Pada tanggal 16 Juli 1969, lima mesin F-1 mengangkat roket Saturn V bersama pesawat ulang alik Apollo 11 yang beratnya mencapai 6,2 juta pon ke ruang angkasa. Kekuatan yang dibutuhkan untuk menerbangkan roket tersebut setara dengan melontarkan 400 gajah dewasa di saat yang bersamaan. Jeffrey Preston Jorgensen, yang saat itu berusia 5 tahun, menonton dengan pandangan mata yang berbinar-binar. Bersamaan dengan mendaratnya roket tersebut ke bulan dan untuk pertama kalinya menjadikan tiga orang manusia menjejak bulan, kata-kata menara kontrol yang disiarkan langsung oleh televisi ke seluruh AS tersebut terus terekam di benak Jeffrey, “Tranquility Base di sini. Elang sudah mendarat”.
Jeffrey Preston Jorgensen, anak Texas yang terkagum-kagum pada prestasi pendaratan manusia ke bulan tersebut, nantinya akan populer di seluruh dunia dengan nama lain: Jeff Bezos.
Masa Kecil
Jeffrey Preston lahir pada tanggal 12 Januari 1964 di Albuquerque, New Mexico. Ayah biologisnya, Ted Jorgenson, adalah atlit sepeda roda satu setempat yang populer dan merupakan anggota tim Unicycle Wrangler yang juga melakukan banyak pertunjukan dan sirkus di kota Albuquerque. Pernikahan Jacklyn, ibu Jeffrey, hanya bertahan tak sampai satu tahun. Jeffrey sendiri tidak pernah merasakan kasih sayang ataupun kehadiran sang ayah, sebagaimana diungkap dalam wawancaranya dengan Wired pada tahun 1999, “Kenyataannya, meskipun secara alami dia adalah ayah saya, namun saat saya memikirkannya, terus terang, hanyalah saat dokter meminta saya mengisi formulir dengan nama ayah saya.”
Nama ‘Bezos’ diperolehnya dari sang ayah tiri, Mike Bezos, orang Kuba yang bekerja di University of Albuquerque. Setelah menikah, keluarga baru ini pindah ke Houston, Texas. Mike bekerja sebagai teknisi di Exxon, sebuah perusahaan minyak dan gas yang hingga kini tetap merupakan salah satu yang terbesar di dunia.
Jeff Bezos dikenal memiliki ketertarikan pada Fisika sejak kecil serta keterampilan di bidang mekanik. Di masa kanak-kanaknya, dia memodifikasi tempat tidur bayi adiknya dan menyambungkannya dengan alarm yang akan berbunyi jika adiknya (yang masih bayi) berupaya untuk turun dari tempat tidur, sehingga dia bisa menjaga sang adik secara efektif.
Pendidikan bisnis Bezos yang pertama adalah sebuah perkemahan musim panas untuk kelas empat yang disebut The Dream Institute. Begitu sukanya dia akan materi yang diajarkan oleh perkemahan musim panas tersebut, Bezos menghadirinya lagi berturut-turut pada kelas lima dan enam.
Saat lulus SMA, Bezos melanjutkan kuliah di Princeton University. Dia jatuh cinta pada komputer yang memang berkembang pesat pada era 80-an dan 90-an. Meskipun demikian, Bezos menolak tawaran kerja dari Intel, Bell Labs, dan Andersen Consulting yang merupakan perusahaan komputer terkemuka pada masa itu. Bezos memilih bergabung dengan sebuah startup bernama FITEL. Bezos adalah karyawan kesebelas FITEL dan karena kecemerlangannya segera dipromosikan sebagai kepala divisi pengembangan dan direktur customer service di perusahaan itu.
Setelah itu, Bezos menikmati jabatan sebagai vice president di firma investasi D.E. Shaw. Perusahaan ini berfokus pada penerapan ilmu komputer ke pasar saham, hal yang disukai oleh Bezos. Di sinilah dia bertemu dengan (calon) istrinya, MacKenzie, yang juga lulus dari Princeton. Jeff akhirnya menikahi gadis ini pada tahun 1993.
