Pieter Knook menatap keluar apartemennya di Tokyo. Pada tahun 1997 dia adalah kepala bisnis Microsoft di Asia, setelah merintis karir sejak Oktober 1990. Di era 90-an, Jepang adalah kiblat mode Asia. Orang-orang membicarakan gaya harajuku, manga dalam bentuk tankubon (buku penuh) yang diimpor ke seluruh dunia, anime yang pelan-pelan mengambil alih kepopuleran kartun Amerika dengan nama Ghibli dibisikkan sebagai alternatif Disney, J-Dorama yang meraih puncak kepopuleran dengan serial Oshin dan Tokyo Love Story, lalu X-Japan mengibarkan aliran musik Visual Key ke seluruh dunia.Tentu saja bagi Knook, jalanan sibuk di Jepang laksana etalase yang menarik. Namun saat itu yang ada di kepala Knook, yang menarik perhatiannya bukan gadis-gadis muda berseragam pelaut atau para seniman jalanan Harajuku yang penuh aksi dan gaya. Dia tertarik menyaksikan bagaimana hampir setiap orang sibuk dengan perangkat kecil di genggaman tangannya.
Telepon seluler pada dekade 90-an seakan menjadi pusat gaya hidup orang Jepang. Docomo, perusahaan yang nyaris mendominasi layanan carrier dan telepon genggam di Jepang, memopulerkan inovasi akses data yang disebut i-mode. Ini adalah metode yang memintas Wireless Access Protocol (WAP) yang memungkinkan pengguna layanan langsung mengakses konten yang disediakan Docomo. Pendeknya, akses data internet ini nyaris secepat berkirim SMS saja karena pengelolaan data yang sangat bagus pada saat itu. Pengguna layanan bisa berkirim email, mengakses website, forum, dan banyak lagi – semua melalui ponsel. Jepang telah mengalami booming internet mobile jauh sebelum ini menjadi tren dunia. Sambil melaksanakan tugas hariannya sebagai pengurus bisnis Microsoft di Asia, Knook diam-diam menyerap banyak wawasan dari tren internet di Jepang ini.
Upaya yang tidak sia-sia karena pada tahun 2001, Steve Ballmer yang baru saja dilantik sebagai CEO Microsoft meminta Pieter Knook untuk membantunya mengurus penjualan ponsel milik Microsoft!
Windows Mobile
Bagi Knook, ‘berjualan’ ponsel adalah sebuah pengalaman yang berbeda. Model penjualannya sangat berbeda dibandingkan PC, yang mana merupakan salah satu bidang yang dikuasai Microsoft. Penjualan ponsel memerlukan kerjasama dengan banyak penyedia infrastruktur yang sebagian besar dimiliki oleh operator telepon seluler. Merekalah yang berwenang membangun menara-menara pemancar sinyal seluler, menagih biaya, serta juga mengatur lalu lintas data untuk telepon ataupun SMS. Apalagi di AS, yang mana hak untuk menjual telepon seluler diberikan kepada operator (carrier) bagi para pelanggannya. Mau tak mau Microsoft harus bekerjasama dengan para operator ini.
Microsoft telah merilis perangkat mobile pertamanya, namun lebih dekat dengan sebuah PC alih-alih ponsel. Namanya sendiri sudah mencerminkan hal tersebut: Pocket PC 2000. OS yang digunakan adalah berbasis kernel Windows CE dari 1990-an dan didesain untuk meniru tampilan Windows 98 di desktop, tentu saja dalam layar yang lebih kecil. Setelah rilis perangkat pelopor ini, setiap tahun Microsoft rutin merilis ponsel baru dengan berbagai penyempurnaan. Langkah ini diikuti oleh beberapa perusahaan teknologi seperti Palm, LG, Samsung, dan HTC – Mereka menggunakan OS yang dibuat Microsoft ini untuk perangkatnya.
Tahun 2004 adalah tahun terbaik untuk Windows Mobile. Perangkat ini mencapai market share sebesar 23 persen untuk OS yang digunakan di seluruh dunia. Pemimpinnya? Siapa lagi kalau bukan Symbian. OS ponsel ini sangat populer di seluruh dunia dengan perusahaan asal Finlandia, Nokia, sebagai aktor utamanya. Mereka membuat ponsel yang fashionable namun tetap canggih dan sepertinya diinginkan oleh semua orang.
