Smartphone high end terakhir dirilis yang menyita perhatian kita pada saat artikel ini dirilis adalah iPhone X dari Apple. Resolusi kamera yang ditawarkan adalah 12MP. Empat tahun yang lalu, dunia teknologi digemparkan berturut-turut oleh Nokia 808 yang ber-OS Symbian, memiliki kamera dengan resolusi 41MP, disusul oleh ‘adik’-nya, Lumia 1020, beresolusi serupa, namun menggunakan OS Windows Phone. Joe Belfiore sempat membanggakan teknologi rintisan ini, dan memang ini menciptakan gaung yang dahsyat di media sosial. Belum pernah ada teknologi seperti ini sebelumnya.
Setahun setelahnya, manufaktur lain susah payah mengikuti tren ini. Seperti misalnya Oppo Find 7 yang dengan rekayasa software menghadirkan kamera smartphone yang menghasilkan foto beresolusi 50MP – Para penikmat teknologi menganggap itu sebagai penipuan. Selama dua tahun setelahnya, Lumia 1020 masih disebut sebagai yang terbaik untuk smartphone kamera. Namun ketika akhirnya LG G4 mampu menyamai kualitas teknologi PureView Nokia dengan menghadirkan gambar jernih dalam situasi minim cahaya, seolah ada sebuah batas yang terdobrak, manufaktur tidak lagi berpikir bahwa gambar jernih hanya dapat dihasilkan oleh kamera ponsel beresolusi tinggi. Sebagai akibatnya: Tidak ada lagi yang berupaya menyaingi ukuran sensor Lumia 1020 di sebuah kamera ponsel.
Mengapa ini terjadi? Tim Android Central menulis sebuah artikel yang bagus untuk menjelaskan fenomena ini, dan saya tertarik untuk sekedar membuat versi alih bahasanya untuk teman-teman pembaca Winpoin sekalian.
Difraksi, Airy Disk, dan Kualitas Gambar
Untuk memahami cara kerja kamera, utamanya kamera Lumia 1020, sebelumnya, kita memerlukan pengetahuan dasar tentang difraksi, airy disk, dan kualitas gambar terlebih dahulu. Difraksi berkaitan dengan bagaimana cahaya masuk ke kamera smartphone. Gelombang cahaya biasanya bergerak dalam garis lurus. Saat gelombang ini melewati gas, cairan, atau bahan seperti lensa atau kaca, atau memantul ke permukaan tertentu, maka gelombang cahaya akan mengubah lintasannya. Difraksi terjadi saat gelombang cahaya menemui hambatan, yang menyebabkan gelombang cahaya ini ‘membengkok’ ke sekitar hambatan, sehingga menyebabkan interferensi.
Untuk membayangkan ini, coba bayangkan ada sebuah lubang di dinding. Jika lubang tersebut makin besar, pastilah cahaya yang melewati lubang tersebut semakin banyak bukan? Sementara itu cahaya lain yang membentur dinding akan menyebar ke area sekitar lubang di dinding tersebut. Inilah yang dimaksud difraksi. Semakin besar lubang, semakin kecil difraksi, dalam artian semakin banyak cahaya yang masuk. Dalam kamera, bukaan yang semakin besar akan menjadikan difraksi semakin kecil sehingga cahaya makin banyak masuk ke lensa kamera.
Dalam lensa kamera, saat cahaya masuk melalui aperture kamera, maka akan terbentuk pola sirkular pada sensor kamera, dengan sebuah titik terang di bagian pusat, dikelilingi oleh semacam ‘cincin konsentrik’. Titik terang di bagian tengah ini (bayangkan cahaya yang menembus lubang di dinding tadi), disebut Airy disk, dan pola tersebut disebut pola Airy. Nama ini diperoleh dari penemunya, Sir George Biddell Airy, yang mengamati fenomena ini pada tahun 1835.
Ukuran dan jarak antar airy disk ini memainkan peranan penting dalam menentukan detail dan ketajaman gambar akhir yang dihasilkan kamera. Dalam pengoperasiannya, cahaya menembus lensa kamera dan menciptakan beberapa airy disk dalam sensor kamera.
