Kisah Silicon Valley #94 – Wisata Antariksa

Kegilaan kerja Elon memang diimbangi oleh staminanya yang sekuat badak dan fokus yang benar-benar terpusat untuk meraih tujuannya. Karena itu, adalah hal yang sangat langka ketika Desember 2000, dia mengambil cuti dari X.com untuk berlibur ke Brasil dan Afrika Selatan, tanah kelahirannya. Saat di Afrika, Elon terkena falciparum malaria, salah satu tipe malaria paling berbahaya dan mematikan! Saat kembali ke California di Januari 2001, Elon mulai sakit dan hanya bisa berbaring di ranjang. Kondisi ini diperparah oleh kesalahan diagnosa oleh dokter dan perawatan yang dilakukan justru menjadikannya hampir mati. Elon dilarikan ke ICU dan dirawat selama sepuluh hari yang mana kondisinya nyaris koma. Justine, istrinya, sangat terkejut oleh kondisi ini, “Rasanya sangat aneh melihat dia terbaring seperti ini, saya merasa seperti mengunjungi dunia alternatif dengan Elon Musk yang lain. Dia memiliki tubuh seperti tank dengan tingkat stamina dan kemampuan menahan stres yang belum pernah saya lihat dalam diri orang lain.”

Elon sendiri berkomentar, “Pelajaran yang saya ambil: Liburan akan membunuhmu. Jadi jangan berlibur.”

 

Impian Menuju Luar Angkasa

Pada bulan Juni 2001, Elon Musk berulang tahun yang ketigapuluh. Dengan bercanda, dia mengatakan, “Dengan begini saya tidak bisa lagi dipanggil anak ajaib.”

Namun dalam hati, Elon nampaknya benar-benar telah berhitung dengan usianya. Kesuksesan PayPal memberikannya kemapanan finansial, namun bukan itu yang dia cari. Keinginan untuk mengejar mimpi-mimpi masa kecilnya sebagai petualang luar angkasa mulai hadir kembali, dan Palo Alto dirasanya bukan tempat yang tepat untuk mewujudkan ini. Musk mulai mempelajari buku-buku petunjuk roket sungguhan dari Rusia yang dibelinya di eBay. Kevin Hartz, salah seorang investor awal PayPal mengungkap bahwa Elon akan duduk berjam-jam di Hard Rock Cafe dengan setumpuk buku. “Dia belajar keras dan berdiskusi dengan banyak orang mengenai perjalanan luar angkasa dan mimpi untuk mengubah dunia.”

Elon Musk membawa keluarga kecilnya pindah ke Los Angeles. Kota ini memberinya akses yang lebih baik terhadap industri pesawat dan luar angkasa. Lockheed Aircraft Company, NASA, Boeing, dan beberapa perusahaan besar lain berlokasi di Los Angeles. Elon Musk menginginkan dirinya dikelilingi sumber daya dan para pemikir aeronautika. Dia sangat royal untuk mendapatkan ini. Mars Society, sekelompok ilmuwan yang hobi berdiskusi tentang kemungkinan untuk tinggal di Planet Mars, pernah menggalang dana dengan mengadakan acara makan malam, dengan ‘membayar makanan’ sebesar USD 500 per orang. Elon Musk hadir dan menyerahkan cek senilai USD 5000 untuk bisa bergabung! Robert Zubrin, orang pertama dari perkumpulan itu yang dihubungi Elon Musk menceritakan kisah tersebut sambil geleng-geleng kepala. “Uang yang dia berikan menjadikan semua anggota memperhatikan dia. Tapi dia sendiri bukan orang yang suka bicara. Dia justru antusias mendengarkan kami berdiskusi tentang aeronautika. Elon bahkan meminta kami untuk memberi tahu dia proyek yang sedang kami kerjakan agar dia dapat mendukungnya.”

Saat makan malam itu berlangsung, Zubrin menempatkan Elon pada meja VIP di sebelahnya, sutradara yang juga penggemar angkasa luar, James Cameron, dan ilmuwan NASA, Carol Stoker. “Elon kelihatan sangat muda dan keingintahuan yang terpancar darinya menjadikannya kelihatan seperti bocah laki-laki yang bersemangat dengan mainannya.” ujar Stoker.

Seringnya berdiskusi dengan para ilmuwan spesialis luar angkasa menjadikan Elon Musk malah semakin khawatir akan perkembangan dunia. Dia khawatir bahwa dunia akan segera kehabisan energi dan permasalahan penduduk di bumi ini akan menjadi krusial dalam waktu dekat. Dia rutin bertanya kepada para petinggi NASA mengenai rencana detail untuk menjelajahi Mars. Kemudian Elon kecewa karena kelihatannya lembaga-lembaga terkait luar angkasa, termasuk NASA, sepertinya belum punya agenda yang mendetail dan serius untuk menjelajahi Mars dan menyelidikinya sebagai kemungkinan tempat tinggal.

