Kisah Silicon Valley #86 – Hari-Hari sebagai Karyawan Microsoft

Satya Nadella: "Microsoft Masih akan Tetap Membuat Smartphone"

“Saat kita mencapai kesuksesan, dengan sukses itu, akan muncul juga ‘keangkuhan klasik’ yang menjadikan kita seolah-olah yakin bahwa kita mengetahui semuanya,” ujar Nadella dalam sebuah wawancara. “Oleh karena itu saya selalu mengingatkan orang-orang, ayo kita kikis hal itu.” Demikian tanggapan Nadella saat wartawan menanyakan apakah memang Nadella tahu sejak awal bahwa dengan pilihan Nadella tersebut Microsoft akan mencapai kesuksesan seperti ini. Nadella menyatakan bahwa dia selalu suka mempelajari sesuatu yang baru dan terbuka dengan pendapat orang-orang. Itu adalah salah satu alasan mengapa akhir-akhir ini orang menyebut bahwa Microsoft ‘mendengarkan konsumen’.

 

Menapakkan kaki di Microsoft

Nadella menceritakan bahwa pertama kali dia menjejakkan kaki di kampus Microsoft pada tahun 1992. Pada saat itu saham Microsoft sedang menanjak. Meskipun demikian Bill Gates dan Paul Allen masih hidup sederhana dan membaur dengan masyarakat. Jarang ada orang yang mengenali saat kedua orang ini berjalan-jalan di kota. Windows 3.1 sedang naik daun saat itu dan Microsoft sedang menyiapkan Windows 95. Ini adalah masa persaingan ketat teknologi elektronik baru. Sony memperkenalkan CD-ROM dan world wide web baru pertama kali diluncurkan. Internet sedang diminati. Penjualan PC meningkat dahsyat. Masa perubahan teknologi ini kelak akan menjadi landasan bagi perkembangan teknologi di masa mendatang.

Nadella masih menempuh pendidikan pascasarjana, namun mendapatkan kesempatan untuk bekerja selama musim panas di Microsoft sebagai staf support untuk Windows NT. Sebelumnya, Nadella memperoleh kesempatan magang di Sun Microsystems (Perusahaan ini sebenarnya adalah sebuah startup populer, namun diakuisisi Microsoft sebelum sempat berkembang). Windows NT adalah sistem operasi 32-bit yang dirancang untuk memperluas program konsumen ke dalam sistem bisnis. Bakatnya selama bekerja di Sun dipantau oleh Microsoft, dan akhirnya para eksekutif Microsoft menginginkan agar anak muda ini bergabung ke Redmond. Saat itu Microsoft memerlukan orang yang memahami UNIX dan operating system 32-bit. Nadella adalah salah satu talenta yang mereka incar. Di hari pertama magang di Microsoft, Nadella menceritakan bahwa Steve Ballmer mampir ke ruangannya. Ballmer mengucapkan selamat karena keluar dari Sun dan bergabung ke Microsoft (yang disebutnya sebagai ‘naik level’). Nadella mengaku bahwa percakapannya dengan Steve Ballmer sangat menyenangkan dan menginspirasinya untuk melakukan yang terbaik. Ballmer adalah orang yang menjadikan Nadella merasa diterima dan ingin ‘mengabdikan diri’ bagi Microsoft. Dan memang, magang musim panas itu kemudian berlanjut. Nadella didukung penuh oleh Microsoft untuk menyelesaikan kuliahnya, lalu disambut untuk bekerja sebagai karyawan tetap di Microsoft setelah lulus.

 

Menikah dengan Anupama Priyadarshini

via Marathi

Nadella seakan berada di puncak kehidupan. Semua berjalan seperti yang direncanakan. Pendidikan pascasarjana segera selesai, dan dia sudah terjamin untuk diterima di Microsoft. Namun hatinya sama sekali tidak tenang. Sumbernya hanya satu: Anupama Priyadarshini. Nadella telah mengenal gadis ini nyaris seumur hidup. Ayah Anupama adalah sahabat ayahnya di IAS. Mereka berdua memiliki kegemaran yang sama: kriket. Bahkan Anupama dalam hal ini lebih baik dari Nadella. Jika Nadella hanya seorang fans yang hobi menonton pertandingan kriket, Anupama adalah pemain utama di SMA dan kampusnya, bahkan menjadi kapten tim putri untuk tim kriket tersebut.

Ketika pindah ke Amerika Serikat untuk kuliah, Nadella merasa kehilangan Anupama. Ketika sempat pulang ke India di sela kuliahnya, dia banyak menghabiskan waktu dengan Anupama. Gadis itu sedang menempuh kuliah jurusan arsitektur di Manipal. Nadella merasa bahwa Anupama adalah pasangan hidupnya. Mereka memiliki nilai-nilai yang sama, memiliki pandangan yang sama, serta juga memimpikan masa depan yang sama. Lebih dari itu, kedua keluarga mereka adalah sahabat seumur hidup. Tidak ada resistensi sama sekali ketika Satya mengungkapkan pada keluarganya bahwa dia ingin mempersunting Anupama.

