“Pada dasarnya, kita dikelilingi oleh berbagai objek yang dibuat dengan buruk sampai kita tidak kenal namanya. Sangat menarik kalau kita bayangkan bahwa orang yang menggunakannya tidak peduli – cukup menggunakannya saja. Nah, yang ingin dicapai oleh Apple adalah menunjukkan bahwa apa yang kita buat itu penting dan menjadikan orang peduli. Ini bukan hanya sekedar estetika. Orang-orang peduli bagaimana sebuah produk dibuat dengan baik dan berhasil mendapatkan pencapaian tertentu. Kita telah membuat dan menjual sejumlah besar, sangat besar, produk yang dibuat dengan baik dan pada akhirnya mendorong orang untuk peduli. Keberhasilan kami adalah menjadikan orang-orang mengenali integritas kami,” Ungkap Jony dalam sebuah wawancara dengan Time mengenai apa hal yang menurutnya berhasil dia capai di Apple. Kita semua tidak bisa membantah pernyataan itu.
Reuni dengan Grinyer
Setelah berhasil memanfaatkan celah kontrak untuk keluar dari Roberts Weaver group, Jony mengunjungi kawan lamanya, Clive Grinyer. Sobat lamanya ini sudah setahun ini mendirikan sebuah agensi desain baru yang diberi nama Tangerine Design bersama seorang teman lainnya, Martin Darbyshire. Nama Tangerine Design, yang langsung mengingatkan orang pada jeruk ini, terinspirasi dari Tangerine Dream, sebuah kelompok elektronik eksperimental yang pernah disukai Grinyer pada saat kuliah. “Kalau mengingat-ingat masa lalu, saya rasa saya tidak menyesal karena Tangerine ini nama yang mudah diingat dan sangat bagus. Dalam banyak bahasa di Eropa, nama ini mudah dipahami dan warnanya merupakan simbol yang positif di Asia, pangsa pasar utama kami.” Kenang Darbyshire terkait pemilihan nama oleh Grinyer tersebut.
Pada tahun delapan puluhan, sistem studio dengan kemitraan, dalam artian desainer yang terlibat saling berbagi profit sesuai kerja keras masing-masing, merupakan hal yang agak langka. Rata-rata seorang desainer lebih memilih mendirikan studio tersendiri karena tentu saja mereka ingin menuangkan lebih banyak ide dan kreasinya. Tapi Tangerine Design melaju dengan baik menggunakan konsep ini. “Sebuah kemitraan lebih terasa seperti bisnis yang sesungguhnya,” ungkap Grinyer. “Lagipula Martin dan saya memiliki minat dan selera yang sama. Jadi kami saling melengkapi.”
Ive langsung tertarik dengan konsep yang ditawarkan Grinyer dan dengan senang hati bergabung sebagai salah satu desainer di Tangerine Design. Dia masuk ke Tangerine tepat pada saat Tangerine baru saja pindah ke Hoxton. Saat itu usianya baru dua puluh tiga tahun dan yang paling muda jika dibandingkan dengan Grinyer dan Darbyshire. Namun tentu saja bakatnya sudah dikenal dengan baik dan sangat diakui oleh kedua rekannya tersebut. Tentu saja meskipun demikian, Jony harus menerima keputusan menjadi ‘mitra junior’ mengingat dia adalah orang yang baru saja bergabung.
Lingkungan di Hoxton juga sangat cocok dengan Jony. Di dekat tempat kerja ada sebuah gym lokal. Tidak lama setelah pindah, Jony keranjingan aktivitas fitness, mencakup angkat beban dan bertinju. Olahraga tinju waktu itu sangat populer di London dan suasana gym tersebut sangat menyenangkan bagi Jony. Di lingkungan tersebut juga terdapat toko hardware dan pemasok bahan mentah yang sangat penting bagi para desainer. Dari sini mereka bisa memperoleh bahan-bahan untuk membuat maket desain. Hal yang juga menjadi favorit Jony. Hanya setahun setelah bergabung di Tangerine, Jony sudah ditawari kedudukan setara dengan Grinyer dan Darbyshire sebagai mitra penuh.
