Kisah Silicon Valley #159 – Android bukan Google Phone

Cedric Beust via Beust.com

Cedric Beust, salah seorang engineer Android yang ikut terlibat dalam tahap awal proyek prestisius itu punya cerita unik saat sedang berupaya mengembangkan Android. Beust sudah biasa membawa prototype ponsel yang terinstal Android ke mana-mana untuk melihat bug yang mungkin terjadi selama pengembangan operating system dan aplikasi. Selama itu juga dia menjadi sasaran pertanyaan banyak orang yang penasaran. Dalam masa ini, Beust harus pintar-pintar mengelak karena proyek Android diputuskan sebagai sebuah proyek yang rahasia – di luar kebiasaan Google yang jarang merahasiakan sesuatu pada sesama karyawan atau engineer. “Bagian paling berat untuk saya adalah menyembunyikan ponsel (waktu sedang membawa prototype). Kejadian beberapa kali waktu saya bertemu engineer lain dan dia bertanya ‘Apa ini?’, saya langsung menjawab, ‘Ah, ini sesuatu yang sedang kita kerjakan untuk Nokia’ atau pada orang lain, saya bilang, ‘Ah, ini prototype dari BlackBerry’, dua jawaban itu selalu sukses karena engineer lain tidak begitu tertarik pada Nokia dan BlackBerry dan menganggap keduanya membosankan. Hahaha..”

Kerja Keras Mengejar iPhone

Ketika memulai proyeknya, tim Android sempat khawatir bahwa mereka akan kesulitan mengoptimalkan riset dan aktivitas pengembangan. Ini disebabkan karena ada dua kekuatan besar di Google yang tidak sependapat mengenai arah Android, Eric Schmidt sebagai CEO, dan Larry Page yang memanfaatkan kekuasaannya untuk langsung membeli Android tanpa perlu konsultasi dengan siapa pun. Namun ternyata kekhawatiran mereka tidak terbukti, karena toh meskipun Schmidt tidak begitu setuju dengan pembelian Android, dia mendukung penuh aktivitas tim ini. Mereka diizinkan untuk mempekerjakan puluhan engineer tambahan pada tahun 2007, meskipun tetap diawasi ketat oleh Schmidt dan eksekutif yang loyal padanya. Uniknya, ini bahkan diusulkan oleh Schmidt sendiri yang mengirimkan semacam catatan tinjauan kepada Andy Rubin yang isinya Schmidt menilai bahwa tidak cukup orang di tim Android untuk menulis software dan dia meminta tim ini untuk SEGERA membenahi hal ini. Tentu saja Rubin kegirangan dan langsung berburu para programmer baru untuk mempercepat pekerjaannya. Page dan Brin yang sudah melihat bagaimana iPhone diluncurkan, memberikan pesan khusus tambahan bahwa Android ini harus bekerja lebih cepat dan lebih mudah digunakan dibandingkan iPhone. Catatan dari Page malah lebih spesifik. Semua layar harus sudah dimuat dalam waktu kurang dari 200 milidetik dan Android harus user friendly, sehingga memungkinkan seseorang menggunakan ponsel menggunakan satu tangan saja.

Di saat yang bersamaan, iPhone mendapatkan pengakuan dari dunia teknologi sebagai ‘ponsel masa depan’ dan dianggap ‘menunjukkan jalan yang benar’ bagi para produsen ponsel dengan teknologi layar sentuhnya yang unik pada masa itu. Hal ini memberikan tekanan tambahan pada tim Android. Bahkan di setiap rapat yang merundingkan fitur-fitur yang perlu ditambahkan pada Android, Page dan Brin secara aktif membandingkan fitur-fitur di Android dengan yang dimiliki iPhone. Mereka berdua menginginkan sebuah sistem operasi yang bisa melakukan lebih banyak dibanding sistem yang terdapat di iPhone.