Sistem optik ‘Difraksi Terbatas’
Sensor kamera pada dasarnya adalah barisan piksel. Saat sebuah foto diambil, sensor diterangi oleh cahaya dan piksel mengonversi data cahaya menjadi gambar digital. Pada sensor yang memiliki resolusi tinggi, piksel tersebut lebih padat, dengan diameter airy disk yang lebih besar dibandingkan piksel tunggal, menjadikan gambar yang dihasilkan nantinya lebih tajam dan detail.
Pada aperture yang lebih kecil maka airy disk yang terbentuk akan tumpang tindih. Ini mengakibatkan fenomena yang disebut ‘difraksi terbatas’. Gambar yang dihasilkan menjadi lebih gelap dan berpeluang menimbulkan noise.
Idealnya, ukuran airy disk harusnya kecil sehingga tidak tumpang tindih. Pada flagship terbaru, ukuran piksel lebih kecil dibandingkan dengan diameter airy disk. Namun karena perangkatnya menggunakan ukuran sensor yang lebih kecil, maka manufaktur harus membatasi ukuran sensor sehingga airy disk tidak tumpang tindih.
Singkatnya, jika piksel yang dihasilkan ukurannya lebih besar, maka sensor harus dijaga tetap kecil untuk menjaga airy disk yang dihasilkan tidak tumpang tindih, dan gambar yang dihasilkan lebih jernih.
Teknik Sampling
Namun, piksel yang lebih besar menghasilkan detail yang lebih buruk. Untuk dapat mereproduksi semua informasi yang terkandung dalam sinyal sumber, ini harus dijadikan sampel pada rasio 2x frekuensi tertinggi dalam sinyal sumber. Secara sederhana: foto direkam pada dua kali resolusi sinyal sumbernya akan mendapatkan tampilan paling tajam.
Saat mengembangkan Nokia 808 dan Lumia 1020, Nokia pun tak lepas dari masalah ini. Namun mereka punya teknologi mengatasinya: oversampling atau yang sering disebut PureView. Dengan demikian mereka bisa menekan menurunnya kualitas gambar akibat difraksi dan ukuran piksel kecil (tapi sensor yang besar).
Evolusi Kamera Smartphone
Teknologi smartphone telah berkembang pesat, akan tetapi hukum fisika tak dapat diubah. Meskipun Nokia memiliki kombinasi sensor besar dan resolusi besar, industri akhirnya memutuskan untuk mengambil rute: membatasi resolusi sensor untuk meminimalkan masalah difraksi. Kamera modern kini memiliki masalah difraksi yang lebih sedikit dibandingkan Lumia 1020, meskipun ukuran sensornya semakin kecil.
Selain sensor yang berkembang, ISP hardware, algoritme perangkat lunak, juga telah makin berkembang untuk mengompensasi hilangnya kualitas gambar pada sistem optik ‘difraksi terbatas’ tersebut. Akibatnya, dengan ruang yang 40% lebih sedikit (dibanding Lumia 1020), banyak yang memiliki performa lebih baik.
Kesimpulan
Kembali lagi ke pertanyaan awal: Mengapa tidak banyak perusahaan membuat kamera beresolusi besar lagi seperti Lumia 1020? Jawabannya: Teknologi yang digunakan untuk menghasilkan gambar dengan komposisi seperti itu rumit dan mahal. Lebih murah dan mudah untuk membuat sensor dengan resolusi yang ‘menyesuaikan’ daripada memperbesar resolusi sensor untuk menghasilkan gambar yang bagus.
Tentu saja dengan ‘rute teknologi’ sebagaimana yang diambil oleh Lumia 1020, ada beberapa tipe foto yang tidak bisa ditiru oleh smartphone modern, menjadikannya memiliki keistimewaan yang khas. Para old-schooler mempertahankan Lumia 1020 (dan juga Nokia 808) karena alasan karakteristik gambar yang diproduksi ini.
Kamu memiliki wawasan lain terkait topik ini? Sumbangkan pendapatmu di kolom komentar. Kamu juga boleh menyumbangkan hasil jepretan kamu dengan smartphone kamera dengan sensor raksasa ini di kolom komentar untuk membuktikan betapa khasnya teknologi Lumia 1020 yang mungkin bakal susah ditiru smartphone modern!