Bulan ini, 19 tahun yang lalu, Konferensi World Wide Web ke-7 menyaksikan presentasi karya dua orang Lulusan Stanford University: The Anatomy of a Large Scale Hypertextual Web Search Engine. Larry Page dan Sergey Brin yang saat itu baru berusia 25 dan 24 tahun memaparkan gagasan tentang mesin pencari yang bagus, mengingat pertumbuhan web page dan peningkatan pengguna jaringan internet yang sangat pesat pada masa itu. Mungkin tidak ada yang membayangkan bahwa dalam rentang waktu tersebut, kedua orang yang ‘bukan siapa-siapa’ tersebut kini memiliki perusahaan yang tercatat sebagai perusahaan bernilai tertinggi kedua di dunia di bawah Apple Inc. Saat mereka ‘memasak’ ide tentang mesin pencari tersebut, Microsoft tengah berada di puncak dunia dengan dominasi tak terbantahkan di dunia teknologi, Apple sendiri sedang tertatih-tatih berusaha bangkit dan baru saja mempekerjakan CEO kharismatik sekaligus pendiri mereka kembali: Steve Jobs. Bagaimana dua pemuda polos ini bertahan dan akhirnya menyalip sang Titan?
Pencarian Mesin Pencari
Page dan Brin bukan yang pertama mengajukan ide tentang indexing alamat website yang sedang menunjukkan tren menanjak di era 90-an tersebut. Sebelumnya, Compaq, sebuah perusahaan yang pada era tersebut masih jaya, memiliki mesin pencari terbaik pada zamannya, yaitu AltaVista yang didukung chip Alpha 64-bit pertama kali di dunia milik Compaq. Kecepatan AltaVista tak terbantahkan, namun segera rusak diserbu oleh spam dan situs porno yang ikut menunggangi pertumbuhan internet pada tahun 90-an. Trik spam dan situs porno untuk masuk menjadi nomor satu dalam pencarian sangat simpel, mereka tinggal menyisipkan teks aneka keyword populer dengan background putih pada webnya (mirip sistem SEO zaman sekarang) sehingga terindeks di halaman pertama oleh AltaVista. Pada saat itu teknisi masih kesulitan menangani spam semacam ini.
Microsoft bukannya tidak mengendus peluang di bidang ini. Pada tahun 1997, Microsoft meluncurkan Yukon, sebuah mesin pencari internet. Namun dengan segera raksasa software ini ‘bosan’ karena kesulitan mendapatkan pemasukan dari Mesin Pencari. Bukan Microsoft saja, akhir tahun 90-an, jumlah mesin pencari cukup melimpah: Yahoo, AltaVista, Lycos, Excite, Hot Bot, Ask Jeeves, WebCrawler, Dogpile, AOL, Infoseek, Netscape (kalau kamu pernah berurusan dengan nama-nama ini, saya bisa menebak usia kamu. Hohoho…)
Kenapa mesin pencari susah mendapatkan profit? Pada era tersebut, cara mendapatkan profit adalah dengan memasang iklan pada mesin pencari. Nah, coba kamu bayangkan jika kita sudah berhasil menemukan website yang diinginkan, pasti kita meninggalkan mesin pencari tersebut. Hal ini sangat dibenci oleh pengiklan! Tentu saja mereka yang memasang iklan pada mesin pencari berharap agar iklannya dilihat lebih lama atau mendatangkan klik lebih banyak.
Ini mungkin terdengar konyol pada zaman sekarang – Pada masa itu, semakin lambat sebuah mesin pencari – maka semakin tinggi minat pengiklan padanya (karena dengan demikian iklan mereka dilihat lebih lama)!
Solusi Out of the Box dari Google!
Pada tahun 1996, Page dan Brin membuat sebuah algoritma yang mampu mengurutkan halaman web berdasarkan popularitas (jumlah klik terhadap halaman tersebut dan diperhitungkan menurut keyword yang dimasukkan) yang dihitung dengan sistem komputasi raksasa. Sistem tersebut dinamai ‘pageRank’ – Plesetan dari nama Larry Page – dan sistem ini tentu saja memiliki masa depan cerah sepanjang mereka memiliki hardware yang memadai, karena dengan sistem tersebut, diperlukan storage yang sangat besar untuk menampung database website yang diindeks.
