begitu berkembang sehingga jika sebuah produk berbeda, maka kita akan langsung merasakannya, jauh dibandingkan jika produk itu terasa lebih baik atau buruk. Di sini kita harus bisa menciptakan semacam hubungan sebagaimana yang dimiliki orang-orang sebelumnya dengan produk itu, alih-alih mengubahnya secara drastis.” Ive kemudian mencontohkan perubahan antara iPad original 2010 dengan iPad Pro. “Saat kita meluncurkan iPad pada 2010, produk ini dianggap ajaib, karena ini adalah sesuatu yang mudah untuk dijelaskan. Anda bisa langsung meletakkan jari untuk memahaminya. Jadi dalam iPad Pro, kita mempertahankan hubungan yang telah dijalin sejak lama tersebut sebagai sesuatu yang primer, dan kemudian, menambahkan sesuatu yang sekunder untuk melengkapi dan meningkatkannya.” Ive memang tidak hanya asal bicara karena memang kesinambungan hubungan antara pengguna produk-produk Apple yang seolah tidak terputus menunjukkan konsistensi yang luar biasa, namun sekaligus memberikan inovasi yang berkelanjutan terhadap produk yang diperkenalkan sebelumnya.
Masa Sekolah
![](https://winpoin.com/wp-content/uploads/2019/09/Chingford_Mount_Old_Church_Road_Chingford_-_geograph.org_.uk_-_2638823.jpg)
Jonatan Paul Ive dilahirkan di Chingford, tepatnya pada tanggal 27 Februari 1967. Orangtuanya berasal dari kelas pekerja London yang hangat dan saling menyayangi satu sama lain. Michael John Ive, ayahnya, adalah seorang perajin perak, sementara Pamela Mary Ive, Ibu Jony, adalah seorang psikoterapis. Salah satu hal yang unik dari masa sekolah Jony adalah, Chingford Foundation School, sekolah dasar tempatnya belajar, nantinya akan lebih terkenal bukan karena nama desainer utama produk-produk Apple sebagai alumninya, melainkan karena David Beckham nantinya juga bersekolah di sana.
![](https://winpoin.com/wp-content/uploads/2019/09/Beckham.jpg)
Sekolah dasar merupakan masa yang berat bagi Jony. Dia didiagnosis menderita gangguan belajar disleksia (ini adalah penyakit psikologis yang menjadikan seseorang susah untuk mengenali huruf dan belajar membaca). Meskipun demikian, Jony memiliki rasa ingin tahu yang besar mengenai cara kerja berbagai barang. Dia begitu penasaran mengenai bagaimana serangkaian komponen menyatu menjadi sebuah perangkat yang bekerja. Ketika anak-anak seusianya (sebagaimana warga London yang baik, hobi bermain bola), Jony dengan hati-hati mempreteli radio dan cassette recorder. Dia tertarik bagaimana cara kerja setiap komponen. Setelah meneliti setiap komponen, dia akan memasangnya satu per satu kembali, dan jika saat dipasang perangkat tersebut tidak bekerja, maka dia akan mempelajari bagaimana menyatukan komponen-komponen itu kembali hingga bekerja!
Sebagai seseorang yang juga terampil, Mike Ive sangat mendukung hobi putranya ini. Dia membahas tentang cara kerja berbagai barang dan desain dengan Jony, bahkan seakan membahas benda-benda tersebut dengan rekan kerjanya sendiri. Meskipun saat itu Jony belum melihat gambaran yang lebih besar terkait hobinya tersebut, namun dia sangat menikmati momen-momen tersebut.
