Kisah Silicon Valley #148 – Kutu Buku yang Peka terhadap Masalah Diskriminasi

Tim Cook di acara Alabama Academy of Honor 2014 via Washington Post

Pada tahun 2014, Tim Cook diundang ke acara Alabama Academy of Honor. Bagi negara bagian Alabama, Cook adalah idola karena untuk pertama kalinya, negara bagian yang terkenal sebagai basis redneck (kelompok kulit putih kelas pekerja yang terkenal keras) ini memiliki tokoh kelas dunia, memimpin perusahaan yang memiliki nilai paling tinggi di dunia! Politisi di Alabama juga melihat ini sebagai peluang besar. Apple dalam pimpinan Tim Cook terkenal ‘tidak pelit’, bersedia memberikan sumbangan dan investasi ke mana-mana, tidak seperti dalam era Steve Jobs dulu. Namun di depan perwakilan Dewan, Patricia Todd, Tim Cook dengan tegas menolak pengajuan investasi Alabama. Dia menegaskan bahwa Apple hanya mau memberikan investasi jika Alabama memberlakukan undang-undang anti-diskriminasi. “Saya melihat warga negara Amerika di Alabama masih banyak yang dipecat karena orientasi seksualnya,” ungkap Cook tegas. “Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tapi kita bisa belajar darinya, dan menciptakan masa depan yang berbeda.”

Tumbuh di Alabama menjadikan Cook banyak belajar mengenai bagaimana menjadi minoritas dan didiskriminasikan.

Masa kecil Tim Cook

Tim Cook via MacObserver

Timothy Donald Cook dilahirkan pada tanggal 1 November 1960 di Mobile, Alabama, sebuah kota pelabuhan dan merupakan kota ketiga terbesar di negara bagian tersebut. Dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari ayah dan ibu Don dan Geraldine Cook. Kedua orangtuanya adalah warga asli Alabama. Don bekerja di perusahaan pembuatan kapal di Alabama Dry Dock.

Tim Cook tumbuh dalam keluarga yang menyayanginya. Dia punya hubungan yang sangat baik dengan kedua orangtuanya. Sebelum meninggal dunia pada usia 77 tahun di tahun 2015, Geraldine Cook pernah menceritakan kepada wartawan tentang putra kebanggaannya itu, “Dia selalu menelepon setiap hari Minggu, tanpa memandang di mana pun dia berada. Eropa, Asia, dia akan menelepon saya setiap hari Minggu, sampai saya seusia ini, belum pernah satu hari Minggu pun terlewat tanpa dia menelepon!”

Keluarga Cook sangat religius, menjadikan Tim Cook juga tumbuh sebagai anak yang religius. Mereka adalah penganut Kristen yang taat. “Sebagai anak, saya dibaptis di gereja, dan keyakinan selalu menjadi bagian penting dalam kehidupan saya,” Banyak yang menilai bahwa bagian diri Cook yang religius inilah yang menjadikannya seorang pemimpin (di Apple) yang baik dan murah hati. Berlawanan dengan Steve Jobs yang berkali-kali bahkan menegaskan ‘ketidaksukaannya’ pada aktivitas amal (dan sering menolak jika ada yang mengajukan proposal pada Apple untuk itu), Cook sering sekali menyumbangkan baik dari bagian uangnya sendiri ataupun atas nama Apple ke berbagai gerakan yang bertujuan untuk kebaikan. Saking religiusnya, bahkan Cook menyebut preferensi seksualnya sebagai bagian dari ‘hadiah Tuhan’. “Saya selalu berpendapat bahwa saya menjadi gay juga merupakan bagian dari hadiah Tuhan untuk saya,”

Cook kecil sangat menyukai mata pelajaran aljabar, geometri, dan trigonometri – segala sesuatu yang berkaitan dengan analisis. Sepanjang masa sekolahnya, pendapat guru-gurunya selalu sama, bahwa dia adalah anak paling rajin di kelas. Salah satu guru matematikanya, Barbara Davis, selalu mengingat betapa rajinnya Cook saat sekolah dulu. “Dia adalah anak yang bisa diandalkan. Dia selalu mengerjakan sesuatu dengan tekun, jadi saya tahu bahwa dia pasti akan melakukannya dengan benar.” – Pendapat yang sama dilontarkan hampir oleh semua orang yang pernah bekerja bersama atau mempekerjakan Tim Cook. Dia selalu dapat dipercaya untuk melakukan sebuah pekerjaan dengan baik – Setidaknya kita akan bisa melihat bahwa dia berusaha keras untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dengannya.

