Kisah Silicon Valley #102 – Min-Liang Tan, Gamer Full-Time, Pengusaha Part-Time

via CNBC

Jika di 9Gag, banyak beredar meme tentang orangtua Asia (khususnya etnis Cina) yang mengharapkan anaknya untuk menjadi dokter atau pengacara, maka Min-Liang Tan adalah bukti hidup budaya itu. “Ibu saya akan mengatakan, ‘Ibu rasa anak-anak ibu mampu menjadi dokter atau pengacara’. Dan akhirnya kakak perempuan saya jadi dokter, kakak perempuan lainnya pengacara, dan kakak laki-laki saya adalah seorang onkolog (dokter spesialis kanker) – dia memang sangat pintar. Sedangkan saya akhirnya juga punya gelar hukum. Jadi dua dokter, dua pengacara. Banyak uang kan?!” Demikian ungkap Min-Liang Tan saat wawancara untuk sesi The Brave Ones di CNBC. Ya, memang keluarga Tan merupakan keluarga khas etnis Tionghoa konvensional di Singapura.

Kini Min-Liang Tan memang ‘banyak uang’. Nilai dirinya menurut Forbes miliaran dolar, namun bukan karena jadi pengacara. Perusahaan hardware miliknya, Razer, debut pada tahun 2005 – berawal hanya menjual gaming mouse. Namun perusahaan yang berbasis di San Francisco ini kini mengumpulkan pendapatan USD 517,9 miliar dan memiliki valuasi hingga USD 2,2 miliar!

 

Suka bermain game sejak kecil

Min-Liang Tan mengakui bahwa sejak kecil dia selalu suka bermain game. “Seperti ‘gamer’ anak-anak lainnya, saya adalah anak bandel. Saya sering berada di depan komputer. Saya akan selalu bermain game komputer di setiap kesempatan. Orangtua saya akan mulai meneriaki saya: Berhenti main game! Tapi di usia saya yang sekarang, saya bahagia ada hal yang tidak berubah: kecintaan saya bermain game.

Game favorit Tan saat kecil, mungkin sama seperti anak-anak lain yang tumbuh besar di tahun 80-an: Prince of Persia dan Castle Wofenstein. Game ini secara ironis berawal di platform yang saat ini tidak dianjurkan sebagai pilihan jika kamu ingin bermain game secara serius, komputer Apple II.

Sementara itu, bakat entrepreneur Min-Liang Tan juga tampak sejak dia masih bocah. Min-Han Tan, kakak laki-lakinya menceritakan, “Saat SMP, ketika anak-anak lain sibuk memikirkan gadis mana yang bakal dikirim puisi atau bunga saat hari Valentine, dia selalu menyiapkan banyak kembang mawar, bukan untuk diberikan kepada gadis yang ditaksirnya, tapi untuk dijual pada hari Valentine. Dia mendapatkannya dari penjual bunga, kemudian menjualnya per tangkai dengan harga lebih mahal.”

Berasal dari keluarga yang ‘tradisional’, menjadikan Min-Liang Tan tidak leluasa dengan pilihannya tersebut. Dia patuh pada keinginan orangtuanya yang ingin menjadikannya pengacara. Bahkan ketika memulai perusahaannya, dia tidak bisa mengatakan hal tersebut kepada kedua orangtuanya karena takut untuk menyakiti hati mereka. “Pada saat mereka tahu, semua sudah terlambat,” ujarnya sambil tertawa. “Mereka memang mendukung saya. Tapi saya menyadari bahwa mereka tidak begitu senang saat saya berganti karir.”

Mungkin Min-Liang Tan memang tipe orang yang setia dengan apa yang sudah dilakukannya sejak kecil, termasuk juga bagaimana dia menjaga hubungan dengan orang-orang yang dikenalnya sejak kecil. Salah seorang sahabatnya, Edwin Chan, dikenalnya saat masih bocah, kini menjadi Chief Financial Officer Razer. “Dia memang begitu orangnya. Dia sangat supel dan mudah membaur. Hingga sekarang dia memegang sendiri semua akun medsos miliknya dan mudah didekati pada saat acara dan trade show. Untuk gamer-gamer yang mengenalnya, dia sudah terasa seperti sesama teman gamer.”

Yup, memang tidak salah. Min-Liang Tan terasa seperti ‘teman sendiri’ bagi para gamer karena dia sejak awal sudah berada dalam komunitas tersebut. Saat sekolah, seperti halnya ‘pelajar bandel’ yang hobi main game, dia pernah kedapatan bermain World of Warcraft tiga hari berturut-turut di Warnet. Bahkan setelah dia lulus dari National University of Singapore dan bekerja sebagai pengacara, dia selalu bermain game setelah jam kerja.