Mike Ive sendiri bukan seorang perajin biasa. Selain mengerjakan kerajinan perak, Mike juga mengajarkannya, bahkan mendapatkan gelar dari Kementrian Pendidikan Inggris sebagai Her Majesty’s Inspector (yang menunjukkan bahwa keahliannya diakui oleh Ratu). Mike bertanggung jawab untuk memantau kualitas pengajaran keterampilan di sekolah-sekolah. Fokus utama ayah Jony ini adalah desain dan teknologi (sepertinya akan berpengaruh besar terhadap perkembangan putranya). Sebegitu besar pengaruh Mike Ive terhadap dunia sekolah kejuruan Inggris, dia bahkan ikut serta menyusun kurikulum untuk sekolah-sekolah kejuruan dan memantau kualitasnya. Prestasi Mike ini lebih bersinar lagi saat Tony Blair naik sebagai Perdana Menteri Inggris, karena Blair dikenal akan fokusnya yang luar biasa terhadap pendidikan di Inggris. Di bawah pengaruh Mike, Design Technology, bidang studi yang menjadi andalannya, dikenal sebagai salah satu yang terbaik di Eropa.
Bapaknya ahli (dan gila) desain, dan anaknya sejak kecil tertarik pada cara kerja berbagai perangkat teknis – Bisa kita bayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Masa kecil Jony penuh dikelilingi nuansa industri kerajinan dan desain. Bahkan salah satu hadiah Natal yang paling membahagiakan bagi Jony adalah ketika dalam suatu momen Natal, ayahnya memberikan hadiah berupa ‘hak untuk berada di studio selama 24 jam’. Studio milik Mike memiliki peralatan yang lengkap dengan berbagai pernak-pernik desain, benar-benar ‘menyilaukan’ bagi Jony. Ini adalah hadiah Natal yang sudah lama diimpikannya. “Saya selalu memahami keindahan kerajinan yang dibuat dengan tangan,” ujar Jony kepada Walter Isaacson, penulis biografi Steve Jobs. “Saya menyadari bahwa hal yang terpenting adalah seberapa besar perhatian dan detail yang kita tuangkan saat membuat sesuatu. Hal yang paling menyebalkan bagi saya adalah ketika saya melihat sebuah benda yang dibuat secara ceroboh.”
Mike juga sering mengajak Jony kecil berkeliling London mengunjungi berbagai studio, agensi, dan juga sekolah-sekolah desain. Salah satu yang paling dikenang Jony adalah ketika dia diajak mengunjungi sebuah studio desain mobil di London. “Pada saat itu saya menyadari bahwa menciptakan ‘kerajinan’ dalam skala industri merupakan hal menarik yang ingin saya lakukan sepanjang hidup saya!”
Walton High School
![](https://winpoin.com/wp-content/uploads/2019/09/Young-Jony-Ive.jpg)
Pada awal 80-an, Jony mendaftar ke Walton High School, salah satu sekolah yang memiliki status ‘elit’ di Stafford. Meskipun gila desain, bahkan di tingkat nerdie, Jony memiliki kharisma tersendiri dan cukup populer di antara ‘anak SMA biasa’. Dia memiliki lingkaran pertemanan yang positif dan ikut serta dalam beberapa aktivitas ekstrakurikuler di sekolah.
Walton sendiri merupakan salah satu sekolah yang sudah memeluk teknologi modern, memiliki laboratorium dengan beberapa komputer canggih, sesuatu yang belum dianggap umum di era tersebut. Akan tetapi Jony tidak begitu suka berada di sini, mungkin karena disleksia yang dialaminya, menjadikan dia kurang menikmati aktivitas dengan komputer yang saat itu sedang tren. Namun tidak ada yang membantah bahwa betapa anak ini sangat berbakat dalam hal desain. Pada masa SMA, Jony pernah merancang sebuah ‘jam dinding pintar’. Jarumnya berwarna hitam dengan tanpa ada nomor tercantum di ‘wajah’ jam tersebut. Bodi jam tersebut dibuat dari kayu, namun teknologi jamnya menggunakan mesin kelas satu, yang meskipun tidak dibuat sendiri oleh Jony, namun tentu saja terlihat bagaimana upayanya menyesuaikan rangkaian mesin itu dengan desain kayu unik, seolah tanpa cacat. Teman-temannya bahkan sampai mengira ini adalah jam yang dibeli dari sebuah toko dengan harga mahal!