Michael Griffin (paling kiri) bersama Elon Musk dan rekan-rekan ilmuwan antariksa

Salah seorang petinggi NASA, Michael Griffin, sangat takjub karena ada orang kaya seperti Elon Musk yang memiliki ketertarikan terhadap penjelajahan antariksa dan menapaki kemungkinan untuk membangun koloni di Mars. Mereka berdua kemudian sering berdiskusi dan ini menjadikan mereka berdua menyepakati sebuah proyek. Dalam proyek bernama ‘Mars Oasis’ ini, Elon menyepakati untuk membeli roket dan membantu mengirimkan robot peneliti ke Mars. Sekelompok peneliti juga siap untuk memeriksa kemungkinan bercocok tanam di planet Mars. Elon Musk sangat serius dalam hal ini dan rajin berkoordinasi dengan Griffin untuk mewujudkannya.

Permasalahan utama dalam hal ini adalah anggaran. Elon Musk siap untuk menghabiskan sekitar 20-30 juta dolar untuk proyek ini. Namun, meskipun jumlah tersebut sangat besar, penjelajahan antariksa memerlukan jumlah yang lebih besar lagi. Griffin memperkirakan diperlukan sekitar 200 juta dolar untuk bisa melakukan hal ini dengan benar. Meskipun demikian, Elon tidak menyerah. Dia menyusun tim konsultan guna membantunya untuk mewujudkan rencana penjelajahan antariksa ini. Salah satu alternatif yang dijajakinya kemudian adalah bekerja sama dengan Rusia. Bagaimanapun juga perlu diakui bahwa Rusia memiliki cara yang lebih efisien dalam meluncurkan roket. Menggunakan anggaran yang ketat, mereka mampu mengirim banyak roket ke ruang angkasa. Pada akhir Oktober 2001, Elon Musk, Cantrell, dan Adeo Rossi, pergi ke Moskow untuk berdiskusi dengan perwakilan Rusia. “Apa yang dilakukan Elon ini gila,” ujar Adeo Rossi. “Apa ini sebuah aktivitas filantropi? Menurut saya tidak! Ini murni kegilaan!”

 

Berdirinya SpaceX

via GettyImages

Elon Musk mendapatkan dukungan dari perusahaan seperti NPO Lavochking, sebuah perusahaan yang juga memiliki cita-cita untuk bisa meluncurkan roket ke Mars dan Venus. Dengan dukungan banyak pihak, dan diskusi-diskusi yang berkelanjutan mengenai upaya pengiriman roket, Elon kemudian melangkah ke tahap selanjutnya. Dia mendirikan sebuah perusahaan yang kemudian membeli roket bekas untuk dapat dipugar ulang dan diluncurkan kembali ke luar angkasa. Pada bulan Juni 2002, Space Exploration Technologies berdiri dengan kantor dan pabrik kerja yang sangat sederhana, sebuah gudang tua di 1310 East Grand Avenue di El Segundo, wilayah ‘pedesaan’ di Los Angeles. Perusahaan ini kemudian populer dengan sebutan SpaceX!

Lahan 6968 meter persegi tersebut nampak kosong dan kumuh. Satu-satunya ‘barang bersinar’ yang mondar-mandir di tempat itu adalah McLaren perak milik Musk yang pulang pergi ke lokasi tersebut setiap hari. Namun mengumpulkan dana dan meyakinkan investor memang merupakan keahlian Elon. Tak berapa lama dia sudah mendapatkan beberapa investor yang menjadikannya mampu merenovasi gudang tua tersebut menjadi sebuah kantor dan ‘bengkel’ pesawat antariksa yang layak. Sebagai awal, Elon merekrut belasan karyawan baru. Elon membakar semangat para karyawan dengan mengatakan bahwa misi mereka adalah melakukan bisnis komponen roket secara lebih efektif dan efisien sehingga bisa unggul dari kontraktor pesawat antariksa lainnya. Elon Musk bercita-cita untuk me-reset sistem penjelajahan angkasa yang dilakukan NASA. SpaceX harus dapat melakukan ini lebih baik dari perusahaan mana pun! Diskusinya dengan perusahaan-perusahaan antariksa Rusia menjadikan Elon memiliki visi dan wawasan pasti tentang bagaimana membangun bisnis roket secara efektif. Dia menghindari kesalahan perusahaan-perusahaan Amerika yang banyak melibatkan kontraktor komponen pesawat, yang ujung-ujungnya menjadikan biaya sangat mahal karena harus membayar komisi makelar. Belum lagi perusahaan berjalan dengan stabil, Elon sudah mengumumkan kepada pers bahwa roket pertama yang sedang dikerjakan oleh SpaceX akan diberi nama Falcon 1 dan roket ini dijanjikan akan dapat membawa  peralatan peneliti senilai USD 6,9 juta ke luar angkasa.