Kedua penggemar matematika ini sempat menawarkan sistem tersebut kepada Excite dan Yahoo, namun seperti yang saya singgung di atas, kedua perusahaan besar tersebut menolak karena selain sudah memiliki mesin pencari sendiri, mereka tidak melihat pentingnya sebuah mesin pencari yang cepat. Mesin pencari yang cepat justru menjadikan halaman mesin pencari makin sebentar disinggahi, sehingga pengiklan enggan mengucurkan dana.
Melihat kenyataan ini, Page dan Brin kembali ke Stanford, dan memanfaatkan dana modal ventura dari universitas bernama besar ini, Page dan Brin resmi mendirikan badan usaha dan berfokus pada mesin pencari. Setelah sempat bernama BackRub dan hampir diberi nama Whatbox (Nama ini diveto Sergey Brin yang lebih religius karena terdengar seperti wetbox yang punya imej porno), maka perusahaan yang berlokasi di Santa Margarita Avenue, Menlo Park, ini kemudian menjadi Google.
Pada awalnya kedua jenius ini belum memikirkan profit. Mereka terobsesi untuk membuat mesin pencari tercepat. Laman Google pertama kali muncul di internet pada Agustus 1997, berupa sebuah kotak pencarian dan logo Google, tanpa iklan! Saking terobsesinya pada kecepatan, Page dan Brin akan bersorak-sorak atau berguling-guling di lantai dengan penuh kebahagiaan hanya saat mesin pencarinya bertambah cepat sepersekian detik!
Di antara perusahaan teknologi yang tumbuh berkembang di zaman itu, mungkin Google adalah perusahaan paling miskin tapi paling pemilih. Mereka hanya mau mempekerjakan lulusan terbaik universitas – Orang-orang yang sama pintarnya, atau bahkan lebih pintar dari mereka – Sebagian besar dari Stanford, yang memiliki ikatan kuat dengan mereka. Fresh graduates ini dijejali mimpi dan visi mereka di masa depan, hal yang kelihatan mirip pepesan kosong jika melihat kondisi kas keuangan Google waktu itu.
Page dan Brin saat itu harus menghabiskan seluruh limit kartu kredit mereka, membeli banyak hardware untuk server, dan menggunakan Linux – Karena mereka tak mampu berlangganan Windows Server. Dot com bubble (kehancuran banyak website pada awal tahun 2000 karena ketidakseimbangan investasi dan nilai perusahaan sesungguhnya) justru membantu eksistensi Google, karena mereka jadi dapat membeli banyak hardware dari perusahaan-perusahaan yang kolaps di Silicon Valley dengan harga murah.
Google tenar akan akurasinya dalam melakukan pencarian, hingga kemudian dijadikan mitra oleh Netscape – Perusahaan pembuat browser dan mesin pencari juga yang tengah bersengketa dengan Microsoft karena saat itu Microsoft membatalkan kerjasama dengan Netscape demi browsernya sendiri: Internet Explorer.
Bersembunyi dari Sang Titan
Saat Google mulai mekar, Microsoft sedang sibuk-sibuknya. Raksasa teknologi ini menghadapi tuntutan hukum susul menyusul atas tuduhan monopoli usaha, mengingat dominasi Microsoft di dunia software. Selain sedang terkuras energinya oleh persidangan Anti-Monopoli, karyawan Microsoft rata-rata tumbuh dewasa di era 70-an dan 80-an. Mereka masih gagap oleh perkembangan internet. Tidak ada yang benar-benar familiar dengan ide baru yang terus bermunculan seputar website, serta juga tidak ada yang memandang penting adanya sebuah mesin pencari. Bagi mereka, mesin pencari hanya pemborosan modal dengan margin keuntungan yang sangat kecil. Meskipun demikian, Microsoft tetap meluncurkan mesin pencarinya: MSN untuk bersaing dengan Yahoo yang saat itu merupakan jawara di bidang mesin pencari dan email gratisan!
