Kisah Silicon Valley #5 – Balas Dendam Paling Manis di Silicon Valley

Kisah Silicon Valley #5 – Balas Dendam Paling Manis di Silicon Valley
via The Telegraph

Jumat, 24 Mei 1985 – John Sculley, mantan CEO Pepsi yang berhasil dirayu Steve Jobs untuk menahkodai Apple Inc, memasuki ruangan dengan wajah kusut. Sudah beberapa bulan ini dia mendengar rumor bahwa Jobs, si bocah ajaib yang mendirikan Apple bersama Steve Wozniak, berupaya mendepaknya dari perusahaan pembuat komputer paling populer di dunia saat itu. Jobs menganggap Sculley sebagai biang kerok kemunduran Apple dua tahun belakangan ini. Sculley menjual produk Macintosh terbaru Apple di rentang USD 2500 – Harga yang fantastis saat itu – sehingga nyaris tidak laku. Namun dosa terbesar Sculley menurut Jobs adalah: Dia tidak peduli pada produk. Sculley menjalankan perusahaan seperti seorang sales, lebih peduli pada keuntungan yang masuk daripada bagaimana produk tersebut dibentuk. Dan hari ini, Dewan Direksi Apple berkumpul untuk mendengar penjelasan Jobs terkait hal tersebut.

Di ruangan yang sunyi dan makin dingin tersebut, Jobs nampak tenang dan – tidak seperti biasanya – berpakaian rapi. Sculley langsung melempar bom dengan sebuah pertanyaan tanpa basa-basi, “Aku dengar kau ingin mendepakku dari perusahaan?” Dia menatap mata Jobs tajam. “Benarkah itu?”

Jobs agak terkejut, namun dia memang ‘tidak pernah malu-malu’ untuk ‘berkata jujur’ di hadapan semua orang, “Menurutku kau buruk untuk Apple, dan kau orang yang salah untuk menjalankan perusahaan ini.” Jobs berkata dingin. “Kau benar-benar harus meninggalkan perusahaan ini. Kau tidak tahu cara mengoperasikannya, dan tidak akan pernah.” Sebelum seluruh ruangan mengambil nafas, dia menambahkan satu tembakan lagi. “Aku tadinya ingin kau di sini untuk membantuku bertumbuh, dan kau sudah lama ‘tidak efektif’ melakukannya.” Pilihan kalimat Jobs menegaskan bahwa dia selalu merasa bahwa dia adalah Apple dan Apple adalah dia. Namun Sculley, meskipun terlihat kusut dan pucat, bukan orang yang mudah digertak. Dia menatap satu per satu mata anggota dewan direksi Apple.

“Aku atau Steve, siapa yang kalian pilih? Kalian sudah melihat bahwa dia telah menyiapkan semua ini untuk meyakinkan bahwa kalian pasti idiot kalau memilihku.”

Ruangan sunyi sesaat. Lalu Del Yocam, anggota direksi, angkat bicara. Dia menyatakan bahwa dia sangat menyayangi Steve Jobs, ingin agar dia terus mengambil peran tertentu di perusahaan, tapi dia menghormati Sculley dan ingin mendukungnya untuk menjalankan perusahaan ini. Eisenstat, tokoh direksi lain ganti berbicara dan mengungkapkan hal yang lebih sama. Regis McKenna yang saat itu bertindak sebagai staff senior, mengucapkan hal yang lebih frontal. Dia mengatakan bahwa Steve Jobs belum siap untuk menjalankan perusahaan sendiri.

Di kursinya, Steve Jobs terperanjat. Wajahnya membeku menahan amarah. Lalu bangkit meninggalkan ruangan.

 

Kemunduran Besar Apple

via NBC Los Angeles

Setelah hingar bingar sambutan dunia terhadap produk Apple I, Apple II, Apple III, dan LISA yang revolusioner sejak 1976, Apple menunjukkan kemunduran yang sangat jelas pada tahun 1984 saat merilis Macintosh. Masalahnya sederhana. Produk Apple sangat cantik dan menarik, tapi luar biasa lambat! Problem lainnya adalah kurangnya hard drive internal. Untuk menyalin data, kamu harus bolak-balik memasukkan floppy disk, hal yang sebenarnya sudah tidak menjadi masalah bagi jenis PC lain di zaman itu (produk lain sudah memiliki hard drive internal). Selain itu, Jobs menolak memasang kipas di dalam Mac dengan alasan bunyinya berisik dan merusak keindahan pemakaian (salah satu akibat keras kepalanya Steve Jobs terhadap estetika). Pengguna langsung menyerang hal tersebut dengan menyebut Mac sebagai pemanggang roti supermahal!