Antusiasme Elon menjadikan militer AS tertarik dan bahkan ikut serta menanamkan dana. Mereka bahkan bersedia membeli roket dari SpaceX jika misalnya sudah berhasil dibuat dan benar-benar bisa terbang. Militer beranggapan kontrak dengan SpaceX akan memberikan mereka ‘kemampuan yang lebih agresif’ dalam menanggapi ancaman terhadap AS. Akan sangat membantu jika ada alternatif pesawat dan roket selain dari pabrikan mereka sendiri dan tentu saja NASA. Pete Worden, seorang pensiunan angkatan udara yang ikut serta menyumbangkan saran terkait kebijakan strategis militer di AS, mengungkapkan “Saya tahu banyak orang sering mengaku membuat pedang laser di garasi mereka. Namun ketika saya bertemu Elon, saya sangat kagum. Dia sangat paham seluk beluk roket, dan antusiasmenya untuk mencapai tujuan tersebut sangat menakjubkan. Ini bukan impian kosong, tapi sebuah visi yang jelas bisa dicapai!”

Efektivitas kerja SpaceX memang menakjubkan. Elon mempelajari berbagai kegagalan peluncuran yang dilakukan oleh NASA, dan dalam skala global: AS dan Rusia. Dalam rentang 1957 hingga 1966, lebih dari 400 roket AS gagal terbang dan meledak di landasan. Elon berhasil mengalkulasikan faktor-faktor penyebab kegagalan tersebut, sehingga mereka hanya butuh 3-4 roket yang ‘terpaksa meledak’ sebelum akhirnya menyatakan bahwa Falcon 1 siap untuk diluncurkan!

Kabar gembira lainnya, Juli 2002, Musk menuntaskan pembelian PayPal oleh eBay senilai USD 1,5 miliar. Deal ini menjadikan Elon memiliki tambahan dana lebih dari USD 100 juta, yang mana tentu saja memastikan bahwa Falcon 1 semakin siap untuk diluncurkan.

Namun awan gelap memayungi kehidupan keluarga Elon dan Justine. Putra mereka, Nevada Alexander Musk, yang baru berusia 10 minggu, meninggal dalam gendongan orangtuanya. Dokter mengungkap bahwa ini merupakan insiden kematian mendadak bayi yang sudah umum terjadi. Nevada sempat didukung alat penyokong hidup selama tiga hari, sebelum akhirnya Elon dan Justine sepakat bahwa mereka ‘merelakan’ Nevada dengan mencabut alat dukungan tersebut. Elon menolak untuk membicarakan Nevada setiap kali ada jumpa pers. Dia hanya bersedia untuk mengungkapkan proyek-proyeknya, terutama SpaceX yang sedang bersiap meluncurkan Falcon 1. “Dia jenis orang yang terus bergerak ke depan,” ujar Justine dalam sebuah wawancara di Esquire. “Mungkin ini semacam insting yang menjadikannya terus bertahan hidup. Dia melupakan kegelapan dan kepahitan yang dialami dan terus melangkah maju.”


Kisah Silicon Valley selanjutnya akan mengungkap kesuksesan SpaceX meluncurkan Falcon 1, dan seakan dahaganya belum terpuaskan, Elon beralih ke bisnis selanjutnya yang terkait dengan daya dan listrik!

 

 

 

 

Referensi

Loudenback, Tanza. (2018). Elon Musk is worth about $23 billion and has never taken a paycheck from Tesla — here’s how the notorious workaholic and father of 5 makes and spends his fortune. Business Insider.

Vance, Ashlee. (2017). Elon Musk, Tesla, SpaceX and the Quest for a Fantastic Future

Weinberger, Matt. (2017). The incredible story of Elon Musk, from getting bullied in school to the most interesting man in tech. Business Insider

Kiki Sidharta

Penulis Winpoin yang paling sering minta dimaklumi kalau lagi lama nggak nulis | Dengan senang hati menjawab pertanyaan seputar Windows Phone lewat akun Twitter @kikisidharta

Post navigation