Meskipun sedikit terlambat, namun saya kali ini ingin mengulas mengenai perubahan arah Microsoft yang didasarkan oleh gaya kepemimpinan CEO sebelumnya, dan CEO yang tengah menjabat sekarang. Mengapa? Karena dengan memperhatikan perbedaan gaya memimpin tersebut, kita dapat melihat orientasi Microsoft ke depannya serta mungkin dapat dijadikan pelajaran bila kamu saat ini tengah memimpin sebuah perusahaan dan memiliki visi untuk menjadikan perusahaanmu sebagai salah satu yang terbaik di dunia.
Ballmer menjabat sebagai CEO di Microsoft sejak tahun 2000 dan resmi digantikan oleh Satya Nadella pada 4 Februari 2014. Ballmer sering disalahkan atas turunnya nilai kapitalisasi pasar (market cap – nilai yang dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan nilai saham) Microsoft. Pada tahun 2000, Microsoft memiliki nilai kapitalisasi pasar sebesar USD 510 miliar dan merupakan perusahaan paling berharga di dunia (sebagai perbandingan, Apple memiliki nilai kapitalisasi pasar USD 4,8 miliar saat itu). Dan pada Juni 2012, nilai kapitalisasi pasar Microsoft jatuh ke angka USD 249 miliar (di saat yang sama, nilai kapitalisas pasar Apple adalah USD 541 miliar). Tentu saja ini menjadi alasan utama Direksi Microsoft mendepak Ballmer yang sudah bertahta sepuluh tahun di Microsoft.
Lalu bagaimana dengan era Nadella? Meskipun terhitung baru setahun berkuasa, pria keturunan India yang kalem ini dinilai telah mengembalikan ke jalurnya. Microsoft mulai dibicarakan kembali di mana-mana karena berbagai produk yang visioner.
Namun tentu saja kita tidak dapat melupakan Ballmer. Sebagai CEO, ada kelebihan dan kekurangan, kesalahan dan kemenangan yang diraihnya, yang mungkin dapat kita pelajari bila membandingkannya dengan Nadella, serta menjadikan kita dapat membaca arah visi Microsoft ke depannya!
Gestur: Semangat Berapi-Api vs Ketenangan
Gestur adalah salah satu contoh perbedaan dua CEO raksasa software ini. Ballmer memiliki hasrat yang berkobar, semangat yang seakan tak pernah habis, bahkan sering disindir sebagai ‘badut’-nya Microsoft karena berbagai aksi komikal yang kadang dilakukannya selama menjabat sebagai CEO.
Sebagai contoh, Ballmer yang saat itu berusia 57 tahun, pernah melompat keluar dari kue tart di acara ulang tahun Microsoft ke-25 di Safeco Field Seattle, dan berlari keliling ruangan untuk melakukan tos dengan seluruh hadirin. Pernah di sebuah pesta perpisahan karyawan Microsoft, Ballmer kelihatan sesenggukan ketika lagu “(I’ve Had) The Time of My Life” diputar. Ya, Ballmer tak ragu-ragu menunjukkan sisi emosionalnya. Seperti halnya tak ragu menyerang kesana kemari ketika ada yang ‘mengganggu’ Microsoft.
Gaya meledak-ledak Ballmer ini berbeda 180 derajat dengan Nadella yang cenderung tenang, kalem, dan lebih mirip seorang dosen Fakultas Teknik. Nadella memiliki gestur yang tertata, senyum yang terukur, dan aura seorang filsuf.
Latar Belakang: Bisnis dan Pemasaran vs Insinyur
Perbedaaan antara Ballmer dan Nadella sudah tampak dari latar belakang pendidikan mereka. Nadella – seperti yang sudah kamu duga dari penampilannya – adalah insinyur teknik elektro dan ilmu komputer. Gelar MBA diperolehnya setelah bekerja di Microsoft dan mengambil program kelas akhir pecan (semacam ekstensi di universitas kita). Ballmer adalah seorang pebisnis terdidik yang memiliki spesialisasi dalam penjualan dan pemasaran.
