Kisah Silicon Valley #70 – Perusahaan Kecil yang Menggapai Dunia

Ada sebuah anekdot tentang Akio Morita saat Totsuko mulai sukses menjual tape recorder. Suatu hari, Morita mendapati bahwa tape recorder terjual cukup baik di daerah Kyushu. Dari penelitiannya, Morita mendapati bahwa keseluruhan daerah Kyushu sedang booming ekonomi karena tambang batu bara. Ini merupakan hal yang patut disyukuri bagi Totsuko, akan tetapi penjualan di Kyushu ini diperkirakan akan cepat menurun seiring dengan perubahan ekonomi setelah tambang habis. Morita yang memahami kemungkinan perubahan kondisi perekonomian ini segera mengambil langkah-langkah antisipatif. Penjualan di Kyushu memang sangat baik dan diperkirakan akan tetap demikian selama beberapa tahun. Morita memanfaatkan keuntungan penjualan di Kyushu untuk mempersiapkan ekspansi ke pasar dunia. “Makin luas pasarnya, maka makin baik. Jika menjual di Jepang saja, kita akan terpapar risiko dalam beberapa waktu mendatang. Akan lebih aman untuk bergantung pada seluruh dunia. Kami memang masih belum siap, tapi kami harus melakukan ekspansi di pasar seluruh dunia,” demikian ungkap Morita. Morita berpikir bahwa akan lebih aman bagi perusahaan jika menarik penjualan dari seluruh dunia sebisa mungkin. Meskipun ini terdengar seperti solusi sederhana, namun ini membuktikan bahwa hal sederhana yang dieksekusi dengan baik bisa mendatangkan kesuksesan. Apalagi ini dilakukan oleh orang dengan pengalaman pemasaran yang sangat sedikit seperti Morita.

 

Teknologi Transistor: Landasan Baru Totsuko

via Wikipedia

Di sela upaya menyukseskan Totsuko, Masaru Ibuka dan salah seorang karyawan level atasnya, Kazuo Iwama membaca sebuah artikel di majalah Amerika. Artikel tersebut memberitakan temuan transistor di Bell Laboratories, Amerika Serikat. Ibuka melihat potensi besar akan transistor. “Dapatkah ini dimanfaatkan untuk penggunaan praktis?” dia mendiskusikan ini sepanjang hari dengan Iwama, tapi mereka berdua tiba di kesimpulan yang sama: Transistor ini belum akan dapat dimanfaatkan untuk penggunaan praktis.

“Benda ini tidak punya masa depan,” ujar Ibuka sambil menggeleng-gelengkan kepala. Namun demikian Ibuka tidak dapat menghapus rasa penasaran di hatinya. Dia kemudian memutuskan untuk pergi ke Amerika Serikat untuk melihat sendiri seperti apa transistor tersebut.

Bell Laboratories via Wikipedia

Pada bulan Maret 1952, Ibuka akhirnya memutuskan untuk mengunjungi AS selama tiga bulan untuk melakukan ‘inspeksi’. Selain melihat transistor, dia ingin melihat tanggapan konsumen Amerika terhadap tape recorder yang mereka produksi. Saat tiba di New York, dia banyak dibantu oleh orang-orang Jepang yang berada di Amerika, terutama dari perusahaan Nissho (sekarang bernama Nissho Iwai). Shido Yamada, Tamon Maeda, dan Presiden Nissho sendiri, Masaichi Nishikawa sudah tinggal di New York sejak sebelum Perang Dunia II. Mereka resmi merupakan warga negara Amerika, namun tentu saja sangat bahagia jika ada kolega dari Jepang yang mengunjunginya. Yamada bahkan menemani Ibuka yang tidak lancar berbahasa Inggris ke mana-mana, mencarikan tempat tinggal di AS, dan bertindak sebagai juru bahasa untuk Ibuka.

Transistor ditemukan pada tahun 1948 oleh Dr. W. B. Shockley, Dr. J. Baardeen, dan Dr. W. Brattain, semua dari Bell Laboratories. Western Electric, perusahaan induk Bell Laboratories, memegang paten untuk produksi transistor dan dengan hak tersebut, siapa pun yang memproduksi transistor harus membayar royalti.

