Kisah Silicon Valley #133 – Semua Berawal dari sebuah Tablet

via Forbes

“Saya kasih tahu sebuah rahasia,” ujar Steve Jobs saat memperkenalkan iPad pada tahun 2010. “Semuanya dimulai dengan tablet ini. Saya punya ide untuk memanfaatkan perangkat berlayar kaca, sistem multi-touch yang memungkinkan kalian semua mengetik menggunakan jari, dan saya meminta tim bekerja keras membuatnya. Mereka berhasil menciptakan layar menakjubkan tersebut, lengkap dengan UI yang brilian. Ketika saya bermain dengan layar tersebut, tiba-tiba muncul di pikiran saya: ‘Ya Tuhan, kita bisa mengembangkan sebuah ponsel dengan ini!’ Jadi begitulah sebenarnya yang terjadi. Kami menyimpan tablet tersebut sebentar, dan kemudian mengerjakan iPhone!” Ini merupakan sebuah pengakuan yang mengejutkan bagi dunia teknologi karena banyak orang mengira bahwa Apple mengembangkan iPhone terlebih dahulu, baru kemudian membuat iPad yang mereka anggap sebagai ‘versi besar iPhone’.

Memanfaatkan Prototype Tablet

via Hufftington Post

Sementara itu, orang-orang lain di Apple punya kenangan yang berbeda-beda mengenai awal ‘pengejaran untuk menciptakan’ iPhone. Ada seorang karyawan Apple yang mengaku bahwa ide iPhone ini berawal dari rapat eksekutif reguler. “Kami semua benci ponsel kami,” kenang Scott Forstall, seorang eksekutif software pada kisaran tahun 2005-2010. “Kami sudah memegang flip phone ini sangat lama, dan kami terus bertanya pada diri sendiri, ‘Bisakah kita menggunakan teknologi yang kita kerjakan dengan layar sentuh yang digunakan untuk tablet itu, dan bisakah kami menggunakan teknologi yang sama untuk mengembangkan sebuah ponsel? Sesuatu yang bakal cocok dalam kantung, tapi memberikan kekuatan yang sama dengan tablet yang sedang kami buat?”

Setelah rapat, Jobs, Tony Fadell, Jon Rubinstein, dan Phil Schiller mengunjungi studio Jony Ive untuk melihat demo prototype 035. Seperti yang dikisahkan di episode sebelumnya, untuk memudahkan, Apple menamai prototype-nya berdasarkan nomor. Mereka terkesan oleh demo 035 dari Ive, namun ragu bahwa teknologi yang dikembangkannya akan bermanfaat untuk sebuah ponsel.

via CultofMac

Salah satu terobosan menarik dari prototype ini adalah adanya aplikasi tes kecil yang menggunakan bagian dari layar tablet 035. “Kami membangun sebuah daftar scrolling,” ujar Forstall. “kami ingin agar perangkat ini bisa pas masuk kantong, jadi kami membuat sudut kecil yang akan mengeluarkan daftar kontak jika ditekan, dan kita tinggal duduk, lalu dengan mengetuk bagian layar ini, akan keluar daftar kontak, dan kita bisa menggerakkan jari ke atas dan ke bawah untuk scrolling. Kemudian kalau kita sudah memilih nama kontak yang tepat, maka ini akan terhubung ke telepon, dan akan menjadikan perangkat ini menelepon. Ini luar biasa. Layar sentuh dengan ukuran kecil ini bisa cocok masuk ke dalam saku dan sempurna sebagai sebuah ponsel!”

Pertempuran Dua Kubu

Harold McElhinny, Morrison & Foerster partner photo by Jason Doiy 2/19/13 060-2013

Bertahun-tahun kemudian, pengacara Apple, Harold McElhinny menggambarkan bahwa proyek yang saat itu dikerjakan benar-benar intens dan menegangkan. “Proyek ini memerlukan sistem hardware baru, memerlukan user interface baru, dan benar-benar harus intuitif, mudah digunakan orang.” Dia mengungkapkan bahwa Apple benar-benar melakukan lompatan besar dengan berpindah ke kategori produk baru yang benar-benar berbeda dengan produk perusahaan sebelumnya. “Bayangkan risikonya! Mereka adalah perusahaan komputer yang sukses. Mereka adalah perusahaan musik yang sukses. Kini mereka ingin masuk ke bidang yang didominasi oleh raksasa… Apple benar-benar belum punya nama di bidang telepon ini. Tidak punya kredibilitas sama sekali.” McElhinny meyakini bahwa jika proyek ini menuju ke arah yang salah, maka seluruh perusahaan bisa hancur karenanya. Untuk mengurangi risiko, eksekutif Apple sepakat untuk membuat dua proyek ponsel secara bersamaan dan kemudian akan diadu untuk menentukan mana yang paling layak diproduksi. Proyek ponsel rahasia ini diberi kode Purple atau kadang juga hanya disebut “P”. Proyek ponsel yang pertama, didasarkan pada iPod nano, diberi kode P1. Sementara itu, proyek satunya, dipimpin oleh Jony Ive, adalah perangkat multi-touch baru yang berbasis tablet 035, diberi kode P2.

