Beberapa hari lalu, saya mengunjungi Jakarta untuk menghadiri sebuah acara. Saya cukup awam dengan ibukota negara ini meskipun punya banyak teman di sana. Kemudian saya baru menyadari perbedaan besar mindset penggunaan gadget di kota metropolis tersebut dengan daerah kecil tempat saya tinggal.
Di Jakarta, kita bisa memanggil beragam transportasi sesuai kebutuhan dengan harga terjangkau secara praktis dengan memanfaatkan GoJek, GoCar, GrabCar, dan sebagainya. Penggunaan e-money juga sangat mendominasi untuk membayar tol, berlangganan naik bis Transjakarta, dan kita juga berpeluang mendapatkan diskon khusus jika berbelanja di vendor yang memiliki aplikasi khusus seperti Indomaret atau Starbuck.
Dari pengalaman tersebut, banyak hal yang berkecamuk dalam pikiran saya. Dalam upaya mencari pencerahan, saya berkontemplasi dalam sebuah kendaraan futuristik yang dapat dipanggil dan dimanfaatkan, bahkan tanpa memerlukan aplikasi..
Kesimpulan yang saya dapatkan adalah kita sedang berada dalam sebuah gaya hidup yang mungkin tidak dibayangkan satu dekade… tidak… bahkan lima tahun sebelumnya, yaitu gaya hidup berbasis aplikasi. Artinya semua aspek kehidupan kita banyak disokong dan dimudahkan oleh berbagai macam aplikasi yang ada di sebuah ponsel pintar.
Dalam hal ini, mau tidak mau kita perlu mengakui kebenaran arah visi Steve Jobs yang susah payah meletakkan pondasi iOS dengan mengistimewakan developer dan aplikasi. Dia ingin agar iOS dan iPhone menjadi yang pertama dan utama bagi developer. Strategi ini menunjukkan hasil yang signifikan saat ini. Tiada developer yang mengabaikan OS ponsel satu ini jika ingin mengembangkan sebuah aplikasi. Oke, Steve Ballmer mungkin juga berpikiran sama dengan mantranya: “developer developer developer” – Sayangnya Microsoft saat itu mengutamakan developer pada PC yang mana posisi Microsoft di sana tidak tergoyahkan sama sekali.
Dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh duopoli Apple dan Google di dunia mobile melalui iOS dan Android kepada kita, benar-benar sulit bagi Windows Mobile (saat ini) untuk menyeruak masuk. Seperti yang sudah beberapa kali dibahas di Winpoin, ini merupakan lingkaran setan di mana pengguna mempertimbangkan aplikasi dalam memilih sebuah perangkat, sedangkan developer aplikasi mempertimbangkan pengguna dalam memilih sebuah perangkat. Microsoft sudah melakukan berbagai langkah untuk mengurangi derita yang diakibatkan app gap ini, tapi sayangnya berbagai keputusan brilian seperti mempermudah konversi software ke UWP dan memudahkan menjalankan Linux di Windows mungkin masih agak lama dilihat hasilnya. Secara strategi bisnis, mungkin setahun paling cepat (itu juga yang menyebabkan Microsoft menunda rilis flagshipnya).
Untuk saat ini, (saya barusan menyadari) kita kesulitan menikmati banyak fasilitas yang memudahkan hidup kita jika bersikeras menggunakan Windows Phone.
Berbagai macam game terbaru, termasuk Virtual Reality game juga agak sulit didapatkan di Windows Phone, padahal permainan semacam itu sudah cukup banyak beredar di iOS dan Android.
Saya yakin itulah sebabnya juga bagi kebanyakan orang yang saat ini ingin memilih smartphone, pilihan OS itu benar-benar tinggal dua: iOS atau Android! Saya menyadari bahwa hal inilah yang menjadikan perkembangan iOS dan Android (terutama Android) susah dibendung di Indonesia. Orang bukan lagi memilih untuk menggunakan smartphone, tapi mereka memerlukannya! Tidak punya perangkat iOS atau Android berarti kehilangan kesempatan menikmati layanan GoJek, GrabCar, dan berbagai layanan yang bisa didapatkan dengan mudah dan murah lainnya. Inilah yang saya alami ketika tinggal beberapa hari di Jakarta. Saya terpaksa menggunakan taksi yang lebih mahal atau bajaj yang lebih mendebarkan ketika berkeliling Jakarta.
Perlu kesabaran menanti buah upaya Microsoft yang saat ini sedang menarikan tarian minta ‘hujan aplikasi’ di musim kemarau Windows Mobile saat ini. Tapi jika kamu punya cinta yang sangat besar pada perangkat ini, maka kamu dapat memaksimalkan perangkat Windows Mobile yang kamu miliki dengan menyematkan web terkait layanan yang dibutuhkan ke start screen. Beberapa vendor seperti Tokopedia, BCA, Mandiri, webtoon, dan Olx memiliki konsep ramah web sehingga dapat diakses dengan enak tanpa perlu menggunakan aplikasi khusus untuk itu. Saya sendiri sering melakukan transaksi cukup dari web untuk beberapa bank dan Tokopedia. Menyematkan layar (pin) ke start screen akan memudahkan kamu mengaksesnya, dan Windows Mobile merupakan perangkat yang pas untuk menyematkan banyak laman web ke start screen.
Tips lain yang saya usulkan adalah: Belilah perangkat iOS atau Android untuk mendukung perangkat utamamu (ya iyalah). Dewasa ini sudah biasa seseorang memegang beberapa perangkat bila dibutuhkan. Selain ini menjadikan kamu dapat menikmati berbagai aplikasi praktis tanpa mengeluarkan biaya terlalu besar, kamu juga dapat memperluas wawasan karena menguasai penggunaan beberapa jenis OS perangkat seluler.
Saya mengusulkan hal itu untuk survive (dalam hal kebutuhan berbagai aplikasi pendukung gaya hidup modern), karena saat ini saya masih merasa dimanja oleh Microsoft dalam hal kebutuhan utama saya, seperti menerima email dan menggunakan Skype, serta mengelola start screen yang praktis (bagi saya), unik, dan tidak membosankan. Itu merupakan beberapa di antara hal-hal yang paling saya kangeni di Windows Mobile atau Windows Phone, dan saya benar-benar susah lepas darinya.
Ke depannya, kita masih harus sedikit bersabar, apakah strategi Microsoft yang pondasinya sudah mulai digali dan dipancangkan tahun ini, akan berbuah positif tahun mendatang. Jika arahnya mulai terlihat, mungkin kita akan mulai merasakan ‘mandi aplikasi’ dan (meskipun agak telat), mulai terlibat dalam gaya hidup berbasis aplikasi!
Punya pendapat mengenai gaya hidup berbasis aplikasi yang ditawarkan iOS dan Android ini? Atau kamu punya tips lain untuk survive di era ini menggunakan Windows Mobile? Sumbangkan pendapatmu di kolom komentar!