7 Kebiasaan Penggunaan Smartphone Modern yang Tidak Efektif

Judul di atas sebenarnya terinspirasi dari buku motivasi terkenal: 7 Habits of Highly Effective People atau 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif. Karena dalam kehidupan sehari-hari, terkadang saya menemukan kebiasaan-kebiasaan pengguna smartphone yang terkadang malah merugikan mereka sendiri, maka saya punya ide untuk menuangkannya dalam sebuah artikel. Berikut kebiasaan-kebiasaan tersebut.

 

1| Berbagi Charger dan Kabel (Termasuk Menggunakan Charger yang Tidak Sesuai)

via Wirecutter

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan meminjam charger milik teman atau rekan kerja. Hanya saja, terkadang saya menjumpai penggunaan charger yang tidak sesuai dengan spesifikasi ponsel yang dimiliki. Di tahun 2018 ini, makin banyak manufaktur smartphone yang membuat charger khusus untuk perangkatnya, misalnya Samsung dengan sistem fast charging miliknya, OnePlus dengan Dash Charge, atau produk high end Oppo dengan sistem VOOC-nya. Nah, setiap produsen menggunakan teknologi dan aksesori yang seringnya spesifik untuk ini. Samsung memiliki output sebesar 9V/1.6A, Sony memiliki output of 5V/1,5A dan 12V/1,2A dan teknologi fast charger, Charger Xiaomi rata-rata memiliki output sebesar 5V/2A dan Dash Charger dari OnePlus memiliki output sebesar 5V/4A.

Perbedaan tegangan ini bisa berpengaruh buruk terhadap baterai, dan dalam kasus ekstrim dapat merusak baterai. Oleh karena itu harap gunakan charger bawaan perangkat kamu untuk keawetan dan keandalan yang optimal.

 

2| Menggunakan Aplikasi Penghemat Batere

Ini mungkin spesifik untuk Android. Aplikasi penghemat baterai mungkin relevan dengan tipe Android lama. Namun untuk OS Android modern, kamu sudah tidak memerlukannya lagi. OS terbaru Android telah dioptimasi agar dapat memanfaatkan daya secara optimal dalam pengoperasian.

Menggunakan aplikasi penghemat batere bahkan terkadang menjadikan borosnya batere yang disebabkan oleh aplikasi tersebut. Sayang sekali kan?! Beberapa blogger tekno bahkan mengungkap bahwa aplikasi ini juga menguras resource dalam artian boros penggunaan RAM dan storage. Untuk hasil optimal, lebih baik kita tidak usah lagi menggunakan aplikasi penghemat batere, terutama jika sistem OS kita sudah yang paling baru.

 

3| Rutin Menutup Aplikasi secara Manual

via iGeeks

Menutup aplikasi diharapkan dapat ‘melegakan RAM’ dan mengurangi penggunaan baterai. Padahal OS modern sudah memungkinkan agar aplikasi yang berjalan di latar belakang ‘tertidur’ jika tidak sedang digunakan, sehingga akan tetap menghemat RAM. iOS merupakan OS yang paling ‘ahli’ dalam hal ini.

Menutup aplikasi justru akan makin menguras resource kamu, karena smartphone harus membuka dan menjalankannya kembali alih-alih dapat langsung menggunakannya. Jika ingin lebih efektif, lebih baik kamu tidak usah melakukan hal ini.

 

4| Mengorbankan Performa untuk Keawetan Batere

Saya kurang tahu situasi lingkungan pergaulan kamu, tapi di kalangan teman-teman saya, pamer screen on time yang panjang (terutama Android) sedang menjadi tren tersendiri. Uniknya, bahkan ini sampai mengorbankan performa smartphone itu sendiri!

Seorang teman saya menghapus Facebook (karena makan RAM yang besar – padahal pekerjaannya memerlukan Facebook), meredupkan layarnya secara manual hingga sulit dibaca, mematikan hampir semua notifikasinya, dan banyak hal lagi, untuk mendapatkan screen on time yang panjang. Apakah dia pakai smartphone generasi lima tahun yang lalu? Sayangnya tidak. Dia menggunakan flagship keluaran tahun lalu!

Tentu saja sangat disayangkan mengorbankan begitu banyak kemampuan smartphone hanya ‘sekedar’ untuk memamerkan screen on time yang panjang. Jika kamu memiliki kebiasaan ini, sebaiknya tidak perlu dilanjutkan. Gunakan smartphone sewajarnya, terutama jika smartphone kamu sebenarnya mampu untuk melakukan itu!