Selama di Amerika, Ibuka terus berpikir dan akhirnya meraih sebuah konklusi. Dia bisa memanfaatkan sumber daya yang ada di Totsuko, yang rata-rata adalah lulusan universitas terbaik. “Kami akan mengerjakan transistor. Ini akan memerlukan banyak insinyur dan peneliti. Syukurlah orang-orang di Totsuko sangat siap dan ini akan memberikan tantangan kepada mereka!”

Ibuka kemudian meminta bantuan Yamada untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang transistor sebelum kembalinya dia ke Jepang. Di Totsuko, Ibuka berencana untuk memproduksi transistor sendiri untuk dapat menjualnya. Sayangnya, bukan hanya Ibuka yang berpikir demikian. Beberapa perusahaan besar Jepang seperti Toshiba Corp, Mitsubishi Corp, dan Hitachi Ltd, telah mulai mengembangkan transistor di Jepang. Mereka bahkan menjalin kemitraan dengan AS sehingga bisa memanfaatkan paten tersebut sepenuhnya.

Ibuka memutar otak, produksi transistor untuk kemudian dijual lagi tidak akan mendapatkan keuntungan besar jika menilai biaya yang harus dikeluarkan untuk pembayaran paten. Namun dia sudah mendapatkan ide dan langsung menelepon Morita dari Amerika. “Ayo kita membuat radio!”

Morita terkejut mendengar ucapan tiba-tiba dari koleganya tersebut.

“Karena kita akan memproduksi transistor, mari kita jadikan transistor ini produk yang terjangkau agar dapat dibeli banyak orang. Caranya adalah dengan langsung mewujudkannya dalam sebuah produk untuk konsumen. Ayo kita membuat radio transistor sebagai awal,” ujar Ibuka penuh semangat. Morita sudah terbiasa dengan gaya Ibuka yang kadang-kadang melompat ke kesimpulan yang tidak dia sampaikan dasar-dasarnya, dia langsung menyiapkan tim dan menyampaikan bahwa Ibuka ingin memproduksi radio transistor. Seluruh insinyur di Totsuko bersemangat untuk melakukan ini. Ini sebenarnya merupakan hal yang gila. Transistor adalah temuan baru, seharusnya bisa dijual mahal sebagai landasan produksi lain, tapi Ibuka langsung menginginkan produk dengan harga terjangkau menggunakan transistor ini. Dengan melakukan ini, Totsuko akan menjadi perusahaan pertama di dunia yang mengantarkan teknologi transistor langsung ke tangan konsumen!

 

All Out untuk Transistor

via Wikipedia

Sepulangnya Ibuka ke Jepang, dia ganti meminta Iwama, karyawan seniornya untuk mempelajari transistor di Western Electronic. Iwama diterima sebagai karyawan di Western Electric dengan bantuan kolega mereka di sana. Meskipun banyak kesulitan akibat kurangnya penguasaan bahasa Inggris, Iwama berusaha keras untuk mempelajari produksi transistor. Sebagai timbal balik, Western Electronic juga memanfaatkan pengetahuan luas Iwama dalam hal produksi untuk peningkatan efisiensi produksi mereka.

Berdasarkan laporan Iwama dan paten teknologi transistor, Totsuko berupaya membuat transistor sendiri. Perjuangan paling besar mereka adalah dalam hal merancang mesin yang dibutuhkan. Pada saat itu memang belum ada satu pun perusahaan di dunia yang memproduksi semikonduktor. Jadi Totsuko harus melakukan semuanya tanpa adanya blueprint, hanya berdasarkan pengetahuan dari paten serta catatan-catatan yang dikirim oleh Iwama dari Amerika.