 

Nekad menuju San Diego

Min-Liang Tan via Getty Images

Kecintaannya pada game menjadikan niat Tan untuk menjadi seorang entrepreneur di bidang game menggebu-gebu. Dia menabung untuk bisa mewujudkan impiannya tersebut. Dari komunitas gamenya, entah bagaimana dia bisa berkenalan dengan veteran pakar teknologi Robert Krakoff, dan mereka berdua terlibat pembicaraan serius mengenai ‘mouse yang enak untuk gaming’. Dengan uang tabungannya, Tan kemudian membeli tiket sekali jalan ke California untuk menemui Krakoff. “Kami mendirikan perusahaan untuk melakukan pekerjaan yang kami nikmati. Kami menyebutnya hardcore tech work. Kami sendiri yang melakukan koding, membuat desain untuk mouse yang ingin kami produksi.”

Lalu bagaimana Tan yakin bahwa produk itu bagus? “Untuk gamer, dari gamer,” ujar Tan dengan bangga memaparkan motto dari Razer. “Kami memang awalnya cuma membuat mouse, tapi kami punya impian untuk membangun ekosistem hardware dan software yang masif, serta layanan yang berputar pada gamer itu sendiri.”

Orang yang bukan gamer mungkin akan mempertanyakan: kenapa produk semacam itu jadi penting. Tapi Min-Liang Tan yakin bahwa seperti halnya olahraga atau kerja profesional tertentu, adanya peralatan dengan fungsi khusus terkait pekerjaan atau cabang olahraga tersebut, akan menciptakan perbedaan. “Sebagai gamer, kami selalu berupaya untuk mencari hal yang bisa menjadikan kami lebih kompetitif. Ini contohnya memosisikan monitor, meletakkan posisi meja sedemikian rupa, sehingga menjadikan kita merasa nyaman dan akhirnya menang saat bermain game,”

Lalu mengapa mouse? “Salah satu senjata penting gamer adalah mouse, sesuatu yang benar-benar tampak dan terasa. Bagaimana kita bisa mengembangkan mouse yang lebih baik? Atau dalam hal ini, gaming mouse pertama di dunia. Kita ingin sesuatu yang lebih presisi. Kita ingin sesuatu yang lebih akurat untuk bermain game.”

Dan memang sebelum mendirikan perusahaan, Tan secara aktif sudah sering berdiskusi dengan teman-teman gamernya. Dari situ dia mendapatkan gambaran seperti apa ‘mouse enak’ yang akan menjadikan seorang gamer merajai setiap ‘pertempuran’. “Saya sangat yakin bahwa produk ini akan ‘memakan habis’ semua kompetisi. Dari situ kemudian saya mendapatkan ide ‘hewan apa yang akan memakan mouse (tikus)? Ular! Jadi.. Boom! Kami mulai dari sana.” Ini menjelaskan kenapa produk-produk mouse Razer diberi nama dari nama-nama ular: Diamondback, Copperhead, Mamba, dan sebagainya – Dan Razer sendiri menggunakan lambang ular untuk perusahaannya.

Produk pertama Razer adalah mouse yang diberi nama Copperhead. Produk ini laris di antara gamer karena fakta bahwa pada saat itu, belum ada mouse yang didesain khusus untuk gaming.

Razer Copperhead by Getty Images

Fokus yang luar biasa dilandasi pada kecintaan dan pengetahuan sebagai seorang gamer tersebut membantu Razer dikenal dan kemudian berkembang pesat. Fakta bahwa mereka adalah pelopor, ‘bapak’ dari produk gaming mouse, juga menjadikan posisi Razer mirip Apple saat menciptakan iPod dan iPhone. Perusahaan ini mengubah pandangan masyarakat mengenai gaming dan aksesori gaming.

Gamer profesional menjadi fans berat pertama mereka karena Razer pada awalnya banyak sekali mensponsori gamer-gamer tersebut dengan memberikan aksesori dan peralatan gratis. Namun ini kemudian terbayar karena di mata gamer lain, para gamer pro yang layaknya selebriti ini menjadi panutan mereka, dan tentu saja semua orang ingin ikut menggunakan perlengkapan dan aksesori gaming yang mereka pakai. “Obsesi ini muncul dari produk yang dikembangkan Razer, estetika dan nuansa yang dikembangkan saat gamer menggunakan perangkat ini untuk pertama kalinya, dan kemudian mengungguli para kompetitor di bawah gemerlap cahaya pertandingan,” ujar Haag, salah seorang gamer profesional yang disponsori oleh Razer.

