Suatu pagi tahun 2004, telepon Steve Perlman berdering. Dia mengangkatnya sembari mengusir sisa-sisa kantuk. “Hai Steve, maaf meneleponmu begitu pagi,” Perlman langsung mengenali suara sahabatnya, Andy Rubin.
“Kenapa Andy? Kau dalam masalah?”
“Aku..” Andy terdengar menarik napas. “Sebetulnya aku tidak tahu harus mulai dari mana, tapi aku perlu bantuanmu Bro. Aku sudah tidak tidur dua hari memikirkan pemecahan masalahnya, tapi semua buntu, dan sepertinya tinggal kau yang bisa kumintai tolong. Ini tentang perusahaanku, Android. Kami menunggak uang sewa kantor dan diancam untuk ditutup. Kau tahu, kami belum menghasilkan apa-apa. Investor juga mengejar-ngejarku untuk minta pertanggungjawaban dana mereka. Well, aku tahu kau salah satu investorku juga… Tapi karena kita teman.. Bolehkah aku pinjam sedikit dana lagi?”
Steve Perlman mengenal Andy dengan baik, dan sahabatnya itu tidak akan sembarangan menelepon, apalagi pada pagi hari untuk mengganggunya kalau tidak benar-benar kalut. “Oke Andy, mari kita bahas hal ini sambil sarapan. Jangan khawatir. Aku akan membantumu.”
Perlman menutup telepon dan beranjak mencuci muka. Saat itu memang niatnya hanya satu: Membantu Andy, si jenius teknologi yang diam-diam dikaguminya. Steve Perlman adalah pebisnis tangguh. Namun saat dia mengulurkan tangan pada Andy, niatnya hanya ingin membantu sahabatnya itu mewujudkan impiannya. Namun dia tak pernah menyangka bahwa karya sahabatnya itu pada akhirnya mengubah dunia seutuhnya!
Pembelian diam-diam
Awal 2000-an, Andy Rubin mengutak-atik kode turunan Linux membuat sebuah OS yang rencananya dia persiapkan untuk sebuah kamera digital. Namun upaya ini tidak mendapat banyak perhatian dari investor. Rubin kemudian bekerjasama dengan Chris White yang sebelumnya merancang antarmuka untuk WebTV dan Nick Sears, mantan eksekutif pemasaran T-Mobile.
Pengaruh Nick sangat besar dalam membelokkan Android menjadi ‘OS untuk ponsel’. Pada tahun 2004, Rubin menjelaskan idenya untuk menciptakan operating system berbasis open source untuk ponsel. Ini menarik perhatian banyak orang.
Andy Rubin rajin mencari ‘sponsor’ untuk proyeknya memproduksi sebuah perangkat mobile. Dia rajin mempresentasikan kemajuan OS yang dibuatnya beserta visinya tentang OS tersebut. Namun tidak disangka, di musim semi 2005, Larry Page – Yang saat itu adalah pahlawan bagi remaja pemberontak di dunia teknologi, meneleponnya secara langsung.
“Andy, aku akan langsung ke intinya saja, aku ingin membeli startup milikmu, beserta sumber dayanya, dengan satu syarat…”
Jantung Rubin berdetak kencang. Memang dia sering mendengar akuisisi sebuah perusahaan seringkali melibatkan syarat administrasi dan ketentuan hak cipta yang rumit. Dia tidak tahu apakah dia siap untuk itu. “Apa syaratnya Mr. Page?”
“Tolong jangan bilang siapa pun aku membeli Android. Literally: Bahkan jangan sampai si tua Schmidt tahu hal ini.”
“Hah?!”
Andy Rubin perlu berulangkali memastikan maksud Larry Page dengan kalimat ‘jangan bilang siapa-siapa itu’. Setelah pengacara Larry datang mengurus pembelian, dia baru sadar bahwa ternyata Larry Page membeli Android dengan menggunakan asetnya sendiri – Bukan atas nama Google. Eric Schmidt yang menjabat CEO Google pada saat itu mengawasi ketat keuangan Google karena Larry Page dan Sergey Brin benar-benar impulsif dalam ‘membelanjakan uang Google’ untuk ‘hal-hal yang menyenangkan’ versi mereka: membeli server, paten, perusahaan lain yang teknologinya dapat digunakan, dan sebagainya. Jadilah Page dan Brin seperti anak yang kucing-kucingan dengan orangtuanya untuk membeli mainan menggunakan uang saku mereka sendiri.