Bagaimana pun juga, ini merupakan langkah yang sangat berani. Totsuko sudah mengumpulkan uang senilai 100 juta yen dari penjualan tape recorder, dan kini mereka mempertaruhkan semuanya untuk sebuah produk baru. Proyek transistor ini tentu saja memakan biaya. Selain dari modal yang mereka miliki sendiri, Totsuko menggalang dana dari bank-bank di Jepang. Toshiro Sakota, kepala Departemen Akuntansi Totsuko merupakan tokoh utama dalam hal mengumpulkan dana dari banyak lembaga keuangan di Jepang. Dia berhasil meyakinkan banyak orang bahwa bisnis mereka ini akan menjadi semacam ‘jaminan di masa depan’.

Dengan dana tersebut, Totsuko membangun pabrik baru di Sendai yang secara spesifik diperuntukkan untuk produksi transistor. Ibuka dan Morita secara langsung mengawasi proses produksi transistor ini dan terus mengembangkannya sesuai dengan umpan balik tim insinyur mereka. Mereka belum berhasil membuat sebuah produk nyata karena tingkat kegagalan yang tinggi dari transistor tersebut dalam memenuhi alur kerja yang diinginkan. Mengapa Ibuka ngotot membuat radio transistor? Pada masa itu tipe radio yang ada adalah radio vakum. Bentuknya besar dan meskipun sudah ada teknologi baterai, namun itu tidak akan menjadikan radio dapat diputar dalam jangka waktu yang lama. Radio transistor dengan sirkuit listrik yang lebih canggih tentu saja memungkinkan bentuk radio yang lebih kecil dan daya pemakaian yang lebih baik. Apalagi Ibuka memiliki bayangan yang jelas tentang produk yang dituju, yaitu sebuah radio dengan komponen yang lebih kecil dan ringkas, mudah dibawa ke mana-mana, terjangkau oleh semua kalangan.

Pada bulan Januari 1955, kesabaran Totsuko meraih hasil: Mereka akhirnya berhasil memproduksi sampel radio baru menggunakan lima transistor. Penerimaan dan suara yang dihasilkan sangat memuaskan. Prototype tersebut diberi nama TR-52.

via Sony

Karena produk ini merupakan yang pertama di dunia, Morita kemudian merencanakan perjalanan ke AS dan Kanada untuk melakukan survei pasar dan pembahasan bisnis dengan kolega-kolega Totsuko di negara tersebut. Dari hasil diskusi, mereka mendapati bahwa nama perusahaan mereka: Tokyo Tsushin Kogyo atau Totsuko, sama-sama terasa aneh bagi warga Amerika. Tentu saja pelafalan ala Jepang tidak familiar untuk orang Amerika. Ibuka sendiri saat di Amerika harus merelakan namanya diucapkan sebagai “Ai-byu-ke”. Inilah yang menjadikan mereka mengambil keputusan untuk mengubah nama perusahaan. “Sony” adalah nama yang mereka pilih setelah sebuah perundingan panjang. Ini diilhami dari bahasa latin “Sonus” yang berarti suara dan “Sonic” dari bahasa Inggris yang berarti “Cepat” (Pemikiran ini tentu saja muncul karena mereka saat itu memproduksi sebuah radio yang memberikan suara bagus dan kabar dengan cepat).

Morita kemudian mendaftarkan hasil produksi mereka untuk dijual di Amerika dengan nama produk: Sony.


Sony kemudian terus berkembang mencatatkan kesuksesan demi kesuksesan dengan mendasarkan bisnisnya pada satu ciptaan dasar: transistor. Ikuti raihan Sony dalam episode Kisah Silicon Valley #71 – Sony Merajut Kesuksesan

 

Referensi

Hayashi, Nobuyuki. 2014. The tales of Steve Jobs & Japan: Casual friendship with SonyNobi.

Kahney, Leander. 2010. Steve Jobs’ Sony Envy [Sculley Interview]CultofMac.

Sony Corporate Info. Sony.

Kiki Sidharta

Penulis Winpoin yang paling sering minta dimaklumi kalau lagi lama nggak nulis | Dengan senang hati menjawab pertanyaan seputar Windows Phone lewat akun Twitter @kikisidharta

Post navigation