Penjualan Macintosh pun terus menurun drastis hingga di bawah sepuluh ribu hanya dalam sebulan. Steve Jobs (saat itu bertanggungjawab atas produksi Apple) dan John Sculley (CEO Apple) sudah mencoba berbagai macam trik pemasaran dan mengeluarkan berbagai produk perbaikan untuk mengatasi hal tersebut. Namun tidak ada yang berhasil. Padahal itu juga tercatat sebagai salah satu saat yang fenomenal, yaitu ketika Jobs mempercayakan iklan “1984” untuk Macintosh yang melegenda kepada Ridley Scott, sutradara spesialis sci-fi yang tenar akan karyanya: Alien (anak yang lahir era milenium mungkin lebih mengenalnya dari The Martian yang dibintangi Matt Damon). Namun meskipun mendapat sambutan besar dan tercatat sebagai salah satu iklan terbaik sepanjang masa, “1984” tidak dapat mencegah terus menurunnya penjualan Macintosh.

Di saat yang sama, kemunduran Apple ini memengaruhi perilaku Jobs. Moodnya berubah sangat mudah. Kalau sedetik lalu dia tertawa sembari merangkulmu, bisa saja detik berikutnya dia membantingmu dengan sumpah serapah berluncuran. Jobs benar-benar tidak puas dengan apa yang dicapai Macintosh. Semua lain dengan yang dibayangkannya (dan kita tahu Jobs tidak memiliki keterampilan teknis yang memadai untuk mewujudkan visinya, jadi yang dapat dilakukannya adalah mendorong, memaksa, dan mengintimidasi orang lain untuk menciptakan hasil seperti yang diinginkannya). Dalam tekanan maha dahsyat itu, para insinyur Apple menyerah satu demi satu, dan akhirnya menimbulkan gelombang eksodus keluar perusahaan. Perangai Jobs yang sedemikian mengerikan ini bahkan menjadikan salah seorang insinyur teknis Mac terhebat, Bruce Horn, menolak saat Jobs menawarkan 15.000 lembar saham sebagai kompensasi agar dia tetap tinggal.

Situasi ini bahkan menjadikan Steve Wozniak meradang dan menemui Jobs dengan marah. Woz belum pernah semarah itu. Selama ini dia bekerja diam-diam bersama para insinyur untuk proyek Apple II. Dia berperan sebagai maskot sederhana perusahaan – hadir di acara seremonial bersama Jobs, namun tidak ikut campur pada urusan politik perusahaan dan meskipun statusnya disebut ‘pendiri’, namun Woz dengan sederhana menyerahkan kepada Jobs untuk mengelola gajinya. Jobs sendiri selalu memperlakukan Woz penuh hormat. Seumur hidup, dia tidak pernah berbicara dengan nada yang keras pada sahabatnya itu (meskipun banyak yang menilai perlakuannya pada Woz terkait pembagian saham dan keuntungan Apple sangat tidak manusiawi). “Orang-orang di grup Apple II sudah diperlakukan seperti barang tidak penting!” sentak Woz yang biasa kalem pada Jobs. Perlu diketahui, Apple II adalah ‘sapi perah’ Apple. Keuntungan Apple justru paling besar dari divisi Apple II yang didukung Woz secara langsung, bukan Macintosh yang ‘revolusioner’ menurut versi Jobs itu. Namun Jobs tetap pada keputusannya untuk mengutamakan divisi Macintosh, bahkan meminta dukungan Woz untuk hal tersebut.

Frustasi karena tidak dapat mengubah keadaan, Wozniak meninggalkan Apple (meskipun Jobs tetap menggajinya dan menganggapnya sebagai bagian dari Apple), lalu mendirikan perusahaan sendiri untuk Universal Remote Control yang patennya dimiliki oleh Woz sendiri. Untuk desain, Woz meminta bantuan Frog Design yang merupakan rekanan Apple (Woz yang berpikiran sederhana mungkin hanya sekedar memanfaatkan koneksi dengan orang yang dia kenal). Ini menjadikan Jobs naik pitam. Apple memiliki klausul bahwa perusahaan rekanan tidak boleh mengerjakan desain apa pun terkait teknologi dengan pihak lain – meskipun Woz sekalipun. Ini menjadikan perusahaan Woz terkatung-katung.