Larry Page dan Sergey Brin yang polos tidak pernah membahas hal seperti ini secara diam-diam. Mereka tanpa ragu membahasnya secara terbuka. Berbeda dengan Schmidt yang lebih ‘licin’. Dia selalu menasihati dua pendiri Google ini agar lebih hati-hati terhadap apa yang mereka katakan. Ini karena Google, perlu diakui, berwajah dua dalam menyikapi keberadaan iPhone. Di satu sisi, Google ingin masuk sebagai mesin pencari untuk ponsel – apa pun jenis ponselnya, sehingga iPhone juga merupakan salah satu ‘klien’ mereka, sementara itu mereka juga membangun sistem operasi sendiri yang direncanakan untuk menjadi sistem untuk ponsel secara massal.

Efek Gundotra

Eric Schmidt via jdlasica

Pada tahun 2007, Google dan Apple memang terkesan tidak berada dalam bisnis yang sama. Google mendapatkan uang dari iklan mesin pencari, sementara Apple menghasilkan keuntungan dari menjual perangkat keras. “Waktu itu kami tidak membayangkan bahwa akan terjadi ‘balapan dua kuda’ (antar sistem operasi) antara Google dan Apple seperti sekarang,” ungkap Schmidt dalam sebuah wawancara. “Kami adalah platform internet tradisional yang ingin masuk ke bisnis ponsel. Saat itu Symbian sangat kuat didukung oleh popularitas Nokia. Windows Mobile bahkan kami lihat cukup laris. BlackBerry seakan sangat stabil di posisinya sebagai penjual ponsel khusus bisnis.”

Bagaimana Android bisa cepat mendapatkan popularitasnya (yang di kemudian hari membawa platform ini mengungguli iOS – platform milik Apple)? Salah satu orang yang berjasa besar dalam hal ini adalah Vic Gundotra. Pria berusia tiga puluh tujuh tahun ini adalah eksekutif yang punya nama besar di Microsoft. Sejak lulus universitas, dia telah bekerja di Microsoft, di bawah kepemimpinan Bill Gates dan Steve Ballmer, dan menjadi ‘penghubung’ perusahaan dengan klien pengguna Windows secara umum. Gundotra disebut-sebut memiliki kemampuan presentasi yang setara dengan Steve Jobs, termasuk juga gayanya yang agak kontroversial, namun unggul dalam meyakinkan banyak orang. Gundotra menjadi salah satu orang penting yang membangun kejayaan Microsoft dan Windows selama era 90-an. Namun pada tahun 2007, Google berhasil membajak orang penting Microsoft ini. Kepindahan Gundotra ke Google bahkan diibaratkan media-media teknologi sebagai ‘tornado besar yang meratakan seluruh Midwestern‘.

Vic Gundotra via CNBC

Terbukti bahwa Gundotra dengan kemampuan persuasifnya ternyata berperan besar dalam melejitkan popularitas Android nantinya. Dia adalah juru bicara utama Google di setiap jumpa pers dan konferensi. Gundotra aktif membicarakan alasan Google ingin menginstal sistem operasi ini di sebanyak mungkin telepon seluler; mengapa Google ingin berada di setiap platform seluler. “Kita sudah pernah melihat ‘film’ ini sebelumnya,” ungkap Gundotra. “Dinamika yang sama pernah terjadi pada PC, dan kini akan terjadi pada telepon seluler. Perbedaannya, Apple dan Google berada di ‘sisi yang benar’ – Masa depan dunia adalah pada ponsel. Sementara Microsoft masih percaya pada pemikiran mereka yang ketinggalan zaman, bahwa desktop akan tetap dibutuhkan oleh orang di seluruh dunia.” Gundotra kemudian menambahkan argumen bahwa inilah alasannya pindah ke Google, karena dia melihat masa depan dunia teknologi di sana, bukan di Microsoft.