Selain itu, gambar-gambar desain yang dibuatnya semasa SMA mulai menjadi pusat perhatian bagi guru-gurunya. Namun tentu saja setelah mereka tahu bahwa Jony adalah putra Mike Ive, mereka berpikir “Wajar saja,” sebab Mike adalah salah satu tokoh terkemuka di dunia pendidikan teknologi desain di Inggris. “Gambarnya sangat brilian,” ujar Dave Whiting, teman Universitas yang sekelas dengan Jony. “Dia biasanya menggambar desain awal di atas kertas berwarna coklat, menggunakan pena putih dan hitam, yang mana sangat efektif, dan pada waktu itu merupakan sebuah trik baru bagu saya. Dia memiliki cara yang berbeda dalam menyajikan sebuah ide. Pemikiran-pemikirannya selalu inovatif dan segar.”
Guru SMA Jony bahkan dengan bangga memajang ‘coret-coretan’ anak didiknya tersebut di ruang guru. Dan meskipun pada waktu itu tidak ada yang mengira bahwa Jony akan menjadi kepala desain Apple yang bertanggung jawab atas banyak produk populer, mereka selalu membanggakan karya Jony yang terpajang di dinding ruang guru tersebut.
Guru-guru di Walton juga menyertakan desain proyek-proyek yang dibuat Jony ke perlombaan. Jadilah semasa SMA beberapa kali Jony memenangkan gelar Young Engineer of The Year Award yang disponsori oleh British Design Council. Ini merupakan sebuah prestasi yang membanggakan!
Kemenangan Jony dalam lomba tersebut, menarik perhatian Philip J. Gray, Managing Director firma desain terkemuka di London, Roberts Weaver Group. Menyaksikan karya Jony di perlombaan tersebut (dia hadir sebagai tamu), menjadikannya terkagum-kagum. “Dia membuat goresan garis yang sangat bagus hanya menggunakan pensil dan krayon,” kenangnya. “Kemudian kualitas pemikiran dan analisisnya juga nomor satu untuk seorang bocah enambelas tahun!”
Gray kemudian mengundang Mike dan Jony untuk mengunjungi kantor Roberts Weaver Group di London. Dalam makan siang yang sedikit bernuansa serius tersebut, Gray memberikan saran kepada Jony untuk mengembangkan keterampilan dan karirnya di dunia desain. Dia juga menyatakan kepada Jony bahwa dia bersedia memberikan rekomendasi kepada beberapa Universitas terkemuka untuk mengembangkan bakat Jony. Namun yang paling direkomendasikannya adalah Newcastle Polytechnic. Mike membalas dengan setengah bercanda: “Apakah Roberts Weaver Group bersedia mensponsori kuliah Jony hingga selesai?” – Pada saat itu biaya kuliah untuk universitas terkemuka yang disebut Gray adalah 1500 pound setahun. Cukup besar untuk keluarga kelas pekerja. Sebagai catatan, praktik ‘sponsor’ (atau di Indonesia kita lebih mengenalnya dengan istilah ‘Ikatan Dinas’ – membiayai kuliah seseorang dengan syarat bahwa orang tersebut harus bekerja kepada pemberi biaya sesudahnya) tidak lazim dilakukan di Inggris. Meskipun demikian Gray berucap. “Saya setuju! Jony adalah satu-satunya orang yang akan saya sponsori di RWG!” ujar Gray mantap. “Kami juga memiliki program magang, yang biasanya memungkinkan mahasiswa bekerja di kantor selama musim panas. Saya ingin Jony juga mengikuti program ini!”
Mike terkejut. Jantung Jony berdegup kencang dalam bahagia.
Episode Kisah Silicon Valley selanjutnya akan mengungkap bagaimana Jony mengembangkan bakatnya sebagai desainer muda di Inggris. Peringatan: Ini bakal jadi kisah yang panjang! Berpeganganlah erat-erat di kursi bersama Winpoin dalam perjalanan menelusuri kisah hidup pemuda yang nantinya akan dikenal sebagai mahaguru desain dari perusahaan paling populer di dunia!
Referensi:
Kahney, Leander. (2013). Jony Ive: The Genius Behind Apple’s Greatest Products. Amazon.
Phelan, David. (2018). Jony Ive Interview: Apple Design Guru on How He Created the New iPad and The Philosophy Behind It. Independent.