Dalam pidatonya kepada lulusan Auburn University di tahun 2010, Tim Cook yang saat itu menjabat sebagai COO Apple mengungkapkan salah satu hal yang menjadikannya sukses: ikuti intuisimu sesekali, terutama ketika intuisi itu berbisik dengan sangat kuat!
“Ada saat-saat dalam hidup kita, ketika intuisi kita justru menuntun ke arah yang lebih tepat – saat di mana kita merasa sangat benar dan sangat yakin mengambil suatu kesempatan atau melakukan tindakan,” ungkap Cook kepada para lulusan Auburn University. “Menariknya, saya menemukan kebenaran hal ini ketika saya menghadapi keputusan paling penting di mana semua logika dan pemikiran rasional seakan bertentangan dengan intuisi tersebut!”
Cook sedang membicarakan saat pertama dia menyetujui tawaran kerja di Apple, perusahaan komputer legendaris yang sedang menukik menuju kehancuran, sementara sebenarnya saat itu dia sedang menikmati masa jaya di Compaq sebagai eksekutif dengan gaji besar dan masa depan cerah!
“Jadi untuk keputusan paling penting dalam hidup kalian, percayalah pada intuisi kalian, kemudian kerjakan dengan segala yang kalian miliki, untuk membuktikan bahwa keputusan itu tidak salah!”
Apple di Jurang Kehancuran
Tim Cook bergabung dengan Apple pada 11 Maret 1998. Pada saat itu, perusahaan ini bukanlah idaman para pekerja. Justru pada saat itu Apple hampir bangkrut dan para karyawan seakan antre untuk meninggalkan Apple.
Namun Steve Jobs yang baru saja ‘bergabung kembali’ dengan Apple memberikan harapan baru. Posisinya saat itu adalah interim CEO atau iCEO. Kembalinya sang pendiri Apple ke perusahaan ini menjadikan banyak karyawan menjadi lebih optimis. Namun saat itu Jobs belum benar-benar berhasil menjual sesuatu. Satu-satunya hal bagus yang dilakukannya adalah rilisan iklan ‘Think Different‘ yang populer dan memberikan perspektif segar terhadap Apple. Jobs saat itu sedang sibuk-sibuknya berupaya melakukan perubahan pada perusahaan, membuang berbagai hal yang dianggapnya sebagai ‘kartu mati’, dan upaya untuk melakukan berbagai perubahan lainnya.
Sebelum ‘terjun ke jurang’, sebenarnya Apple merupakan perusahaan dengan kinerja yang sangat luar biasa. Sebelum 1994, Apple merupakan perusahaan terbesar kedua di industri komputer. Apple disebut-sebut sukses dalam revolusi desktop komputer dan menjual Mac dalam jumlah yang luar biasa, utamanya ke industri penerbitan AS. Perusahaan ini bahkan mempekerjakan tiga belas ribu karyawan dan memiliki pendapatan tahunan lebih dari USD 9 miliar.
Namun pada tanggal 24 Agustus 1995, Microsoft merilis Windows 95, sebuah OS untuk PC yang kompatibel dengan semua produk-produk IBM. Lalu tiba-tiba semua PC (utamanya dari IBM) menjadi populer. Bahkan perusahaan pembuat PC seperti Dell, Compaq, dan Gateway ikut menunggangi sukses operating system ini. Microsoft di tahun pertama saja menjual lebih dari empat puluh juta salinan disk! Perlu diakui bahwa PC yang menjalankan Windows mungkin tidak sebagus mesin-mesin produksi Apple, tapi jauh lebih murah. Tentu saja ini menjadi prioritas bagi masyarakat menengah ke bawah sementara Apple yang tidak kompatibel dengan Windows, tentu saja kena getahnya. Komputer produksi Apple mulai ditinggalkan orang. Peringatan dini sudah tampak ketika pada tahun 1995, Apple ‘hanya’ mampu mencatatkan keuntungan sebesar USD 400 juta. Untuk perusahaan yang biasa mendapatkan profit USD 9 miliar, tentu saja ini sebuah kejatuhan. Waktu itu Apple memang sadar sedang krisis dan berupaya untuk memperbaiki keadaan. Namun tahun berikutnya benar-benar meninju Apple dengan keras karena mereka mencatatkan kerugian sebesar USD 69 juta. Tidak perlu menanti tahun depan, karena di kuartal selanjutnya, nilai kerugian tersebut meningkat hingga USD 700 juta! Sebagai akibatnya Apple mulai melakukan langkah-langkah seperti ‘merumahkan’ para karyawan, disusul penggantian CEO. Namun penggantian CEO ke Michael Splinder, dan selanjutnya ke Gilberto Amelio tidak membawa dampak positif. Namun satu hal yang mungkin cukup tepat dilakukan Amelio pada saat itu adalah membeli NeXT, perusahaan yang didirikan Steve Jobs sebesar USD 400 juta. Pembelian NeXT ini menjadi ‘pintu masuk’ bagi Jobs untuk kembali ke Apple!