Amazon
Dari pekerjaannya melakukan perhitungan terhadap pangsa saham perusahaan komputer, Bezos mendapati fakta bahwa World Wide Web tumbuh sebesar 2300% sebulan. Di sini Bezos mulai memahami prospek menjual barang secara online!
Pada tahun 1994, Bezos keluar dari D.E. Shaw dan pindah ke Seattle. Berbekal ide ‘menjual barang online’, Bezos mempertimbangkan kemungkinan produk apa yang bakal sukses dijualnya secara online. Pada akhirnya, buku adalah hal yang menarik perhatiannya karena banyaknya jenis buku yang bisa dijual, dan tentu saja: karena dia gemar membaca!
Keuntungan lain dari toko internet adalah, dia tidak perlu membayar pajak karena dia tidak memiliki ‘toko buku fisik’. Semua kalkulasi ini dijadikannya sebuah presentasi, dan Jeff berkeliling untuk mengumpulkan modal guna memulai bisnisnya. Proposal bisnisnya sepertinya sangat meyakinkan karena Bezos berhasil menggalang dana hingga USD 1 juta hanya dari keluarga dan teman-temannya saja.
Bezos pada awalnya menamakan perusahaannya “Cadabra” pada 5 Juli 1994, namun dia segera mengganti nama perusahaannya karena khawatir orang salah membacanya sebagai “cadaver” (mayat). Bezos sempat beberapa kali mengganti nama seperti Awake.com, Browse.com, Bookmall.com, dan Relentless.com, sebelum akhirnya menggunakan nama dan domain Amazon.com.
Suami istri yang baru menikah ini memulai bisnisnya di rumah dengan dua kamar tidur, dan seiring berkembangnya bisnis, buku-buku yang dijual Bezos mulai menumpuk hingga garasi. Pada bulan September 1995, penjualan buku Bezos sudah mencapai USD 20.000 per minggu. Sebuah jumlah yang fantastis!
Keuntungan yang terus meningkat ini menjadikan Bezos berniat untuk menjual sahamnya untuk publik (IPO). Timnya yang terdiri dari orang-orang hebat, antara lain mantan karyawan toko buku Barnes & Noble, perusahaan software Symantec, dan Microsoft – meyakinkan Bezos bahwa, “Jika kita melakukan ini dengan benar, kita akan menjadi perusahaan bernilai USD 1 miliar pada tahun 2000.”
Pada saat melakukan IPO, Amazon berhasil menggalang dana hingga USD 54 juta, pangsa pasar toko buku online yang mereka raih mencapai USD 438 juta dan selama setahun belakangan, terjadi pertumbuhan hingga 900 persen! Para karyawan awal Amazon langsung menjadi multi miliuner di tahun itu, dan Bezos sendiri dinobatkan Time sebagai Person of the Year 1999.
Blue Origin dan Penyelamatan Apollo 11
“Saya ingin membangun hotel di luar angkasa, taman bermain, dan koloni untuk 2 juta atau 3 juta orang di orbit. Tujuan utama saya adalah agar bisa mengevakuasi umat manusia saat bumi berada dalam kepunahan. Planet akan menjadi taman bermain.”
Kelihatan muluk? Itu adalah wawancara pada Jeff Bezos yang masih berusia 18 tahun kepada harian Miami Herald pada tahun 1982. Saat itu Bezos diwawancara sebagai lulusan terbaik SMA-nya (valedictorian). Bertahun-tahun kemudian pun, impiannya terhadap roket, ekspedisi ruang angkasa, dan pendaratan di planet belum pernah pudar, bahkan makin menyala.
Tahun 1999, setelah menonton film biopic October Sky, Jeff Bezos mengundang penulis fiksi-ilmiah Neal Stephenson untuk mendiskusikan kemungkinan membuat sebuah perusahaan berfokus ruang angkasa. Hampir tak membuang waktu, setahun kemudian Blue Origin didirikan dan mulai mengembangkan sistem propulsi roket dan kendaraan peluncur. Seperti karakter Bezos, perusahaan ini terkenal sangat ‘pendiam’. Tidak pernah mengutarakan dengan jelas apa yang sedang mereka lakukan kepada publik.