Proyek P1 dipimpin oleh Fadell; grup ini memiliki ide bahwa ponsel baru Apple nanti harus memiliki kesamaan bahasa desain dengan iPod. “Ini nantinya akan memberi kesan sebagai ‘kemajuan alamiah’ dengan mengubah arah iPod menjadi sesuatu yang lebih fungsional,” ungkap Fadell dalam sebuah wawancara.

Matt Rogers & Tony Fadell via New York Times

Matt Rogers, seorang engineer iPod yang masih muda, diberi tugas untuk merancang software untuk perangkat ini. Waktu masih magang di Apple, Rogers mengesankan Fadell dengan menulis software pengujian yang sangat kompleks untuk iPod. Seperti biasa, penelitian ini adalah rahasia besar. “Tidak ada orang lain di perusahaan ini yang tahu bahwa kita sedang mengerjakan sebuah ponsel,” kata Rogers. Ini menjadi ‘pekerjaan ekstra’ yang dihitung lembur. Padahal waktu itu tim iPod sedang mengerjakan iPod nano baru, sebuah iPod klasik, dan iPod shuffle.

Setelah berjuang selama kurang lebih setengah tahun, tim Fadell berhasil menciptakan prototype ‘iPod yang bisa dipakai menelepon’ yang benar-benar fungsional. Click wheel ikonik pada iPod ini digunakan sebagai dialer, memilih nomor terasa nostalgik seperti menggunakan telepon rotary model lama. Perangkat ini bisa dipakai untuk melakukan dan menerima panggilan telepon. Scrolling pada buku alamat dan kontak sangat mudah dan menyenangkan. Apple mengajukan beberapa paten dari eksperimen ini. Salah satu anggota tim mengusulkan bahwa iPod plus telepon ini harus bisa mengirimkan SMS dengan sistem predictive text. Sebuah paten didaftarkan untuk inovasi ini atas nama Jobs, Forstall, Ording, dan Chaudri.

Sedihnya, P1 memiliki terlalu banyak batasan. Ingin menelepon saja terasa lama karena harus memutar dial terlebih dahulu. Perangkat ini juga terlalu terbatas. Tidak bisa menjelajahi internet, dan tidak bisa menjalankan aplikasi. Tim yang mengembangkan P1 selalu berdiskusi dengan panas karena mereka semua ingin perangkat ini ‘menang’ dan menjadi produk yang dilempar ke konsumen. “P1 punya layar yang sangat kecil karena ‘roda’ di perangkat ini sudah makan tempat. Kami macet di sini.. Tapi terkadang kita memang harus mencoba sesuatu hanya untuk membuangnya kemudian” ujar Fadell dengan nada getir.

Setelah enam bulan mengerjakan ‘iPod plus telepon’ P1 ini, Jobs memutuskan untuk menutup proyek. “Sejujurnya kita bisa melakukan lebih baik,” ujarnya kepada tim. Fadell waktu itu masih benci mengakui kekalahan. “Pendekatan multi-touch lebih berisiko karena belum pernah ada yang mencobanya dan karena mereka tidak yakin bahwa semua hal bisa dijejalkan ke dalam hardware itu,” ujarnya. Fadell juga masih skeptis terhadap form factor layar sentuh. Dia pernah menggunakan Palm Pilot dan menurutnya layar sentuh tidak menyenangkan.

Jobs menengahi suasana tidak kondusif tersebut. “Kita semua tahu bahwa ini yang ingin kita lakukan.” Ujar Jobs. “Jadi ayo kita kerjakan.”

Dua tahun kemudian, Jobs malah menjadikan ‘iPod plus telepon’ ini sebagai candaan ketika rilis iPhone. Setelah mengatakan bahwa perangkat yang akan dirilis Apple ini adalah sebuah ponsel, sebuah pemutar musik, dan internet communicator, Jobs kemudian menampilkan slide ‘iPod plus telepon’. Audiens waktu itu hampir saja percaya bahwa ini adalah perangkat yang akan dirilis Apple. Beberapa di antara mereka bahkan bertepuk tangan canggung sebelum Jobs mengatakan, “Oh, bukan.. bukan yang ini..”

‘iPod plus Phone’ via Apple Insider

Tim Baru Mengambil Alih dengan Kekuatan Penuh

via CultofMac

Setelah keputusan untuk berfokus dengan P2, Jony Ive diserahi tanggung jawab untuk desain. Fadell akan bertanggung jawab pada engineering, sementara Forstall, yang sebelumnya memegang tanggung jawab untuk Mac OSX, diberi tugas untuk menyesuaikan operating system PC menjadi operating system ponsel yang benar-benar baru. Uniknya. tim desain mengerjakan iPhone tanpa melihat sistem operasinya sama sekali. Jadi mereka mengerjakan prototype dengan layar kosong atau dengan ikon-ikon buatan alakadarnya. Sementara itu, engineer diberi akses untuk melihat hardware secara utuh. “Saya masih tidak paham sampai sekarang, apa ikon petir yang ada di mock produk ini,” ujar salah seorang desainer di tim setengah bercanda ketika membahas ikon-ikon di layar palsu iOS.