Kemampuan Gundotra yang merupakan daya tariknya ini ternyata seperti pedang bermata dua. Google terbiasa bersikap low profile mengenai proyek-proyeknya untuk menghindari perhatian yang ‘tidak menguntungkan’ dari raksasa Silicon Valley lain. Dengan adanya Gundotra yang terus-menerus mengampanyekan keunggulan sistem operasi seluler milik Google (yang belum jadi) ini menjadikan Google sebagai pusat sorotan. Ini menyulitkan Google yang sebenarnya mengajukan diri untuk menjadi ‘mesin pencari’ utama di iPhone. Melihat kesuksesan penjualan iPhone, Schmidt, Brin, dan Page sepakat bahwa yang perlu difokuskan saat ini adalah menjadi mesin pencari utama di iPhone. Android masih belum berupa produk jadi dan adalah wajar jika mereka belum mengutamakan sistem operasi ini. Tapi keberadaan Gundotra menjadikan timbulnya kesan bahwa Google sangat berfokus pada sistem operasi ini dan ini merupakan masa depan yang diincar Google. Bahkan dunia mulai menaruh perhatian lebih pada deadline yang ditetapkan oleh Google sendiri untuk merilis Android. Ini menjadikan tekanan kepada Andy Rubin dan timnya semakin besar. Seakan mereka harus sukses.

Bagi media, cerita tentang ‘Google phone‘ yang merupakan pesaing iPhone, tentu saja merupakan cerita yang ‘ngeri-ngeri sedap’. Mereka mulai mengaitkan ini dengan pernyataan para petinggi Google pada tahun-tahun sebelumnya yang menyebutkan bahwa mereka ingin menjadi kekuatan baru dalam bisnis telepon seluler. Kemudian latar belakang Andy Rubin sebagai orang di balik Hiptop Danger juga menjadi sorotan. Dunia teknologi semakin yakin bahwa Google tengah mengembangkan sebuah produk ponsel yang direncanakan untuk bersaing dengan iPhone!

Melihat media mulai menaruh perhatian pada proyek Android, Rubin mengusulkan kepada Schmidt untuk membatasi informasi yang keluar. Dunia tidak boleh tahu terlebih dahulu tentang gambaran menyeluruh proyek Android sebelum proyek ini benar-benar rampung. Schmidt, Page, dan Brin, bisa menerima usulan Rubin dan mulai memberlakukan pembatasan terhadap informasi yang keluar. Kerahasiaan ini sebenarnya bukan budaya Google. Salah satu hal yang membedakan Google dengan perusahaan teknologi lainnya adalah, ketika mereka mengerjakan proyek tertentu, engineer Google yang lain bisa melihat perkembangan proyek tersebut, untuk kemudian memberikan usulan secara terbuka untuk penyempurnaan proyek. Bukan itu saja, bahkan semua karyawan Google boleh melihat secara terbuka laporan keuangan dan penghasilan Google. Akses informasi perusahaan ini dibuka nyaris tanpa batas. Oleh karena itu, ‘keistimewaan’ Android ini cukup mengejutkan. Rubin sendiri menyadari bahwa permintaannya ini akan menimbulkan pro-kontra di kalangan karyawan Google yang lain. “Sangat banyak karyawan Google yang mengatakan bahwa kami ‘sangat tidak Google’ karena tidak mau berbagi,” ungkapnya. “Kami bahkan harus menolak beberapa karyawan level senior yang ingin melihat source code pengembangan Android. Kami jadi orang jahat di sini. Benar-benar banyak ketegangan.”

Pengumuman yang Tidak Memenuhi Harapan

Kerahasiaan dan bocoran yang diberikan sedikit-sedikit oleh Google untuk meminta perhatian publik pada tahun 2007 tersebut seakan-akan menunjukkan bahwa Google memang sedang melakukan sesuatu yang revolusioner. Dunia mengharapkan sesuatu yang besar, apalagi setelah pengumuman iPhone yang penuh pesona. Karena itu saat rilis Android diumumkan, dunia teknologi kecewa. Google tidak memproduksi sebuah ponsel. Cuma software untuk ponsel dan bahkan software tersebut terkesan masih setengah jadi. Dalam jumpa pers mengumumkan Android, Andy Rubin dengan lantang dan bangga menyatakan, “Kami tidak mengembangkan sebuah GPhone; tapi kami memungkinkan ribuan orang untuk mengembangkan GPhone!”