Uniknya, meskipun terkenal rajin, Cook juga terkenal sangat pandai bergaul. Dia selalu disukai di antara teman-temannya di masa kecil. “Dia begitu baik sampai kau tidak akan tega memanggilnya ‘kutu buku’ meskipun tahu bahwa dia hobi membaca buku sampai melupakan segalanya.” cerita David, salah seorang teman masa kecilnya. “Dia tipe orang yang menyenangkan untuk diajak bermain atau sekedar nongkrong bareng.” Salah seorang teman lainnya, Teresa prochaska Huntsman, mengungkapkan pendapatnya soal Tim Cook, “Dia bukan tipe orang satu-dimensi. Saya bahkan tidak tahu apa ada orang yang tidak menyukainya. Dia punya kepribadian yang hebat.” Teman sekelas cewek lainnya, Clarissa Bradstock, mengungkapkan bahwa dia menyukai Cook yang cerdas dan punya selera humor tinggi. “Kita bisa membicarakan apa saja dengan Tim. Dan meskipun dia tidak begitu paham, dia akan selalu menemukan komentar cerdas yang membuat kita merasa diperhatikan. Sangat menakjubkan bahwa ada orang dari Alabama yang bisa mencapai apa yang dicapainya sekarang. Maksudku.. Ini kota kecil. Kita semua bangga padanya.”

Aktivitas ‘Bisnis’ pertama yang dilakukan oleh Tim Cook justru dilakukan di SMP-nya. Dia diberikan tugas oleh sekolah untuk memimpin teman-temannya dalam merancang, mencetak, dan menjual buku tahunan. Ini adalah buku yang akan dibagikan kepada siswa pada saat lulus. Saat itu tugas Cook, mungkin mirip di Apple sekarang adalah memastikan ‘produk’ berupa buku tahunan itu dirancang dari awal, dicetak, dan kemudian dijual ke setiap orang. Bahkan dia merancang promosi untuk memastikan semua orang membeli buku tahunan ini dengan mencetak kaos untuk tim pembuat buku tahunan yang bertuliskan frasa: “Have you got yours?” Tim pembuat buku tahunan ini dengan bangga berkeliling dan bahkan berfoto bersama dengan kaos itu. Hasilnya? Tahun itu, buku tahunan mencetak rekor baru dalam hal penjualan. Nyaris semua siswa membeli buku tahunan tersebut sehingga mendatangkan keuntungan cukup besar bagi kas sekolah.

Pindah ke Robertsdale

Untuk mendapatkan sekolah yang lebih bagus, keluarga Cook memutuskan pindah ke Robertsdale di Selatan. Mereka tinggal di Baldwin County, salah satu county (setingkat Kabupaten) paling kaya di Alabama. Namun salah satu yang memprihatinkan, tingkat rasisme di Baldwin County ini cukup tinggi. Waktu itu Cook bahkan menyaksikan tempat minum di toko masih terpisah untuk kulit putih dan kulit hitam.

Cook menceritakan, di sini dia pertama kali menyaksikan sendiri tindakan rasisme yang sangat memengaruhinya. Pada awal 1970-an, saat itu dia sedang di awal masa SMA, Cook mengendarai sepeda menuju ke sekolah dan menyaksikan api membara di pinggir jalan. Di situ dia menyaksikan sebuah salib terbakar di pekarangan rumah milik warga kulit hitam, dikelilingi oleh orang-orang berjubah dan bertopeng putih. Di kemudian hari dia mengetahui bahwa itu adalah Ku Klux Klan. Kelompok yang memuja supremasi kulit putih. Tim Cook menceritakan pengalaman ini saat menerima IQLA Lifetime Achievement Award dari Auburn University. “Gambaran itu terpatri di ingatan saya, mengubah cara pandang saya terhadap minoritas, dan akan mengubah hidup saya selamanya,” ungkapnya. “Bagi saya, salib yang terbakar itu adalah simbol pengabaian, kebencian, dan ketakutan akan semua orang yang berbeda dari mayoritas. Saya tidak pernah dapat memahaminya.”

