Ketika ditanya, apa bagian yang benar-benar spesial dari membangun perusahaan, Stewart Butterfield, yang pernah jatuh bangun dalam melakukan itu menjawab dengan lugas, “Saya menyukai orang-orang yang menunjukkan kebaikan dengan saling membantu. Ini benar-benar sebuah dorongan besar. Tahukah Anda, ini memberi saya kekuatan saat pertama kali mengembangkan Flickr. Waktu itu kami benar-benar putus asa karena selalu dikejar biaya sewa. Tapi setelah ini mulai berjalan, kami benar-benar mendapatkan sedikit investasi. Ada Reid Hoffman yang menanamkan modal, ada Brett Bullington yang benar-benar malaikat waktu itu. Esther Dyson, investor paling baik di dunia saat kami kesusahan. Singkatnya, kami mendapatkan banyak dukungan dan itu menyenangkan. Rasanya seperti.. bukan bintang rock dan groupie-nya sih.. tapi seperti bermain musik dengan musisi berbakat lainnya. Itu analogi favorit saya dalam membuat software yang bagus.” Mungkin keasyikan dalam bekerja sama inilah yang menjadikan Butterfield menikmati jatuh bangunnya dalam membangun sebuah perusahaan. Bahkan perusahaan terbarunya yang sukses besar, adalah yang memudahkan untuk bekerja sama, saling terhubung dengan orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan: Slack!
Sarjana Filsafat yang ‘Belok’ ke Dunia Komputer
Pada saat dilahirkan, Stewart Butterfield sebenarnya tidak diberi nama ‘Stewart’. Namanya adalah Dharma Jeremy Butterfield, nama yang diberikan kedua orang tuanya untuk menghormati seorang psikiater yang membantu ibunya, Norma, saat melahirkan. Sayangnya, ‘Dharma’ tidak menyukai namanya. Untunglah menurut undang-undang yang berlaku, pada saat usianya mencapai 12 tahun, maka dia diizinkan untuk secara sah mengganti namanya. Karena masih polos, dia memilih nama ‘Stewart’ tanpa alasan yang khusus. Pilihan itu kadang disesalinya di kemudian hari, “Harusnya saya memilih nama lain. Tidak ada karakter baik dengan nama Stewart,” ujarnya sambil tertawa.
Stewart kemudian melanjutkan kuliah di University of Victoria Kanada di jurusan Filsafat. Setelah mendapatkan gelar sarjana, dia melanjutkan ke Cambridge, juga di jurusan Sarjana. Saat itu tren internet mulai melanda dunia, dan Stewart adalah salah satu orang yang ‘terjerat’ dalam tren itu.
Pekerjaan pertamanya – jauh di luar jurusan Filsafatnya – adalah di sebuah perusahaan dotcom yang sedang booming pada akhir era 90-an saat itu. Sayangnya, jenis pekerjaan perusahaan ini tidak etis. Ini adalah perusahaan yang memanfaatkan keyword yang salah dimasukkan dan mengarahkan pengguna ke situs iklan. Pada waktu itu, belum ada mesin pencari yang andal sehingga orang harus mengetikkan alamat website yang ingin dituju secara langsung. Ini memicu banyak salah ketik. Di sinilah lahan bermain perusahaan tempat Butterfield bekerja. Uniknya, di sinilah Stewart Butterfield bertemu jodohnya. Pada perjalanan bisnis perusahaan ke San Francisco, dia bertemu dengan seorang blogger bernama Caterina Fake, gadis yang dinikahinya kemudian pada tahun 2002.
Baru saja menikah, Steward, Caterina, dan seorang programmer bernama Jason Classon mendirikan sebuah perusahaan baru bernama Ludicorp. Ide dasarnya adalah membuat jenis game baru yang pengguna terus bermain tanpa kalah atau menang. Nama game ini adalah Game Neverending.
“Stewart waktu itu selalu muncul dengan puzzle dan game yang keren,” kenang Paul Lloyd, teman kuliah Butterfield yang dengan setia terus bekerja bersamanya di Ludicorp, Flickr di kemudian hari, dan terakhir, Slack.
Butterfield memang dikenal sangat kreatif dalam aneka macam ide unik untuk website, ditambah kegilaannya dalam merambah ranah teknologi internet yang belum dikenal banyak orang. Dia pernah menyelenggarakan kontes yang disebut “5K Competition” – Ini adalah lomba yang menantang orang-orang mendesain website dengan ukuran di bawah 5 kilobytes.
‘Sayembara’ ala Butterfield ini sangat populer dan diikuti oleh banyak orang dari seluruh penjuru dunia. Ini menjadikan Ludicorp menjelma menjadi semacam cult.
Di Ludicorp, ada kelompok penggemar tersendiri yang hobi memainkan game-game perusahaan ini. Cal Henderson adalah salah satunya. Pria ini mengelola situs penggemar untuk game-game yang dibuat Ludicorp. Henderson iseng meretas mailist internal perusahaan, dan mengungkapkan bug yang digunakannya untuk hacking. Butterfield kemudian mempekerjakannya.