Dari beberapa pesaing Microsoft seputar tahun itu, yang terbesar adalah Palm. Perangkat mereka yang populer disebut Personal Digital Assistant (PDA), waktu itu merupakan paduan sempurna antara ponsel dan aktivitas komputasi. Sayang perusahaan ini hancur sendiri oleh berbagai perpecahan internal – Palm sempat menjadi dua perusahaan berbeda, sebelum akhirnya hilang ditelan gegap gempita produsen ponsel pintar lain. Namun Palm meninggalkan warisan yang menjadi inspirasi banyak smartphone modern seperti kalender, email, dan sistem multitasking yang digunakannya (bahkan iPhone 8 yang rilis 2017 ini masih mengambil beberapa ‘inspirasi’ dari Palm Treo). Sementara itu, Ed Colligan, direktur Palm dalam sebuah pertemuan rahasia dengan Microsoft menyetujui sebuah kerjasama yang menjadikan Palm membantu mengembangkan Windows Mobile!
Keberhasilan ini disebut para analis sebagai ‘kemenangan penting dalam satu dekade upaya menembus pasar mobile‘. Pada bulan Februari 2006, Nick Jones, seorang analis dari Gartner membocorkan fakta bahwa Windows Mobile menggunakan lebih dari 10.000 pengembang perangkat lunak untuk mengerjakan aplikasi-aplikasinya. Ini jauh lebih banyak dibandingkan sistem operasi mobile pesaingnya seperti Symbian (yang sebagian besar sahamnya dimiliki Nokia) dan juga Research in Motion (sebelum perusahaan ini beralih nama menjadi BlackBerry).
Namun cukup disayangkan, meskipun Ballmer yang saat itu menjabat CEO Microsoft nampak memberikan dukungan penuh terhadap Windows Mobile, namun para pemegang saham yang tidak sabaran melihat bahwa upaya Microsoft ini ‘buang-buang uang’. Mereka ingin segera melihat keuntungan di laporan keuangan mereka, sementara Microsoft belum kunjung meraih dominasi di pasar mobile.
Nokia dalam Pantauan
Hingga tahun 2007, para operator telepon seluler AS seperti AT&T dan Verizon paling menyukai Nokia. Raksasa Finlandia ini merupakan produsen dan penjual ponsel paling sukses di seluruh dunia dalam dekade 90-an dan awal 2000-an. Tentu saja operator mendapatkan keuntungan berlimpah jika menjual ponsel merek Nokia. Triwulan terakhir 2006 menunjukkan angka pendapatan 7,1 miliar Euro. Luar biasa untuk pemasukan dari penjualan ponsel saat itu.
Nokia sukses mengawinkan fashion dan teknologi dalam ponsel-ponselnya. Produk mereka memiliki tampilan yang unik dan enak dipandang, namun canggih dan memiliki segmentasi khusus. Mereka memiliki ponsel khusus untuk musik, ponsel khusus untuk penggemar fotografi, ponsel khusus untuk penggemar game, yang semuanya hadir dalam balutan warna-warna trendi dan memukau. Bentuk-bentuk ponselnya juga menunjukkan kekayaan desain dan bakal menjadi bahan percakapan jika dipamerkan. Dengan kekuatan uang yang nyaris tanpa batas, Microsoft pun mulai melakukan hitung-hitungan untuk ‘bekerja sama’ atau ‘berperang langsung’ dengan Nokia.
Pada saat itu ponsel pintar lain yang juga menyeruduk ke deretan populer dunia adalah BlackBerry. Produk Research in Motion yang berbasis Kanada ini memiliki kemampuan manajemen email yang revolusioner. Selain itu, aplikasi pengiriman pesan miliknya – BlackBerry Messenger (BBM) – merupakan aplikasi pengiriman pesan terpopuler di dunia setelah SMS biasa. RIM berada di puncak dunia dan seolah tidak terkalahkan. Windows Mobile yang sudah merintis sekian lama, menanti tibanya waktu untuk populer, seakan kehilangan momentum, dan ini menjadikan tekanan terhadap Microsoft semakin berat.
Upaya Microsoft untuk menguasai dunia mobile kembali tidak relevan setelah Apple merilis sebuah perangkat seluler pintar yang revolusioner. Baca selengkapnya di edisi Kisah Silicon Valley #21: Perang Smartphone – iPhone yang Mengubah Dunia
Referensi
Arthur, Charles. (2013). Digital Wars Apple, Google, Microsoft, dan Pertempuran Meraih Kekuasaan atas Internet. PT. Elex Media Komputindo
Jowitt, Tom. (2016). Tales in Tech History: Windows Mobile. Silicon