Untuk para pemerhati teknologi dan wartawan, ini sesuatu yang aneh. Perusahaan yang disebut-sebut paling inovatif di dunia ini justru mengumumkan sesuatu yang sepertinya tidak mendatangkan keuntungan. Google menyatakan bahwa software yang dikembangkannya ini akan tersedia secara gratis. Operator, programmer, dan produsen ponsel bisa memanfaatkan software ini, ikut mengembangkan, dan mengubahnya serta memakainya. Operating system untuk telepon seluler ini akan kompatibel dengan aplikasi-aplikasi dasar yang sudah disiapkan Google khusus untuk perangkat seluler, seperti Gmail, Gmaps, Google Translate, dan banyak lagi. Lebih buruk lagi, pengumuman ini tidak disertai dengan ‘contoh konkret’ berupa ponsel yang sudah terinstal sistem operasi ini. Meskipun demikian, HTC yang bermitra dekat dengan Google mengumumkan bahwa mereka akan merilis ponsel dengan sistem operasi Android pada akhir tahun 2007.

Wartawan dan para penggemar teknologi kecewa besar. Apalagi saat menyaksikan bahwa para pemain penting industri telepon seluler, seperti Apple, Nokia, RIM, Microsoft, Palm ditambah lagi dengan dua operator terbesar AS, AT&T dan Verizon, menolak untuk ikut serta dalam kerjasama ini. Lebih mengenaskan lagi, sebagian besar manufaktur ponsel yang hadir di acara rilis Android tersebut hadir bukan karena menganggap Google sedang melakukan sesuatu yang revolusioner, tapi karena Google membayar mereka untuk bergabung. HTC adalah contoh yang paling jelas. Google membayar jutaan dolar kepada HTC untuk menjadi bagian dari Open Handset Alliance, nama aliansi produsen ponsel calon pengguna Android yang digagas oleh Google.

Menyadari bahwa banyak orang yang kecewa oleh pengumuman Android yang tidak sesuai harapan dunia tersebut, Google melakukan taktik lain untuk menarik perhatian dunia. Mereka merilis video yang menampilkan Sergey Brin dan Steve Horowitz (Engineering director untuk Android) menampilkan sebuah perangkat ponsel yang mirip iPhone. Perangkat itu memiliki touchscreen, koneksi 3G yang cepat, dan bisa menjalan kan game seperti Quake, serta tentu saja aplikasi bawaan Google seperti Gmail dan Google Maps. Dalam video tersebut, Horowitz banyak membicarakan hal yang bisa dilakukan oleh perangkat ini, yang mana tidak dapat dilakukan iPhone. Meskipun demikian, banyak hal yang mungkin bisa dianggap mirip dengan iPhone seperti misalnya double tap to zoom, dan banyak fitur lainnya. Google menyebut ponsel ini sebagai ‘Dream phone’.


Eric Schmidt saat itu sedang berada di mobil mewahnya, dalam perjalanan ke San Francisco untuk sebuah urusan bisnis. Telepon berdering dan dia mengangkatnya dengan segera ketika melihat di layar kalau Steve Jobs yang meneleponnya, “APA KAU SUDAH LIHAT VIDEONYA?!” Jobs berteriak sangat keras di ponsel itu hingga Schmidt harus meminta sopirnya untuk menepi sejenak. “Semua yang dilakukan ponselmu itu jiplakan mentah dari iPhone kami!” Schmidt menarik nafas panjang. Dia sadar hari ini akhirnya datang juga.

Referensi

Vogelstein, Fred. (2013). Dogfight: How Apple and Google Went to War and Started a Revolution. Sarah Crichton Books

Kiki Sidharta

Penulis Winpoin yang paling sering minta dimaklumi kalau lagi lama nggak nulis | Dengan senang hati menjawab pertanyaan seputar Windows Phone lewat akun Twitter @kikisidharta

Post navigation