Selain itu, hubungan Steve Jobs dan John Sculley, CEO Apple yang direkrut sendiri oleh Jobs, mulai memanas. Jobs menuduh semua kemunduran ini diakibatkan oleh Sculley. Dia mengatakan berulangkali bahwa Sculley tidak punya hasrat pada produknya sendiri dan ini merupakan dosa besar bagi seorang CEO – Sementara Sculley bertahan pada fakta bahwa dia tetap saja dapat menyukseskan Pepsi, perusahaan yang dipimpinnya sebelumnya, meskipun dia tidak mengerti sama sekali resep minuman pepsi tersebut. Berulangkali Jobs berupaya ‘mengajari’ Sculley seluk beluk desain dan bagaimana produk Apple seharusnya bekerja, namun pria berusia 45 tahun tersebut terlihat ogah-ogahan dan tidak peduli. Baginya profit lebih penting, dan urusan teknis harus diserahkan pada orang-orang yang paham teknis. Sculley sendiri merasa bahwa tingkah polah Jobs di dalam Apple sudah keterlaluan. Jika ada orang yang menjadikan situasi perusahaan tidak nyaman, Jobs-lah orangnya (dan pada saat itu, siapa pun akan mengiyakan pernyataan tersebut). Di mata Sculley, Jobs hanya menggerutu sepanjang waktu untuk produk-produk yang diajukan padanya. Dia meminta revisi berkali-kali, bahkan meskipun dia tidak tahu cara melakukan apa yang dia inginkan. Fenomena mengundurkan diri karyawan nyaris secara bedol desa itu mengonfirmasi kebenaran pendapat Sculley.

Bibit-bibit pertikaian yang mulai membesar di antara dua orang kuat di Apple tersebut menjadikan Jobs berencana mendongkel posisi Sculley sebagai CEO!

 

Dipecat?

via kensegall.com

Setelah peristiwa besar di ruang rapat tanggal 24 Mei 1985 tersebut, dewan direksi berkali-kali berupaya melakukan rekonsiliasi dengan Steve Jobs yang tetap merasa dikhianati. Lemah dan tanpa pengaruh di perusahaan, Jobs akhirnya menerima posisi sebagai Chairman untuk divisi gabungan Macintosh dan Apple II – Namun berada di bawah kendali CEO John Sculley. Jobs tidak lagi memiliki kuasa untuk mengambil keputusan bagi perusahaan yang didirikannya sendiri. Dia pun menjadi malas-malasan dan nyaris tidak pernah hadir di rapat perusahaan. Direksi membiarkannya. Cukup bagi mereka bahwa Steve Jobs tetap ada sebagai simbol Apple.

via Gizmodo

Namun Jobs kembali berulah. Masih kesal atas ‘pemindahan posisi’-nya ke Chairman, Jobs mengajukan kepada dewan direksi bahwa dia ingin mendirikan sebuah perusahaan baru. Dia meminta agar perusahaan turut ‘melepaskan’ lima karyawan ‘rendahan’ Apple untuk diizinkan membangun perusahaan baru tersebut bersamanya. Bahkan Jobs menulis proposal yang menyatakan bahwa perusahaan ini ‘tidak akan bersaing dengan Apple di bidang yang sama’. Namun saat nama-nama karyawan yang diminta Jobs diajukan, dewan direksi geger. Kesemuanya adalah karyawan level atas Apple yang merupakan kunci dari produk-produk mereka pada saat itu. Tentu saja dewan direksi menolak usulan tersebut dan memvetonya dengan pasal AD/ART buatan Jobs sendiri: karyawan atau rekanan Apple tidak boleh melakukan aktivitas luar perusahaan yang serupa dengan bisnis perusahaan (ini pasal yang dimanfaatkan Jobs untuk mematikan perusahaan remote control milik Woz).

Pertikaian dengan direksi ini menjadikan Jobs panik sekaligus kesal. Dia menulis surat kepada Mike Markkula, salah satu pimpinan direksi yang merupakan donatur awal Apple saat belum berupa perusahaan, menyatakan bahwa dia mengundurkan diri dari posisinya sebagai Chairman di Apple. Markkula tidak mencegah kepergian Jobs dari perusahaan.

Menjelang akhir September 1985, Jobs mengepak barang-barang dari kantornya, lalu melangkah pergi dari ruangannya. Yang tersisa di ruangan itu adalah foto Jobs berjabat tangan dengan John Sculley bertuliskan: “Here’s to Great Ideas, Great Experiences, and Great Friendship” – Pecah berantakan di dinding!

 


Bagaimana nasib Steve Jobs setelah dipecat… eh, mengundurkan diri… eh, dipaksa mundur… selanjutnya? Nantikan episode berikut Balas Dendam Paling Manis di Silicon Valley – NeXT.

 

Referensi:

Arthur, Charles. (2013). Digital Wars – Apple, Google, Microsoft, dan Pertempuran Meraih Kekuasaan atas Internet. PT. Elex Media Komputindo

Isaacson, Walter. (2011). Steve Jobs. Simon & Schuster.

 

Kiki Sidharta

Penulis Winpoin yang paling sering minta dimaklumi kalau lagi lama nggak nulis | Dengan senang hati menjawab pertanyaan seputar Windows Phone lewat akun Twitter @kikisidharta

Post navigation