Momen lamaran pun diceritakan oleh Nadella berlangsung cukup romantis. Mereka berjalan-jalan ke Pandara Road, menonton pertunjukan sandiwara panggung di National Institute of Drama, kemudian mampir membeli buku di Khan Market. Senja itu, Oktober 1992 yang cukup cerah di bawah langit penuh bintang di New Delhi, Satya dan Anupama berjalan melintasi Lodi Gardens yang penuh pohon-pohon lebat. Saat itu Nadella langsung berlutut dan melamar gadis yang menjadi pujaan hatinya ini. Anupama menerima lamaran Nadella dengan bahagia. Dua bulan kemudian, Desember 1992, kedua insan ini menikah!

 

Berjuang di imigrasi

via Brahmins

Karena sudah terikat kontrak dengan Microsoft, Satya langsung bekerja sebagai karyawan tetap di Redmond pada tahun 1993. Anupama masih menyelesaikan kuliahnya di jurusan arsitektur, namun mempersiapkan visa untuk menyusul Satya Nadella di AS. Ternyata tidak semudah itu. Karena sudah bekerja di Microsoft, Satya Nadella memiliki green card dan menjadi penduduk tetap AS. Namun tidak demikian dengan Anupama yang statusnya masih warga India. Ayah Anupama yang cukup terpandang di Delhi tidak terima atas keputusan ini. Dia berjuang untuk membantu anaknya agar bisa tinggal di AS mengikuti Satya. Tarik ulur dengan Konsulat Jenderal AS yang makan waktu berminggu-minggu itu akhirnya menghasilkan sebuah visa turis jangka pendek untuk Anupama. Meskipun demikian, setelah kembali ke India nanti, maka hal ini akan terulang. Anupama masuk ke daftar tunggu visa bagi pasangan penduduk tetap AS.

Pengacara imigrasi Microsoft mengungkapkan kepada Satya bahwa beradasarkan peraturan yang ada, akan butuh lima tahun atau lebih agar Anupama bisa masuk ke Amerika. Satya Nadella merasa putus asa karena tidak bisa bersatu dengan istrinya. Dia bahkan sempat mengeluh kepada Ballmer bahwa dia ingin keluar dari Microsoft untuk kembali saja ke New Delhi karena baginya keluarga adalah yang utama. Namun, Ira Rubenstein, salah satu pengacara Microsoft, menemukan celah pada peraturan keimigrasian. “Anda mungkin bisa menyerahkan green card, lalu masuk kembali ke AS menggunakan H1B,” ujar Ira.

Untuk diketahui, visa H-1B Amerika Serikat adalah visa non-imigran yang mengizinkan perusahaan-perusahaan AS untuk mempekerjakan karyawan lulusan perguruan tinggi yang memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu, seperti IT, keuangan, akuntansi, arsitektur, teknik, matematika, sains, dsb. Pekerjaan tingkat profesional dalam bentuk apa pun yang mengharuskan seseorang memiliki gelar sarjana atau di tingkatan yang lebih tinggi, boleh tinggal di AS dengan visa H1B untuk pekerjaan khusus.

Nadella awalnya menolak opsi ini. Mendapatkan green card sebagai penduduk tetap AS memiliki jalan panjang yang berliku. Mengapa dia harus menyerahkannya dan menggantinya dengan izin tinggal sementara (hanya selama bekerja di AS)? Ternyata ada satu kelebihan H1B ini dibandingkan dengan kartu hijau: Yaitu boleh mengajak pasangan untuk tinggal dan masuk di AS.

Nadella menyetujui opsi itu. Juni 1994, Satya menghadap Kedutaan AS di Delhi untuk mengembalikan green card miliknya. Pegawai Kedutaan jelas syok karena sangat sulit untuk mendapatkan green card ini, apalagi untuk negara berkembang seperti India. “Kenapa Anda melakukan ini?” tanya sang pegawai dengan heran. Satya menjelaskan rumitnya kebijakan imigrasi AS dan masuk dengan visa H1B adalah satu-satunya cara untuk mengajak istrinya. Sang pegawai geleng-geleng kepala dan memberikan formulir H1B untuk Satya. Proses pengajuan kali ini berjalan dengan lancar. Anupama kini tinggal bersama Satya di Seattle.

Efek samping peristiwa itu, Satya tiba-tiba menjadi karyawan populer di Microsoft. “Itu orang yang mengembalikan green card.” Demikian bisik-bisik orang. Satya hanya tertawa dan menikmati popularitas tersebut. Tapi pada akhirnya, popularitas itu juga yang kemudian perlahan-lahan menjadikan Satya sebagai sosok yang diterima oleh semua lapisan karyawan di Microsoft. Semua orang yang berbicara dengannya terkesan oleh visi dan kemampuannya dalam bekerja. Ini menuntun Satya ke fase-fase selanjutnya.


Selanjutnya Satya Nadella akan dipercaya untuk menangani sebuah tugas yang mahaberat: Membesarkan Cloud Computing. Ballmer menunjuknya langsung untuk hal tersebut. Ikuti kisahnya di Kisah Silicon Valley #87 – Mengembangkan Cloud Computing Microsoft.

 

Referensi

Konrad, Alex. (2018). Exclusive CEO Interview: Satya Nadella Reveals How Microsoft Got Its Groove Back. Forbes.

Nadella, Shaw, and Nichols. (2017). Hit Refresh: The Quest to Rediscover Microsoft’s Soul and Imagine a Better Future for Everyone. 

Kiki Sidharta

Penulis Winpoin yang paling sering minta dimaklumi kalau lagi lama nggak nulis | Dengan senang hati menjawab pertanyaan seputar Windows Phone lewat akun Twitter @kikisidharta

Post navigation