Tapi khusus untuk Jony Ive, dia punya hak untuk melihat pengembangan sistem operasi yang dikembangkan Forstall. Ive juga secara rutin berkonsultasi dengan Jobs dan eksekutif lain. Dia akan memberikan masukan dan arahan kepada tim desain untuk menyempurnakan wujud P2.

Jobs sendiri memberi keleluasaan penuh kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pengembangan proyek. Mereka boleh mempekerjakan siapa saja dengan dana seluas-luasnya dengan satu syarat: Proyek ini jangan sampai bocor ke luar sama sekali. “Ini benar-benar tantangan,” kenang Forstall. “Cara saya melakukan perekrutan adalah mengincar ‘superstar’, engineer yang istimewa, dan saya akan menawarinya seperti ini: ‘Kau saat ini superstar di peranmu, dan kau akan sukses di Apple jika terus melakukan tugasmu dengan baik. Tapi aku punya penawaran lain, opsi lain. Kami punya proyek yang benar-benar rahasia dan kami memerlukan orang yang benar-benar berbakat dan bersedia menerima tantangan.’ Yah, begitulah cara saya membentuk tim iPhone.”

Forstall waktu itu ‘menguasai’ seluruh lantai di satu gedung markas besar Apple dan menguncinya. “Kami memasang pintu dengan pembaca lencana khusus untuk masuk, ada banyak kamera, dan kami menyebutnya sebagai Purple Dorm.” Forstall tertawa. “Di pintu depan Purple Dorm kami memasang tanda Fight Club, ya kalian tahu kan, di film itu, aturan pertama Fight Club adalah, kita tidak membicarakan tentang Fight Club. Begitulah aturan utama soal Purple Dorm. Kita tidak membicarakan apa pun tentangnya di luar pintu ini.”

Dari perspektif pengembangan desain, Jony Ive juga dengan bersemangat menceritakan pengalamannya. “Waktu berada di tahap awal pengembangan perangkat ini, kami mencoba menetapkan sebuah tujuan utama, seringkali kami membahas mengenai cerita untuk produk ini, kami membicarakan tentang persepsi. Kami membicarakan tentang bagaimana perasaan Anda soal produk ini, bukan secara fisik, tapi dari persepsi. Ini adalah soal rasa.” Jony menginginkan agar iPhone ini memiliki layar yang membentang di seluruh perangkat. Pada pembahasan awal, tim desain setuju bahwa layar ini akan menjadi semacam fokus perhatian dari perangkat, jadi tidak boleh ada sesuatu pun yang mengganggu interaksi pengguna dengan layar.

“Sangat jelas di pikiran kami bahwa layar perangkat ini sangat penting. Kami ingin mengembangkan produk yang memiliki keunggulan dan menarik fokus penggunanya ke arah layar,” ujar Ive. “Beberapa diskusi awal tentang iPhone berpusat pada semacam ‘kolam tanpa batas’ – ini seperti sebuah mata air, yang mana layar ini akan memunculkan segala sesuatunya secara ajaib.” Tim kemudian berfokus pada pentingnya layar ini sebagai pusat dari seluruh interaksi pengguna dengan perangkat. Apalagi Jony Ive juga ingin agar layarnya ‘ajaib’ dan ‘mengejutkan’. Ini merupakan tujuan tingkat tinggi untuk sebuah perangkat yang belum pernah ada sebelumnya. “Di tahap awal pengembangan desain, semuanya terasa baru, dan kami merasa bahwa ini adalah peluang nyata untuk mengembangkan sebuah ‘cerita desain’ berdasarkan tujuan semacam ini,”


Episode selanjutnya akan membahas hari-hari menjelang rilis iPhone sebagai sebuah produk ponsel pertama Apple yang bukan saja menjadi yang pertama bagi mereka, tapi juga perangkat kategori baru untuk dunia teknologi secara menyeluruh.

Referensi:

Kahney, Leander. (2013). Jony Ive: The Genius Behind Apple’s Greatest Products. Amazon.

Arlidge, John. (2014). Jonathan Ive, Designs Tomorrow. Time

Griggs, Brandon, and Leopold, Todd. (2013). How iTunes changed music and the worldCNN

Rosoff, Matt. (2015). Jony Ive carried a resignation letter in his pocket the first time he met Steve Jobs. Business Insider

Phelan, David. (2018). Jony Ive Interview: Apple Design Guru on How He Created the New iPad and The Philosophy Behind ItIndependent.

Rossignol, Joe. (2019). iBook Turns 20: Watch Steve Jobs Unveil the World’s First Notebook with Wireless Internet. Macrumors

Kiki Sidharta

Penulis Winpoin yang paling sering minta dimaklumi kalau lagi lama nggak nulis | Dengan senang hati menjawab pertanyaan seputar Windows Phone lewat akun Twitter @kikisidharta

Post navigation