Sementara itu Page dan Brin mulai melangkah maju. Mesin pencarinya yang cepat dan akurat mulai disuka masyarakat. Gaya pemberontak mereka sangat disukai oleh khalayak yang jenuh oleh dominasi nama-nama besar seperti Microsoft, Yahoo, dan IBM. Page dan Brin yang masih bermitra dengan Netscape, mengembangkan AdWords – Sistem iklan yang segera menjadi favorit banyak pengguna web! Pada akhir tahun 2000, pendapatan mereka mencapai USD 24,5 juta. Ini menyeramkan karena tahun sebelumnya (1999), pendapatan mereka hanya USD 220.000! Google mulai menggeliat.
Atas desakan para investor, Page dan Brin mulai mencari seorang CEO. Sebenarnya mereka menginginkan Steve Jobs dan penuh percaya diri pernah melamarnya – Tentu saja Jobs menolak. Pencarian mereka berujung di Eric Schmidt, mantan CEO Novell yang punya kesamaan visi dengan kedua bocah ajaib ini: Membenci Microsoft.
Saat baru mengangkat Schmidt, dominasi Google mulai nampak nyata. Googling menjadi istilah prokem yang baru dan dipopulerkan oleh para selebriti dan stand-up comedian. Schmidt menganjurkan pada Page dan Brin untuk selama mungkin menunda pengajuan saham umum perdana (IPO) agar mereka tidak menarik perhatian the dark side – Microsoft, yang punya reputasi tak segan membeli, menggencet, mereplikasi produk, menghancurkan perusahaan-perusahaan teknologi yang berpotensi mengancam kekaisaran mereka. Schmidt sangat takut bahwa Microsoft akan menyadari bagusnya bisnis pencarian, dan dengan kekuatan modal yang dimilikinya, bisa mereplikasi dengan mudah lalu menghancurkan Google sekali terjang. Semua ini berdasarkan pengalaman Schmidt sebelumnya di Novell dan Sun Microsystem, yang mana ia menyaksikan perusahaannya bertempur habis-habisan dengan Microsoft hanya untuk kemudian digilas secara mutlak.
Sambil menunda IPO, Google terus meningkatkan alur pendapatannya. Cost per Mille (CPM – Biaya per seribu klik) dan Cost per click (CPC – Biaya per Klik) tak tertahankan lagi menjadi populer di kalangan pengguna web. Sebenarnya peningkatan alur pendapatan ini juga akibat dorongan Schmidt yang sebagai CEO konvensional – sangat membenci kondisi kehabisan kas – Sementara Page dan Brin seperti anak-anak yang tak memikirkan hari depan, terus menerus ‘membakar’ uang untuk peningkatan hardware, penyempurnaan kode, maupun infrastruktur untuk mesin pencarinya. Pengendalian Schmidt yang ketat terhadap uang kas menjadikan mereka – sambil mengomel – terpaksa mencari alur pendapatan baru secara kreatif.
Pada tahun 2002, serial Emergency Room menjadi favorit warga Amerika. Terdapat adegan seorang dokter yang menggunakan istilah meng-google teman kencan dalam sebuah percakapan yang tak lebih dari 30 detik. Adegan itu disaksikan oleh Yusuf Mehdi – Kepala bisnis MSN Search Microsoft – yang dengan cepat menyadari bahwa selama ini ada ‘musuh’ yang sudah mereka biarkan. Bola mata Sang Titan langsung menatap lurus pada Google!
PS: Apa yang terjadi selanjutnya? Saksikan kelanjutannya minggu depan. Hohoho..
Referensi:
Arthur, Charles. (2013). Digital Wars – Apple, Google, Microsoft, dan Pertempuran Meraih Kekuasaan atas Internet. PT. Elex Media Komputindo
Carr, Nicholas. (2010). The Shallows – Internet Mendangkalkan Cara Berpikir Kita? PT. Mizan Pustaka