Kisah Silicon Valley #152 – Inisiatif Outsourcing Total dari Tim Cook

Greg Joswiak via Engadget

“Saya sangat ingat momen ketika Steve mewawancarai Tim secara langsung, karena ketika kembali kepada kami, Steve kelihatan berseri-seri lalu menceritakan konsep operasi yang jelas dia pelajari saat melakukan wawancara dengan Tim,” kenang Greg Joswiak, salah seorang pegawai veteran Apple. “Baru wawancara saja, Tim sudah memberikan dampak sangat besar pada pemikiran operasional, bahkan sebelum dia dipekerjakan. Perlu dicatat bahwa saat itu kami melakukan operasional dengan sangat buruk, utamanya dalam mengelola biaya. Ditambah lagi buruk dalam menangani inventaris, tagihan, dan banyak hal lagi.”

Joswiak menambahkan, “Tim super cerdas! Dia bukan cuma orang operasional biasa yang mencorat-coret dokumen operasional dan menyuruh orang lain untuk melakukan ini dan itu, tapi dia juga memiliki ‘pikiran bisnis’. Dia melakukan kalkulasi yang bukan sekadar memperbaiki situasi, tapi juga bagaimana cara menguntungkan Apple dalam jangka panjang!”

Revolusi Apple oleh Tim Cook

Deirde O’Brien via Apple

“Hingga hari ini, saya masih ingat hari pertama ketika bertemu Tim secara langsung,” ujar Deirdre O’Brien, karyawan wanita veteran Apple yang sudah mulai bekerja sejak Steve Jobs meluncurkan MacIntosh pertama pada akhir tahun 1980. “Saya ingat bahwa dia adalah orang yang sangat fokus. Dia luar biasa bersemangat dengan pekerjaannya di Apple. Dia sadar bahwa dia punya pekerjaan besar yang harus dilakukan, dan dia menjadikan itu sebagai misinya.”

O’Brien menceritakan bahwa sesi perkenalan dengan Tim Cook pada waktu itu dilakukan di ruang konferensi dengan sejumlah staf operasi Apple. Rapat tersebut singkat. Cook memperkenalkan diri dan mengatakan kepada staf bahwa mereka menghadapi tantangan yang membentang. Akan ada banyak perubahan, dan ini mungkin mencakup pemangkasan jumlah staf. Perkataan terus terang Cook tersebut sempat menjadikan seisi ruangan heboh, bahkan beberapa orang mengungkapkan ‘opini negatif’ terhadap orang baru ini. Namun O’Brien sendiri merasa bahwa Apple memang perlu perubahan besar untuk ‘kembali ke jalurnya’. “Sebelum ini kami juga sering mengalami perubahan kepemimpinan, jadi keadaan di divisi operasi memang cukup kacau balau. Pada saat seperti ini sangat sulit untuk menarik talenta yang hebat ke Apple, dan saya sudah mendengar banyak hal yang baik tentang Tim.. Sangat jelas bagi saya bahwa sejak awal tim akan menjadi seseorang yang bisa Anda andalkan.”

Setelah Tim menyampaikan visinya, banyak orang yang meninggalkan Apple secara sukarela. Mereka merasa tidak cocok bekerja di bawah arahan ‘pemimpin baru’ ini. Pada saat itu banyak pekerjaan di Silicon Valley dan banyak sekali perusahaan yang dengan senang hati akan mempekerjakan ex-Apple. Namun Tim Cook tidak goyah dengan situasi ini dan tetap mempertahankan visinya. Satu demi satu dia memilih orang yang dirasa pas untuk menjalankan rencananya. O’Brien menjadi bagian dari tim operasi inti. Dalam tim ini, O’Brien bekerja dengan beberapa tokoh penting, seperti Jeff Williams, yang nantinya akan menjadi tangan kanan Tim Cook (dan selanjutnya ketika Tim Cook menjadi CEO, Jeff Williams menjadi COO, menggantikan posisi Tim Cook sebelumnya). Bill Fredericks, ahli logistik yang cukup ternama juga menjadi bagian dari tim operasi inti. Setelah menyusun orang-orang yang dibutuhkan untuk rencananya, maka Tim Cook mulai mengambil tindakan, yang ternyata memang sangat radikal!