Ballmer menggemari basket, dan seorang defender handal yang tak segan ‘bermain kotor’ untuk memenangkan pertandingan. Nadella menyukai kriket – seperti kebanyakan orang India – namun mengakui bahwa dia bukan pemain bagus dalam olah raga tersebut.
Komunikasi Kerja: Perusahaan yang Utama vs Keluarga yang Utama
Dalam email pertamanya sebagai CEO Microsoft, Nadella mengungkapkan sisi personalnya kepada seluruh karyawan Microsoft. Nadella menyebut keluarga adalah hal yang utama dan patut menjadi perhatian utama bagi karyawan Microsoft. Berikut ini nukilan email dari Nadella:
I am 46. Ive been married for 22 years and we have 3 kids. And like anyone else, a lot of what I do and how I think has been shaped by my family and my overall life experiences. Many who know me say I am also defined by my curiosity and thirst for learning. I buy more books than I can finish. I sign up for more online courses than I can complete. I fundamentally believe that if you are not learning new things, you stop doing great and useful things. So family, curiosity and hunger for knowledge all define me.
[Terjemahan: Saya berusia 46 tahun. Saya telah menikah selama 22 tahun dan kami memiliki 3 orang anak. Dan seperti halnya orang lain, banyak hal yang saya lakukan dan saya pikirkan dibentuk oleh keluarga dan keseluruhan pengalaman hidup saya. Banyak orang yang mengenal saya menyatakan bahwa saya memiliki keingintahuan dan rasa haus yang besar untuk belajar. Saya membeli buku lebih banyak daripada yang mampu saya baca. Saya mendaftar kursus online lebih banyak daripada yang bisa saya selesaikan. Pada dasarnya saya meyakini bahwa jika Anda tidak belajar hal yang baru, maka Anda akan berhenti melakukan hal yang besar dan bermanfaat. Jadi keluarga, keingintahuan, dan rasa lapar akan ilmu adalah tiga hal yang menjelaskan siapa diri saya.]
Ballmer, di sisi lain memiliki hasrat yang menggebu untuk memberikan hasil terbaik bagi perusahaan. Seluruh karyawan dituntut untuk memberikan nilai bagi Microsoft. Ini juga yang menjadikan pada ‘masa pemerintahan’ Ballmer, muncul atmosfir ‘saling tikam dari belakang’ di kalangan karyawan Microsoft. Ini karena Ballmer memberlakukan sistem peringkat yang didasarkan hasil. Demi hasil, dia menoleransi upaya ‘menyingkirkan’ karyawan yang berperingkat lebih tinggi dengan prestasi spesifik di Microsoft.
Pandangan Terhadap Kompetitor: Hajar vs Rangkul
Sebagai pebisnis sejati, Ballmer memiliki hasrat untuk berkompetisi yang sangat tinggi. Dia selalu menggelorakan semangat untuk lebih unggul daripada para pesaing lain di bidang teknologi. Orang-orang masih mengingat bahwa pada tahun 2009, di sebuah rapat perusahaan, dia mengambil sebuah iphone dari kantung karyawan Microsoft lalu menginjak-injaknya di depan publik (bukan berarti bahwa karyawan tersebut memiliki iPhone, Ballmer sebelumnya mempersiapkan iPhone tersebut sebagai bagian dari aksi teatrikal khas-nya). Kemudian pada acara Q&A Microsoft tahun 2012, dia mengejek OS Android sebagai OS yang “liar” dan “tidak terkontrol”.
Sementara itu Nadella jelas lebih kalem menanggapi persaingan. Pada rapat analis finansial di bulan September yang lalu, dia menggambarkan visinya tentang bagaimana software Microsoft seharusnya dapat dijalankan di iOS, Android, dan Windows secara setara. “Perusahaan bersifat heterogen, dan kita harus mengenali hal ini,” ungkapnya.