“Kita akan menguasai dunia, Andy!” Larry Page merangkul Rubin setelah dia membubuhkan tanda tangan di lembar kontrak. Andy Rubin tidak pernah bermimpi bahwa ucapan Larry tersebut ternyata menjadi kenyataan!
‘Inspirasi’ dari iPhone
Pada tanggal 9 Januari 2007, Andy Rubin tengah dalam perjalanan ke Vegas untuk sebuah urusan bisnis. Dari laptopnya, dia menyaksikan siaran langsung Steve Jobs yang mengumumkan sebuah perangkat baru dari Apple. Saat di bagian Steve Jobs mengucapkan Sebuah iPod berlayar besar, ponsel, internet communicator Ini semua bukan perangkat terpisah Melainkan sebuah perangkat tunggal terintegrasi. Kami menyebutnya… iPhone” – Andy hampir saja melemparkan laptopnya karena kesal!
Belum pulih dari hantaman kekaguman oleh potensi teknologi yang disaksikannya, Chris De Salvo, partnernya dalam pengembangan Android untuk Google menelepon. “Sepertinya, kita harus memulai ulang semuanya, Andy…”
Andy mengangguk tanpa jawaban. Mereka berdua tahu potensi perangkat yang disebut iPhone itu.
Andy bekerja siang malam untuk ‘mengubah arah’ OS yang dirintisnya. Ponsel itu harus bisa melakukan banyak tugas, kemudian: dioperasikan dengan layar sentuh! Yang jelas, karena merupakan bagian dari Google, Android ‘diarahkan’ untuk menjadi perpanjangan berbagai layanan Google, disertai dengan aplikasi dari berbagai platform yang berminat. Rubin sadar bahwa mereka tidak akan bisa meniru ‘cara Apple’ yang membangun semuanya sendiri. “Kita membuat OS” ujar Rubin. “Membuat ponsel itu hal lain. Apple bisa melakukan segalanya sendiri. Tapi jika kita ingin melakukannya, maka kita harus membangun infrastruktur. Kita perlu aliansi. Kita perlu mitra!”
Ide Andy Rubin ini didukung penuh oleh Page dan Brin. Mereka bermanuver dan berupaya melakukan kemitraan dengan pembuat chip, pembuat smartphone, dan operator seluler. Rubin sendiri tak kenal lelah berkeliling mempresentasikan OS-nya serta menawarkan penuh dukungan bagi pembuat ponsel. Beberapa perusahaan raksasa seperti LG, HTC, dan Samsung, tertarik pada konsep ini!
Tantangan terberatnya adalah meyakinkan operator. AT&T, Sprint, dan T-Mobile bersikap jinak-jinak merpati terhadap tawaran Google ini. T-Mobile bahkan bersikap maju mundur. Sempat menolak, menerima, dan menolak kembali. Google dengan sabar membiarkan perusahaan-perusahaan seluler itu melakukan tarik ulur, namun mereka tetap menyempurnakan OS dan produknya.
Pada tahun 2008, setelah tarik ulur yang melelahkan, T-Mobile bersedia merilis Android pertama: HTC G1 atau populer dengan nama HTC Dream!
Google berhasil merilis ponsel Androidnya setelah perjuangan panjang. Namun perang belum selesai! Mereka masih harus saling sikut dengan Apple dan Microsoft untuk memperebutkan komunitas developer yang mendukung ponsel buatannya. Baca episode berikutnya di Kisah Silicon Valley #23: Perang Smartphone Perebutan Komunitas Developer!
Referensi
Arthur, Charles. (2013). Digital Wars Apple, Google, Microsoft, dan Pertempuran Meraih Kekuasaan atas Internet. PT. Elex Media Komputindo