Pada Januari 2005, Bezos baru mengaku kepada editor Van Horn Advocate bahwa Blue Origin sedang mengembangkan kendaraan sub-orbital space alias pesawat ruang angkasa yang dapat beroperasi di sub-orbit bumi yang mana akan meluncurkan roket dan membawa tiga astronot atau lebih ke ‘tepian ruang angkasa’ (batas antara orbit bumi dan angkasa luar).
Pada bulan Juli 2013, dengan gelora membara untuk mewujudkan impian masa kecilnya, Bezos mendanai misi mengumpulkan potongan-potongan mesin roket F-1 dari era Apollo 11 yang terkubur di samudera Atlantik. Misi ini dirancang cukup lama (dan diam-diam) oleh Bezos. Dengan kalkulasi yang luar biasa (serta keberuntungan – seperti diakui Bezos sendiri), tim yang dibiayainya berhasil mengangkat dua potong mesin F-1 yang dulu merupakan mesin pendorong Apollo 11 dan mengangkut Neil Armstrong, Buzz Aldrin, dan Michael Collins ke bulan, tepat sehari sebelum perayaan 44 tahun peluncuran Apollo 11 ke bulan!
Bezos dengan penuh haru memberi selamat pada Tim Kansas Cosmophere and Space Center yang berhasil mengangkat potongan mesin bersejarah tersebut. “Besok adalah tepat 44 tahun yang lalu, Neil Armstrong menapakkan kaki di bulan, dan kini kita telah memulihkan saksi teknologi canggih penting yang telah memungkinkan semua prestasi itu.” Tulis Bezos dalam blognya. Mesin tersebut kini disimpan di Museum of Flight di Seattle.
Nampaknya keberhasilan mengangkat mesin F1 milik Apollo 11 ini mengilhami Bezos untuk melangkah lebih jauh. Pada tanggal 24 November 2015, Blue Origin masuk headline surat kabar dunia setelah berhasil mengirimkan roket bernama New Shepard ke sub-orbit dan mendarat dengan selamat ke landing pad setelah takeoff. Kesuksesan ini bahkan mendahului SpaceX milik Elon Musk yang juga sangat ambisius dalam hal eksplorasi ruang angkasa. Catatan: Sebenarnya sebagian saham Blue Origin juga dimiliki oleh Elon Musk – menunjukkan betapa pengusaha ini memang begitu tergila-gila pada roket sehingga bahkan membagikan dananya untuk perusahaan roket saingan. Meskipun demikian, Elon kelihatan agak kesal karena dia ‘mengecilkan’ keberhasilan Bezos dengan mengatakan “Kalau cuma suborbital flights sih, Grasshoper dari SpaceX juga sudah 6 kali melakukannya 3 tahun lalu” lewat Twitter.
@JeffBezos Not quite “rarest”. SpaceX Grasshopper rocket did 6 suborbital flights 3 years ago & is still around. pic.twitter.com/6j9ERKCNZl
Elon Musk (@elonmusk) November 24, 2015
Setelah mencapai misi masa kecilnya, Bezos masih menorehkan satu prestasi lagi yang juga bakal menghebohkan seluruh dunia. Ikuti di Kisah Silicon Valley #55 – Orang Terkaya di Dunia Bukan Lagi Bill Gates.
Referensi
Astrum Team. (2018). Jeff Bezos Biography: Success Story of Amazon Founder and CEO. Astrum People.
Gregersen, Hal. (2013). Amazon’s Jeff Bezos and Apollo 11. He’s Still Innovating. Knowledge.Insead.
Landau, Elizabeth. (2013). Amazon CEO says discovery is Apollo 11 rocket engines. CNN.
Likens, Terri. (2018). Thanks to Jeff Bezos, two rockets from the Apollo 11 mission retrieved from two miles below surface of Atlantic. VintageNews.