Sayangnya, video wawancara Tim Cook ini yang dishare di halaman Facebook bernama “Robertsdale Past and Present” dicaci maki oleh puluhan warga Robertsdale. “Tim Cook berbohong tentang insiden ini!” tulis seorang warga bernama Rod Jerkins. “Ini tidak pernah terjadi,” Kalimat ini banyak mendapatkan ‘like’ dari warga lainnya. Namun meskipun banyak warga yang menuduh Tim Cook berbohong, kemungkinan ini tidak mewakili fakta sesungguhnya. Beberapa berita pernah menuliskan aktivitas Ku Klux Klan di wilayah ini. Bahkan di antara banyak postingan warga yang marah, terselip satu dua komentar yang menyatakan bahwa mereka pernah menyaksikan hal yang sama seperti yang disaksikan Tim Cook. “Orang tidak bisa menyangkal sejarah di Alabama.. Rasisme masih ada di sini.. Orang tidak mengatakannya keras-keras, tapi masih banyak orang yang membenci orang lain yang berbeda dengannya.”

Bertahun-tahun kemudian, Tim Cook memenangkan sebuah lomba menulis essay bertema “Kerja Sama Listrik Masuk Desa – Tantangan Kemarin, Hari Ini, dan Esok”. Kemenangan ini sangat berkesan untuk Cook karena dia mengirimkan essay-nya dalam tulisan tangan karena keluarganya tidak mampu membeli mesin tik!

Hadiahnya adalah perjalanan ke ibu kota Amerika Serikat untuk bertemu Presiden Jimmy Carter di Gedung Putih. Cook bangga menyaksikan Carter berpidato dan menjabat tangannya. Tapi hal yang sedikit sedih untuknya adalah karena pada saat itu Gubernur Alabama, George Wallace, juga hadir, dan sebagai perwakilan daerah, Cook harus berjabat tangan dengannya. George Wallace terkenal sebagai seorang yang mendukung segregasi kulit putih dan kulit hitam, pandangan politik yang sangat dibenci oleh Tim Cook. “Bertemu gubernur saya bukanlah sebuah kehormatan,” ungkap Tim Cook. “Menjabat tangannya terasa seperti penghianatan terhadap keyakinan saya sendiri. Saya merasa bersalah. Rasanya seperti menjual jiwa saya.”

Di kemudian hari, banyak nilai-nilai yang diimplementasikan di Apple adalah berdasarkan pandangan Tim Cook terhadap rasisme dan kelompok minoritas. Tidak ada yang membantah bahwa kehadiran Tim Cook di Apple ikut membantu diterapkannya kebijakan Apple yang lebih bersahabat pada warga kulit berwarna dan LGBTQ di Apple. “Besar di Selatan menjadikan saya menyaksikan banyak keburukan, tapi saya juga mendapatkan peluang dan kemungkinan – hal-hal yang saya bayangkan bisa diterapkan di masa datang.”


Cook mempertahankan prinsip-prinsip yang diperolehnya saat muda itu sepanjang karir, di Apple dan di mana pun. Pada tahun 2015 di acara kelulusan George Washington University, dia mengungkapkan keyakinannya bahwa seseorang seharusnya tidak memilih antara ‘melakukan hal baik’ dan ‘melakukan hal benar’. Sebisa mungkin orang melakukan hal yang baik dan benar. Kompas moral inilah yang sering membedakan antara cara berbisnis Tim Cook dan Steve Jobs saat memimpin Apple.

Referensi:

Kahney, Leander. (2019). Tim Cook: The Genius Who Took Apple to the Next Level. Penguin.

Kiki Sidharta

Penulis Winpoin yang paling sering minta dimaklumi kalau lagi lama nggak nulis | Dengan senang hati menjawab pertanyaan seputar Windows Phone lewat akun Twitter @kikisidharta

Post navigation