Dalam hal strategi, Nadella juga memberi petunjuk samar bahwa Microsoft akan perlahan meninggalkan software desktop tradisional dan memegang pendekatan “mobile first, cloud first“. Inilah mengapa software Microsoft seolah ‘dibagikan’ ke iOS dan Android. Microsoft juga mengutamakan layanan cloud seperti Office365 dan Azure. Dalam hal layanan cloud, Microsoft bahkan disebut memiliki posisi di atas Apple dan Google.
Nadella juga tidak ragu mengumumkan “open source secara internal”, dalam artian Microsoft secara terbatas, bersedia membuka diri kepada pengembang. Bahkan dalam pengembangan browser Edge, Nadella menyewa tim dari Mozilla dan komunitas ‘open web’ untuk menciptakan browser terbaik.
Fokus Perusahaan: Pemasaran vs Inovasi
Pada era Ballmer, Microsoft berupaya berfokus pada pemasaran. Ballmer terus berupaya memperluas pangsa pasar Microsoft dengan mengutamakan segmen enterprise serta juga terus menerus berperang melawan para pembajak software Microsoft (mungkin termasuk kita di Indonesia juga). Sayangnya hasilnya justru kontraproduktif. Dalam masa kepemimpinan Ballmer, pangsa pasar Microsoft terus menyusut dan Microsoft mengalami stagnansi, bahkan kecenderungan menurun nilai sahamnya.
Pendekatan yang berbeda diambil Nadella. CEO baru Microsoft ini mengungkapkan bahwa dia akan berfokus pada inovasi. Karena inovasi akan menjadikan Microsoft terus dibicarakan, dan secara otomatis ini akan meningkatkan pangsa pasar dan nilai saham – demikian pendapatnya. Dalam salah satu emailnya untuk para karyawan Microsoft, Nadella menulis, “Industri kita tidak menghormati tradisi — industri ini hanya menghormati inovasi. Jika tidak melakukan kesalahan, maka kita akan menuju tempat yang lebih besar!”
Setidaknya Nadella membuktikan tekadnya dengan banyaknya inovasi Microsoft setahun belakangan ini seperti Hololens dan konsep OS Universal (Windows 10). Memang perlu diakui bahwa ini sudah lama dirintis, namun terlihat jelas bahwa Nadella memberi perhatian lebih terhadap inovasi dari berbagai pengumuman tentang alat-alat canggih baru yang diluncurkan Microsoft.
Membaca Rencana Microsoft ke Depan Bersama Nadella
Dengan membandingkan karakter dua CEO tersebut, kita dapat membaca bahwa fokus Nadella ke depan sepertinya adalah inovasi. Sebagaimana latar belakang Nadella, Microsoft akan memberi porsi besar pada temuan produk-produk baru dan penyempurnaan produk yang dinilai gagal.
Fokus Microsoft pada Cloud juga tidak mengherankan. Sebelum menjabat sebagai CEO, Nadella adalah President of the Server & Tools Division yang bertanggung jawab menangani produk Cloud Microsoft, termasuk Azure yang sukses besar di kalangan enterprise.
Lalu bagaimana nasib Windows Phone di tangan Nadella? Sepertinya kamu tidak perlu khawatir. Dalam sejarahnya, Nadella bukan orang yang terlalu memikirkan angka penjualan dan pemasaran. Infrastruktur yang solid dan produk yang bagus merupakan hal utama yang ada dalam pikirannya. Oleh karena itu, walaupun dikenal sebagai salah seorang penentang akuisisi Departemen mobile Nokia, Nadella tidak akan ‘membuang’ warisan yang diserahkan kepadanya tersebut, karena OS Mobile merupakan salah satu dasar infrastruktur Microsoft untuk berbagai layanan yang akan diberikannya.
Kamu punya pendapat lain tentang kedua CEO ini serta arah Microsoft ke depannya? Silakan berbagi di kolom komentar!