Sebagai bagian dari upaya pengembangan bisnis Ludicorp, semua anggota hadir dengan beberapa konsep atau ide baru mengenai produk yang bisa mereka kembangkan, lalu mencoba melakukannya. Butterfield dan Henderson kemudian bergabung dalam satu tim yang berusaha untuk mengembangkan sebuah konsep ‘berbagi gambar’. Dalam tim mereka, ada lagi seorang engineer hebat yang mengarahkan proyek, yaitu Eric Costello. Uniknya, Henderson sebetulnya ‘sedikit ditipu’ untuk mau mengerjakan hal ini. “Stewart berjanji kepada saya bahwa saya bisa mengerjakan proyek game lagi kalau selesai mengerjakan Flickr,” ujarnya sedikit kesal. “Nyatanya proyek ini perlu waktu sampai lima tahun.”
Peluncuran Produk yang Belum Selesai
Pada bulan April 2004, Butterfield dijadwalkan untuk tampil di Konferensi O’Reilly yang diberi tajuk Etech di San Diego. Di sini seharusnya dia membagikan wawasan mengenai inovasi-inovasi dalam Game Neverending, yaitu API, REST, dan RSS. Hal-hal yang akan dibahas ini merupakan juga fitur proyek rahasia mereka, Flickr. Butterfield mendadak mendapatkan ide untuk meluncurkan proyek ini ke publik. Yup. Benar. Pada saat diluncurkan, Flickr bukan merupakan produk jadi!
Meskipun berstatus on progress, tim bekerja siang malam untuk menyiapkan presentasi tersebut. Begitu mepetnya persiapan dadakan ini, hingga pada pukul lima dini hari, Cal menambahkan ‘sentuhan terakhir’, sebuah cara untuk mengunggah gambar lewat email, jadi pengguna bisa membagikan gambar atau foto melalui ponsel. Hasilnya? Demo ini benar-benar mengguncang para hadirin. Pada saat melangkah keluar dari ETech, Flickr langsung populer!
Sekedar gambaran, pada tahun 2004, berbagi gambar via cloud merupakan hal yang belum pernah dibayangkan. Flickr juga meletakkan dasar-dasar sistem yang belum ada sebelumnya. Fitur-fitur pada Flickr menandai awal Web 2.0, penyempurnaan sistem browser dan website, transisi di mana dunia bergerak dari tampilan web yang statis menjadi dinamis dengan banyak sisipan foto, gambar bergerak, dan bahkan video. Meskipun Delicio.us dikenal sebagai layanan yang memperkenalkan sistem tagging yang memungkinkan kita mencari informasi dengan cepat di web, Flickr adalah layanan yang menjadikannya mainstream. Jadi sistem hashtag di Facebook atau Twitter saat ini dulunya dirintis oleh Flickr. Satu lagi, kalau sekarang kita bisa login ke website dengan sekali klik, dengan cara ‘menitipkan’ ID dan password, seperti halnya login ke Facebook atau Twitter, maka Flickr adalah yang pertama melakukannya. Selain itu Flickr juga memperkenalkan activity stream, sebuah halaman yang menampilkan apa yang dilakukan seseorang dalam sebuah website.
Dari semua itu, sumbangan terbesar Flickr kepada dunia teknologi adalah API (dulu disebut Open API). Ini merupakan sistem yang memungkinkan banyak orang berinteraksi dengan sesuatu di database. Singkatnya, ini adalah alat internal. Flickr merupakan layanan yang membuka pintu dan memungkinkan banyak orang ikut berpartisipasi dalam membentuk website ini secara radikal. Flickr menjadi besar berkat para blogger yang akhirnya memiliki alat untuk menjadikan manajemen foto dan penerbitan menjadi super mudah (Sebelumnya blog tidak mengizinkan seseorang mengunggah gambar dan foto).
Setahun kemudian, Butterfield dan dua mitra pendirinya membuat keputusan yang menjadikan mereka miliuner: Menjual Flickr ke Yahoo (yang saat itu masih merupakan raksasa teknologi). Hal yang disesali Yahoo kemudian. Harapan Yahoo, mereka akan mendapatkan layanan matang penuh pengguna dan teknologi tinggi, nyatanya, mereka harus berkelahi setiap saat untuk memperebutkan server, orang-orang yang menggunakan layanan, dan waktu!
Sukses dengan Flickr, Stewart Butterfield dan rekan-rekannya mendirikan beberapa perusahaan lagi. Ada yang sukses, ada yang gagal. Ikuti kisahnya di Kisah Silicon Valley selanjutnya!
Referensi
Haishan, Qian. (2018). Tech Golden Boy: Stewart Butterfield. TheStartup.
Honan, Mai. (2017). The Most Fascinating Profile you’ll Ever Read About A Guy and His Boring Startup. Wired.
Hernbroth & Aydin (2019). The Amazing life of Steward Butterfield, the CEO leading Slack to a potential $15,7 billion valuation when it goes public today. Business Insider.