Hanya dalam waktu 7 bulan setelah tiba di Apple, Cook telah berhasil mengurangi penyimpanan stok komponen dari periode perawatan yang biasanya 30 hari menjadi hanya enam hari saja. Dalam waktu singat, dia telah mengubah sistem pengoperasian Apple dengan perhatian yang sangat detail pada semua proses produksi. Keputusan Jobs untuk memotong lini produk Apple menjadi empat model saja menjadikan operasi perusahaan menjadi lebih mudah. Sementara itu, Cook juga menggunakan fokus yang serupa dengan yang digunakan Jobs untuk mengurangi pasokan komponen produksi Apple, sehingga nantinya lebih sedikit penyimpanan komponen yang tidak diperlukan. Salah satu inovasi yang dilakukan Cook adalah membujuk NatSteel, pemasok papan sirkuit Apple untuk membangun pabrik lebih dekat dengan pabrik Apple yang lain di Irlandia, California, dan Singapura. Dengan memindahkan pemasok lebih dekat ke pabrik akan menjadikan proses distribusi lebih mudah, karena komponen bisa dikirimkan lebih cepat dan lebih sering.

Outsourcing menjadi salah satu trik yang paling menonjol dilakukan Apple pada era Tim Cook. iMac G3 adalah contoh yang paling mudah. Sebelumnya perangkat ini diproduksi di pabrik milik Apple sendiri, dengan pengecualian case dan monitor yang kesemuanya disuplai dari LG Electronics. Ketika Cook mengambil alih pengoperasian, dia melakukan outsourcing lebih banyak komponen produksi ke LG. Demikian juga komponen-komponen lain.

Produksi dengan cara outsourcing menjadi cara Cook untuk membantu mengatasi salah satu permasalahan terbesar Apple, yaitu penyimpanan komponen tidak terpakai. Perusahaan kini tidak perlu melakukan perawatan pada komponen yang berlebih karena ini merupakan tanggung jawab perusahaan outsourcing dan ini menjadikan Apple menghemat biaya dalam jumlah besar. Gudang yang biasanya digunakan untuk menyimpan komponen produksi, kini lebih banyak digunakan untuk menyimpan produk jadi saja.

‘Kebencian’ Cook pada tumpukan komponen produksi yang tidak digunakan ini kurang lebih sama dengan kebencian Jobs pada desain yang tidak pas. Dia bahkan sering mengungkapkan bahwa tumpukan komponen produksi merupakan sebuah ‘kejahatan’. Nyatanya ini penting sekali bagi Apple karena pada era Steve Jobs dulu, sering sekali ketidakefisienan semacam ini bahkan berpengaruh ke kelangsungan perusahaan. Sebagai contoh, Macintosh generasi pertama diproduksi di Fremont, California. Steve Jobs tadinya mencanangkan bahwa pabrik ini akan menjadi ‘pabrik masa depan’ yang terbaik di industri komputer. Tapi tidak lama pabrik ini malah ditutup karena Apple tidak pernah menjual cukup komputer untuk memenuhi kapasitas pabrik (sebagai catatan, kalau produksi sebuah pabrik terlalu sedikit, maka pabrik akan merugi jika melanjutkan produksi). Jadi meskipun sepertinya melakukan hal mendasar, tindakan Cook ini memengaruhi langkah Apple secara keseluruhan. Dengan skema produksi yang stabil ini, bahkan Apple bisa melakukan perkiraan penjualan dengan sangat akurat dan menjadikan para pemegang saham semakin tenang karena menyaksikan proyeksi penjualan yang membaik.

Awal Hubungan Foxconn dengan Apple

Foxconn via South China Morning Post

Apple berubah dengan drastis selama tahun pertama Tim Cook di perusahaan ini. Setelah melaporkan kerugian sebesar lebih dari USD 1 miliar pada tahun 1997, Apple menyaksikan adanya profit, meskipun hanya sedikit, pada akhir tahun 1998. Ini merupakan tanda perubahan yang positif. salah satu penunjang keuntungan ini adalah iMac G3 yang laris terjual. Namun meskipun sudah mendapatkan keuntungan, jalan yang dilalui Apple masih sangat terjal karena produksi iMac G3 memerlukan biaya yang sangat besar. Apple perlu mengurangi biaya produksi sesegera mungkin.

Kompleks pabrik LG Electronics via LG

Pada awalnya, produksi iMac ini dilakukan secara outsourcing sebagian kepada LG. Namun pada tahun 1999, Apple menyerahkan produksi iMac sepenuhnya kepada LG. Bahkan setelah permintaan terus meningkat, LG menyatakan mereka tidak mampu menangani produksi iMac sendirian. Ini menjadikan Apple kemudian merangkul Don Hai Precision Industry Company Ltd, sebuah perusahaan Taiwan yang lebih terkenal dengan nama: Foxconn! Sebelumnya Foxconn sudah familiar di kalangan pebisnis teknologi AS karena mereka melakukan pekerjaan yang luar biasa dengan menjadi mitra Dell. Ya, Foxconn adalah perusahaan yang menangani produksi dan pasokan untuk banyak laptop produksi Dell!