Tawaran dari Brunner
Perbedaan pola pikir antara Ive dan kedua rekannya, Grinyer dan Darbyshire, pelan-pelan mulai muncul ke permukaan. Grinyer dan Darbyshire sangat menyukai rancangan yang fungsional. Bagi mereka berdua, fungsi adalah segala-galanya. Ini adalah salah satu hal yang menjadikan mereka disukai oleh banyak perusahaan elektronik raksasa seperti LG, Philips, bahkan Nikon. Sementara itu, Ive agak tersiksa jika diminta mengutamakan fungsi, karena dia sangat menyukai produk-produk cantik dengan kegunaan spesifik. Sebagai seseorang yang menyukai kesederhanaan, yang paling disukai Jony adalah produk yang melakukan fungsi tertentu dengan optimal dan dengan bentuk cantik yang mengundang orang untuk menggunakannya. Ini sering menimbulkan perdebatan saat mereka mengembangkan sebuah karya desain untuk produk tertentu. Pada saat itu, Bob Brunner yang pernah bertemu dengan Jony pada perjalanan ke Amerika beberapa tahun lalu, datang mengunjungi studio Tangerine Design.
Brunner pada saat itu sedang mencari talenta-talenta baru untuk diajaknya bekerja bersama Apple dalam sebuah proyek yang disebut Project Juggernaut. Sebenarnya Apple dengan citranya sebagai perusahaan inovatif dan berkelas, waktu itu sangat mengharamkan praktik ‘merekrut talenta baru’ dari luar lingkungannya sendiri. Waktu itu tahun 1991, Steve Jobs sudah tidak lagi menjabat sebagai CEO di Apple, tapi Apple sendiri sudah membangun nama besar di industri PC. Brunner yang terkenang pada kemampuan Jony, memiliki tujuan pribadi, dia sangat ingin mengajak Jony untuk bekerja bersamanya meskipun ini sebenarnya bertentangan dengan ‘gaya Apple’. Tim Brunner pada saat itu disibukkan oleh produk yang rencananya dirilis oleh Apple bernama MessagePad, dan juga harus mengerjakan lini PowerBooks baru yang digadang-gadang sebagai ‘real laptop’. Fokus terhadap dua produk ini menjadikan Brunner memang memerlukan tenaga tambahan untuk dapat memenuhi target Project Juggernaut.
Kalau kamu heran kenapa begitu banyak produk yang dikerjakan oleh tim desain, situasi Apple yang pada saat itu dipimpin oleh CEO John Sculley memang agak unik. Mereka mengerjakan terlalu banyak produk dan bekerja dengan cara hit and miss. Jika ada produk yang disukai konsumen, maka mereka melanjutkannya. Di saat yang sama, Apple terus berusaha menarik minat konsumen dengan banyak produk baru sekaligus melegitimasi gelar mereka sebagai perusahaan yang inovatif.
“Karena jadwal produk semakin ketat dan tingkat kesulitan ikut meningkat, korban pertamanya adalah inovasi,” jelas Brunner. “Saya ingin sekali melihat desain yang berorientasi ke masa depan. Desain yang akan memprediksikan hal yang akan datang alih-alih sekedar menunjukkan apa yang sudah kita ketahui.” Dengan harapan ini, Brunner mulai mencari bakat-bakat baru yang dia inginkan agar dapat memenuhi ekspektasinya. “Idenya adalah, kami mengembangkan form factor baru, sebuah tingkat ekspresi dan strategi baru untuk menangani teknologi baru tanpa tekanan deadline,” jelasnya.
Brunner sudah terkagum-kagum saat masuk ke studio Tangerine. Dia melihat mesin pembuat soda yang dibuat oleh Grinyer untuk SodaStream dengan sejenis sakelar dan engsel yang cerdas. Dia berpikir bahwa inilah jenis kreativitas yang dicarinya. Brunner kemudian meminta untuk mengadakan pertemuan santai dengan para desainer Tangerine. Dia kemudian memamerkan prototype PowerBook yang dibawanya. Semua orang terkagum-kagum dengan laptop yang memiliki keyboard terpasang dan sebuah alat penunjuk (mouse pada saat itu belum ada). Desain PowerBook saat itu sudah memiliki keselarasan dengan MacBook zaman sekarang.
Perlu diketahui, sebelum era PowerBook ini, laptop hanya memiliki keyboard dan tidak memiliki alat penunjuk. Rata-rata laptop zaman itu menjalankan MS-DOS yang mengandalkan interface berupa barisan perintah.
Setelah sesi tersebut, Brunner beberapa kali terbang ke London untuk bertemu para desainer Tangerine. Jony menunjukkan rancangan mouse yang bisa digunakan sebagai alat penunjuk untuk PowerBook tersebut, hal yang langsung dikagumi Brunner. Pembahasan mengenai PowerBook dan mouse ini berujung pada kontrak kepada Tangerine sebagai konsultan.
Jony Ive saat itu merasa sangat senang, tapi juga sedikit takut. Apple adalah sebuah pekerjaan besar baik untuk Tangerine, dan dia secara pribadi, “Saya masih ingat waktu itu Apple menjelaskan kepada kami peluang yang fantastik ini, dan saya langsung merasa gugup.” Ujar Jony.