Salah satu tindakan awal Jobs adalah memangkas produksi Apple. Dia menghilangkan banyak produk Apple yang dianggap tidak menguntungkan dan tidak sesuai ‘visi Apple’ untuk memusatkan hanya pada empat lini produk, yaitu: Power Mac, PowerBook, Quadra, dan Performa. Selain pelanggan nantinya lebih mudah untuk mengingat produk-produk Apple, ini juga akan memudahkan Apple memfokuskan sumberdaya produksinya.
Sebagai gambaran, pada tahun 1997, Apple memiliki pabrik sendiri di Sacramento, California; Cork, Irlandia; dan Singapura. Ketiga pabrik ini biasa memproduksi motherboard yang serupa dan merakit produk-produk Apple untuk dijual ke berbagai pasar yang berbeda. Namun pada praktiknya, sering terjadi masalah kekurangan komponen di satu pabrik, sehingga perangkat yang diproduksi harus dikirimkan ke pabrik lain agar utuh, baru kemudian dijual. Tentu saja ini akan banyak membuang waktu, tenaga, dan uang. Oleh karena itu untuk menghemat waktu dan tenaga, Apple mulai melakukan outsourcing dalam produksinya ke negara seperti Korea dan Tiongkok. Ini merupakan perubahan besar dan menghemat biaya dalam jumlah yang signifikan! Keputusan untuk outsourcing ini memang merupakan keputusan besar bagi Apple dan Jobs banyak dipuji karena berani mengambil langkah ini. Tindakan ini menghemat banyak dana di Apple sekaligus lebih efektif. Namun itu belum cukup untuk Jobs. Pendiri Apple ini perlu mengakui bahwa dia memerlukan sosok dengan keahlian seperti Michael Dell (pendiri Dell) yang berhasil menjual PC dan laptop dengan harga murah berkat keahliannya melakukan outsourcing dan memintas harga bahan baku komponen dengan mengambil produk-produk dari Asia. Jobs memang membenci komentar Dell yang pernah mengucapkan bahwa “Apple lebih baik ditutup dan uangnya dikembalikan ke pemegang saham” ketika Apple sedang jatuh-jatuhnya. Namun dia tetap mengagumi kemampuan Dell untuk mengelola pabrik dan rantai pasokan komponen dengan luar biasa. Dari sinilah Steve Jobs menemukan Tim Cook! Pada saat Tim Cook mulai bekerja di Apple pada tahun 1998, produksi PowerBook di-outsourcing ke Quanta, sebuah perusahaan Taiwan, dan Cook bertugas untuk menangani jalur produksi tersebut.
Pertemuan Pertama
Uniknya, Tim Cook sempat beberapa kali menolak tawaran kerja di Apple. Bisa dimaklumi karena saat itu dia sudah sangat mapan di Compaq. Irama kerja dan gaji yang didapatkannya sangat bagus. Namun Steve Jobs tidak kehilangan akal. Dia meminta waktu untuk bertemu langsung dengan Tim Cook. “Steve adalah orang yang menciptakan keseluruhan industri tempat saya berada,” ujar Cook dalam wawancaranya dengan Charlie Rose pada tahun 2014. “Tentu saja saya senang bertemu dengannya langsung.”