Perusahaan ini didirikan pada tahun 1974, kurang lebih pada tahun yang sama dengan berdirinya Apple, oleh Terry Gou. Saat itu, pendiri Foxconn tersebut masih berusia dua puluh empat tahun dan memulai bisnis tersebut dengan berutang pada ibunya sendiri dengan modal sebesar USD 7.500.

Terry Gou via Forbes

Etos kerja Gou yang luar biasa ini sangat diakui oleh kalangan pebisnis Taiwan, termasuk tuntutannya yang luar biasa kepada para karyawannya agar bekerja sekeras dirinya. Ini menjadikan budaya kerja di Foxconn semi-militer. Perintah dari atasan tidak boleh dibantah dan harus diselesaikan. Tidak ada toleransi untuk kesalahan atau inefisiensi. Jika pekerja melakukan kesalahan, maka dia akan diperingatkan secara terbuka di hadapan para pekerja lainnya. Jika pekerja yang sama melakukan kesalahan yang sama lagi, maka dia akan dipecat!

Banyak perangkat elektronik konsumen, termasuk produk-produk Apple, hampir seluruhnya dirakit dengan tangan, dan saking rapinya, orang akan menduga bahwa ini dirakit oleh robot atau mesin otomatis. Tentu saja ada beberapa bagian yang dilakukan secara otomatis, misalnya logicboard milik iPhone. Namun perakitan setiap komponennya, dilakukan dengan tangan dan harus melewati pengujian kualitas yang sangat teliti. Bukan saja produksi smartphone Apple, Foxconn saat ini juga menangani banyak produksi dari perusahaan-perusahaan terkemuka seperti Google, Samsung, dan beberapa perusahaan smartphone Tiongkok lain!

Bagi banyak orang di dunia barat, kompleksitas pabrik Foxconn ini mungkin diluar imajinasi para pebisnis lain. Pabrik ini memiliki asrama pekerja yang mungkin terbesar di dunia, dilengkapi restoran, rumah sakit, supermarket, dan fasilitas yang biasa ada di sebuah kota. Bahkan area Foxconn sudah seperti kota sendiri yang keamanannya dijaga dengan sangat ketat.

Dengan skala sebesar itu, mungkin sulit dibayangkan bahwa kunci sukses Foxconn adalah ‘tenaga kerja yang murah’. Foxconn bisa mengerjakan segala sesuatu dengan fleksibel karena mereka memiliki hingga 1,3 juta karyawan di kompleks pabrik tersebut, sebagian besar bahkan tinggal di pabrik. Yang mengejutkan adalah bagaimana Foxconn melatih para pekerja tersebut hingga memiliki skill yang sangat andal (bisa merakit perangkat elektronik dari berbagai perusahaan terkemuka dunia), namun dibayar dengan sangat murah. Kunci keberhasilan mereka adalah perekrutan dari desa-desa miskin di Tiongkok, bahkan konon tim Foxconn mengangkut para pekerja dalam jumlah besar dari satu desa miskin sekaligus. Dengan melihat standar gaji di Foxconn dan beban kerjanya, Foxconn sering dikritik melakukan ‘perbudakan modern’ dan bagaimana media yang masuk ke kompleks pabrik tersebut menggambarkan situasi kerja di Foxconn ‘sangat memukul nurani’.

via CNBC

Namun tidak bisa dibantah bahwa sistem ini menjadikan mereka bisa menawarkan kemampuan manufaktur kepada perusahaan-perusahaan tingkat dunia dengan sangat presisi dan kualitas terjamin, dan tentu saja dengan harga sangat murah! Apple pun masuk di antara perusahaan yang mengikat kemitraan erat dengan Foxconn berkat jaminan kualitas dan harga murah yang ditawarkan. Ini menjadikan media internasional dan Amerika sendiri getol mengkritik Apple karena dengan demikian mereka seolah menutup mata terhadap praktik perbudakan modern. Apalagi Tim Cook sering memberikan retorika tentang kesejahteraan karyawan, media langsung mencapnya munafik karena kemitraan dengan Foxconn ini utamanya karena inisiatif Tim Cook!


Pada episode selanjutnya, Tim Cook perlahan-lahan ‘mendaki’ tangga kepemimpinan di Apple, hingga akhirnya menjadi orang nomor dua setelah Steve Jobs. Seorang Chief Operating Officer Apple yang baru!

Referensi:

Kahney, Leander. (2019). Tim Cook: The Genius Who Took Apple to the Next Level. Penguin.

Kiki Sidharta

Penulis Winpoin yang paling sering minta dimaklumi kalau lagi lama nggak nulis | Dengan senang hati menjawab pertanyaan seputar Windows Phone lewat akun Twitter @kikisidharta

Post navigation