Sementara gamer menganggap memiliki perlengkapan terbaik untuk bermain game merupakan ‘perasaan terbaik di dunia’, investor saat itu tidak begitu tertarik pada strategi ini pada awalnya karena produk seperti ini biasanya ‘hanya dibeli sekali’ dan tidak ada pelanggan yang akan kembali lagi untuk membeli produk periferal komputer. Namun beberapa investor awal seperti Koh Bon Hwee, melihat potensi pada perjuangan Razer. “Orang-orang yang terlibat dalam game terkadang sangat fanatik pada hal ini. Contohnya ketika seseorang fanatik terhadap game tertentu, maka dia akan menceritakan dan mengajak teman-temannya untuk bermain. Demikian juga dengan peralatan yang mereka gunakan. Saya yakin bahwa mereka juga akan cenderung menceritakan peralatan ini kepada orang-orang yang sama-sama tertarik dalam hal ini. Jadi, ini bukan ‘menjual perangkat kepada gamer’ tapi merupakan peluang untuk ‘menciptakan komunitas yang fanatik’ terhadap produk ini, tanpa mengenal batas” ujar Hwee. “Dia (Min-Liang Tan) memang bisa membuat produk ini, mari kita bicara blak-blakan, jika memang produknya sebagus itu, maka kita bisa membangun komunitas yang tertarik pada produk ini serta sistem pembayaran yang memudahkannya.”

Inilah yang mengawali faktor pembeda pada Razer. Bukan hanya berjualan periferal gaming, tapi Razer juga membuka sistem virtual credit yang memungkinkan gamer membeli barang-barang virtual dan item pada game. Bisnis ini menjadikan Razer sebagai tipe perusahaan hybrid yang mendapatkan keuntungan baik dari berjualan software maupun hardware. Per Desember 2017, tercatat ada 40 juta pengguna yang berpartisipasi dalam sistem ini!

 

Gamer Keren Idola Banyak Orang

Berawal dari membuat mouse, Razer kini dikenal sebagai salah satu unicorn AS yang luar biasa sukses. Juniper Research, lembaga penelitian berbasis Inggris, bahkan menempatkan Min-Liang Tan di peringkat ketiga tokoh terbaik di dunia teknologi, di bawah Satya Nadella (Microsoft) dan Jonathan Ive (Apple). Razer mendapatkan investor kelas dunia seperti Intel, Li Ka-Shing dan Temasek Holding Singapura. Posisinya sebagai pelopor eSport menjadikan mereka sebagai brand terbesar di dunia eSport hingga saat ini.

Tan sendiri mengaku bahwa dia masih merasa seperti berusia 15 tahun, meskipun apa yang dicapainya jelas akan membuat iri remaja berusia 15 tahun mana pun di seluruh dunia. Dia punya dua apartemen, satu di San Francisco, dan satu lagi di Orchard Road Singapura. Namun sebagai anak bungsu, dia mengakui bahwa memang dia ‘anak mama’ dan lebih sering tinggal di rumah orangtuanya di Holland Road jika sedang berada di Singapura. “Saya suka tinggal di rumah bersama orangtua saya dan makan gratis. Saya sering mencoba tinggal sendiri, tapi tampaknya saya sangat buruk merawat diri saya sendiri. Saya rasa tidak ada yang salah dengan itu.” ujarnya sambil tertawa. Lebih jauh dia menceritakan bahwa ‘buruk merawat diri sendiri’ itu adalah dalam artian jika dia tinggal sendiri, maka dia akan menghabiskan waktunya bermain game seharian, lupa makan dan tidur, dan bahkan tak jarang menjadikan kondisi kesehatannya turun. Namun perlu diakui, bahwa kegemaran gaming-nya inilah yang menjadikan komunitas gamer menganggapnya sebagai ‘keluarga’. Dia akrab dengan banyak high profile gamer, dan tentu saja jadi idola di setiap konferensi yang melibatkan Razer. Meskipun tidak pernah mengungkap status perkawinan atau kehidupan cintanya, Min-Liang Tan selalu jadi buruan banyak gamer dan cosplayer cantik untuk diajak foto bareng di setiap kesempatan.

via Babyoling Facebook page

Sebagai CEO, dia bertanggungjawab melahirkan ide-ide baru seputar konsep dan desain produk-produk Razer. Seperti umumnya CEO di perusahaan besar, dia juga ‘menghemat’ energi mentalnya dengan menyeragamkan pilihan-pilihan lain dalam hidup. Misalnya untuk pakaian, semua pakaiannya berwarna hitam, demikian juga dekorasi rumah dan kantornya yang minimalis dan didominasi warna hitam (Mark Zuckerberg, Almarhum Steve Jobs dan banyak CEO lain juga melakukan ini). “Ini semua membantu saya untuk tidak banyak memikirkan hal lain dan hanya berfokus pada ide-ide kreatif saya.”

Seperti yang kita kenal, Razer saat ini merupakan salah satu nama premium untuk produk mouse, keyboard, monitor, laptop, smartphone, dan banyak aksesori lain terkait dengan gaming!

 

 

 

Referensi

Handley, Lucy. (2019). Min-Liang Tan: The man in the machine. CNBC

Yeo, Denyse. (2015). Tan Min-Liang: The gaming guru who is Singapore’s tech extraordinaire. ThePeakMagazine.

Kiki Sidharta

Penulis Winpoin yang paling sering minta dimaklumi kalau lagi lama nggak nulis | Dengan senang hati menjawab pertanyaan seputar Windows Phone lewat akun Twitter @kikisidharta

Post navigation