Bisa diduga, Tim Cook langsung ‘terjebak’ oleh kharisma Steve Jobs. Dia langsung menyadari bahwa pria ini melakukan sesuatu dalam ‘dimensi yang berbeda’. Dalam pertemuan itu Cook mendengarkan strategi dan visi Apple, utamanya cita-cita Jobs untuk ‘membangkitkan’ Apple serta bagaimana dia memerlukan kontribusi Cook dalam rencana besar ini. Jobs menjelaskan bahwa produk yang sedang dia siapkan ini akan mengguncangkan dunia komputer, sebuah konsep yang belum pernah ada sebelumnya. Produk yang dimaksud Jobs saat itu adalah iMac G3, Macintosh yang nantinya akan dirilis pada tahun 1998 sebagai produk segar dengan warna-warni ikonik. Produk ini sekaligus nantinya ikut meroketkan nama Jony Ive sebagai salah satu desainer terbaik di dunia. Cook yang mendengarkan rencana-rencana Jobs ini tanpa sadar terseret dan ikut membayangkan masa depan bersama Apple. “Dia menceritakan ‘bocoran’ desain produknya yang akan mengguncang dunia, memang tidak banyak, tapi cukup menjadikan saya tertarik. Dia bahkan menjelaskan kalau dia sudah punya nama untuk produk ini: iMac.”
Sepulang dari pertemuannya dengan Steve Jobs, Tim Cook semakin meyakini bahwa pria ini benar-benar legenda Silicon Valley. Dia memang sudah mengukir namanya sangat dalam di industri komputer, namun ambisinya seakan membara untuk melakukan sesuatu yang ‘lebih besar lagi’. Meskipun dalam hatinya, Tim Cook tentu saja punya keraguan akan kesuksesan Steve Jobs dan Apple di masa mendatang, namun dia telah terbujuk. “Pertimbangan rasional saya tentu saja akan memilih gaji besar dan posisi yang sudah sangat mantap di Compaq. Orang-orang di sekitar saya juga tanpa ragu menyarankan saya untuk tetap bertahan di Compaq.” ungkap Tim Cook dalam pidatonya di Auburn University pada tahun 2010. “Bahkan seorang CEO yang saya datangi untuk berkonsultasi dengan gamblang mengungkapkan bahwa saya betul-betul tolol kalau sampai menerima tawaran Apple dan meninggalkan Compaq. Benar-benar tidak ada orang di sekeliling saya yang mendukung saya untuk menerima tawaran Apple. Namun akhirnya, saya menerimanya.”
Cook selalu mengenang bahwa pembicaraan dengan Steve Jobs-lah yang menjadikannya mengambil keputusan itu. “Cara dia berbicara, cara dia menciptakan semacam ‘koneksi’ di ruangan itu. Saya saat itu benar-benar yakin bahwa saya bisa bekerja dengannya. Saya bisa memberi kontribusi seperti yang diharapkannya. Dan yah.. meskipun ini terasa tidak masuk akal jika dinilai dari pertimbangan rasional, saya mendengarkan kata hati saya dan menerima tawaran dari Apple.”
Ini memang hal yang unik karena sejak muda Cook adalah seorang yang sangat analitis dan selalu mengikuti logika daripada perasaannya. Namun pada akhirnya dia menerima tawaran Apple karena intuisinya mengatakan bahwa ‘mengikuti’ Steve Jobs adalah hal yang tepat untuk dilakukan (Tentu saja kita semua tahu bahwa Steve Jobs adalah sedikit orang di dunia yang memiliki kemampuan persuasi yang luar biasa. Kasus Tim Cook ini salah satu buktinya).
Ketika ditanya kesannya terhadap Tim Cook dan bagaimana dia yakin bahwa Cook akan ‘cocok’ untuk Apple, Jobs tertawa dan menjelaskan, “Cook memiliki visi yang sama seperti saya, dan kami bisa berinteraksi dalam tingkat strategi yang sangat tinggi. Saya merasa menemukan partner yang bisa saya percayai. Bahkan saya merasa bahwa saya bisa melupakan banyak hal – dengan menyerahkannya pada Cook dan membiarkan dia memberi laporan saja kepada saya nanti,”
Ya, mereka berdua memang cocok!
Apple mempekerjakan Tim Cook pada usia tiga puluh tujuh tahun sebagai Senior Vice President of Worldwide Operations. Gaji yang diberikan adalah USD 400.000 dan bonus penandatanganan kontrak sebesar USD 500.000. Tanggungjawab Cook adalah mengelola produksi dan distribusi Apple. Seperti keyakinan Steve Jobs sejak awal, ini adalah salah satu perekrutan terbaik untuk Apple yang dilakukan Steve Jobs!
Minggu berikutnya kita akan membahas bagaimana peran Cook dalam ikut serta ‘menyelamatkan’ Apple!
Referensi:
Kahney, Leander. (2019). Tim Cook: The Genius Who Took Apple to the Next Level. Penguin.