 

5| Menunggu Indikator di Bawah 20% untuk Charging

via iappsclub

Ini mungkin relevan untuk smartphone dengan OS lama dan teknologi baterai lama. Tapi untuk smartphone modern, teknologi baterai telah sampai ke tahap di mana kamu bisa melakukan charging di posisi mana pun baterai kamu.

Saya berikan contoh kasus seperti ini. Jika pada pagi hari, baterai smartphone kamu berada di kisaran 60%, kamu akan melakukan perjalanan dan kemungkinan daya segitu tidak akan cukup sampai kamu ‘bertemu’ charger kembali, apa yang akan kamu lakukan?

Dari hasil penelitian terbaru, ternyata kamu tidak perlu menunggu hingga daya baterai kamu mencapai 20% ke bawah untuk charging. Langsung saja kamu melakukan charging dari posisi baterai tersebut. Apakah dengan melakukan itu berarti kamu sudah melakukan 1 kali siklus charging baterai dan jika semakin sering maka akan menjadikan baterai aus? Ternyata tidak.

Jadi begini: Perhitungan 1 charge cycle untuk baterai adalah ketika baterai charging dari 0 ke 100%. Apabila kamu melakukan charging dari 50%, maka baterai tersebut ‘membaca’ bahwa kamu melakukan 50% dari 1 siklus charging dan akan ditotal pada periode charging selanjutnya. Teknologi baterai Lithium-ion terbaru memungkinkan pengukuran sedetail itu. Kamu tidak perlu khawatir bahwa baterai cepat aus jika kamu melakukan charging tidak di bawah 20%.

 

6| Menggunakan Benchmark sebagai indikator baik buruk sebuah smartphone

Ini juga situasi yang terjadi di lingkungan teman-teman saya. Banyak yang mendewakan benchmark dan menganggapnya sebagai ukuran bagus atau jelek sebuah smartphone. Padahal pengalaman penggunaan sebuah smartphone tidak melulu ditentukan oleh benchmark.

Seorang teman saya ada yang kecewa ketika mendapati bahwa smartphone baru miliknya yang masuk 10 besar benchmark dan digadang-gadang sebagai smartphone terbaik untuk nilai uang yang dibayarkan dan spek yang didapat nyatanya memiliki akurasi sentuh yang kurang baik, layar yang agak kekuningan, kamera yang suka freeze, dan banyak bug di OS-nya yang menjadikan smartphone tersebut menyulitkannya dalam aktivitas sehari-hari.

Jadi apa pun smartphone pilihan kamu, lebih efektif jika kamu tidak menjadikan benchmark sebagai satu-satunya tolok ukur untuk memilih. Ada banyak hal yang membentuk pengalaman pengguna dari sebuah smartphone, dan semua itu ada di luar jangkauan deretan angka hasil benchmark.

 

7| Menggunakan Smartphone sebagai ‘Kamera Bawah Air’

via Good Gear

Ini adalah salah persepsi yang perlu diluruskan. Sejatinya TIDAK ADA SMARTPHONE YANG BENAR-BENAR TAHAN AIR, apa pun yang dikatakan oleh iklan. Beberapa tahun lalu, Sony pernah menuntut sebuah perusahaan iklan karena mencitrakan ponsel produksinya sebagai ‘kamera bawah air’. Smartphone modern memang banyak yang memiliki fitur waterresistant, dan beberapa di antaranya begitu bagus sehingga kamu dapat membawanya berkeliaran di bawah air. Namun sebenarnya, semakin lama kamu menggunakan perangkat tersebut di bawah air, maka kamu semakin mengurangi daya tahannya terhadap air!

Intinya, meskipun perangkat kamu memiliki rating IP67 atau IP68 (yang mengindikasikan tingkat tahan air yang tinggi), paparkan air seperlunya saja. Memang ini tidak akan merusak smartphone kamu dengan segera, akan tetapi penggunaan yang terus menerus dan berulang kali dalam air akan perlahan-lahan merusak smartphone kamu.


Nah, itulah tujuh kebiasaan pengguna smartphone yang tidak efektif dan seringkali merusak smartphone-nya sendiri. Punya pengalaman terkait ini atau ‘kebiasaan’ lain yang juga tidak efektif dalam penggunaan smartphone? Sumbangkan wawasan kamu di kolom komentar.

Kiki Sidharta

Penulis Winpoin yang paling sering minta dimaklumi kalau lagi lama nggak nulis | Dengan senang hati menjawab pertanyaan seputar Windows Phone lewat akun Twitter @kikisidharta

Post navigation