Project Juggernaut yang sedang dikerjakan oleh Brunner dengan bantuan Tangerine ini adalah serangkaian produk yang saling melengkapi, berpusat pada PowerBook yang akan diluncurkan. Rentang produknya mencakup kamera digital, audio player, PDA kecil, dan tablet berbasis stylus yang besar. Pada saat itu, serangkaian perangkat ini jika sukses dirilis bersamaan pasti akan menjadi sensasi besar. Apple mengharapkan rangkaian perangkat ini bekerja saling melengkapi dihubungkan dengan gelombang radio dan jaringan seluler. Ini merupakan konsep yang sangat menarik untuk dekade tersebut. Brunner meminta Jony dan rekan-rekannya di Tangerine untuk ‘mendorong batasan’ dalam menciptakan perangkat tersebut. Desainnya harus mempertahankan elemen utama ‘bahasa desain’ dari Apple, namun berbasis pada teknologi nyata yang dapat diterapkan pada saat itu dan diolah menjadi produk nyata di masa mendatang.
Jony Ive, Grinyer, dan Darbyshire berhasil menciptakan sebuah rancangan tablet yang disebut Macintosh Folio. Ini merupakan tablet seukuran notebook yang interfacenya dijalankan dengan stylus. Kelak desain ini akan mengalami perombakan beberapa kali dan menjadi landasan untuk iPad milik Apple. Bukan itu saja, Tangerine Design berhasil mengerjakan beberapa perangkat lain. Kerja Jony sendirian berhasil menciptakan sebuah smart keyboard untuk tablet tersebut, yang dia sebut sebagai Folio Keyboard. Keyboard ini memiliki CPU tersendiri dan dapat mendeteksi saat digabungkan dengan Macintosh Folio. Grinyer dan Darbyshire berkontribusi membuat sebuah mesin yang mudah dibawa ke mana-mana, separuh desktop, separuh laptop. Mesin ini memiliki keyboard dan monitor bawaan, namun mudah disambungkan dengan listrik rumahan. Ini merupakan cikal bakal komputer ala iMac di masa mendatang. Tangerine Design juga merancang SketchPad dan Macintosh Workspace yang merupakan perangkat workstation lebih lengkap dengan layar sentuh yang dapat dikendalikan stylus. Namun menjelang deadline penyerahan mock up, terjadi sebuah masalah. Tangerine Design menyerahkan pembuatan model pada sebuah perusahaan spesialis pembuat prototype yang mereka percayai. Perusahaan ini membuat mock up dengan sangat bagus, namun masalahnya sangat rapuh dan mudah rusak. Ketika dikirimkan pada Apple, mock up tersebut rusak di perjalanan. “Masalahnya dengan prototype ini, perangkat tersebut mudah rusak setelah digunakan,” ujar Grinyer. “Apple menerima beberapa model yang rusak, dan ini merupakan bencana pada saat itu.”
Enam bulan setelah project Juggernaut, Jony, Grinyer, dan Darbyshire diundang ke Cupertino untuk melakukan presentasi. Demo tersebut juga dihadiri perwakilan LG dan Philips yang pada saat itu merupakan mitra Apple dalam membuat produk-produk komputer. Jony dan Grinyer terkagum-kagum oleh apa yang mereka saksikan di Apple. “Perusahaan ini memiliki budaya yang sangat dalam,” jelas Jony. “Anda pasti ingin menjadi bagiannya. Ini hampir seperti kelompok pemujaan tersendiri, dan ini menjadikan saya sedikit merinding. Namun banyak sekali sisi fantastik yang dapat kita saksikan dalam budaya di Apple: kebebasan, dorongan konstan untuk berkembang, serta pencarian hal-hal baru untuk disempurnakan. Namun sisi Apple yang mirip seperti sebuah agama ini benar-benar tidak bisa saya pahami.”
Presentasi yang dilakukan Tangerine Design sukses. Brunner menarik tangan Jony dan mengajaknya untuk berbicara secara pribadi. “Kau harus ikut kami di sini untuk menciptakan sesuatu yang lebih radikal,” ujar Brunner. “Bekerjalah untuk Apple secara full time.” Jony berjanji untuk memikirkannya.
Kisah Silicon Valley selanjutnya akan mengulas hari-hari pertama Jony Ive bekerja untuk Apple dengan segala problematikanya!
Referensi:
Kahney, Leander. (2013). Jony Ive: The Genius Behind Apples Greatest Products. Amazon.
Arlidge, John. (2014). Jonathan Ive, Designs Tomorrow. Time
Phelan, David. (2018). Jony Ive Interview: Apple Design Guru on How He Created the New iPad and The Philosophy Behind It. Independent.