Steve Jobs menggebrak meja di depannya. Tomalsky yang saat itu baru berusia 20 tahun, lulusan terbaik dari University of Southern California mengkeret di ujung seberang meja. “Sampah apa yang kau bawa ke depanku ini?! Ini tidak ajaib sama sekali! Kembali ke sini jika sudah ‘ajaib’!”
Tomalsky mengangguk ketakutan, lalu buru-buru meninggalkan ruang kerja CEO Apple tersebut. Saat itu Apple sedang berupaya mengembangkan Safari Mobile sebagai salah satu bagian Internet Communicator yang digagas Steve Jobs untuk perangkat baru Apple, iPhone. Tomalsky dan kelima orang rekannya merupakan tim khusus yang didapuk mengembangkan browser seluler dengan ketentuan spesifik seperti keinginan Jobs. Masalahnya: Keinginan Jobs itu berubah-ubah dan seringnya tidak realistis. Entah bagaimana, tim itu akhirnya bertahan dan memenuhi keinginan Jobs, lalu merilis iPhone dengan penuh gaya dan kegemparan. Keberhasilan tim pengembang aplikasi ini disaksikan dengan mata berbinar oleh para pengembang lainnya. Mereka adalah teladan! Mereka adalah para perintis dan menimbulkan harapan baru!
Upaya Apple Merangkul Komunitas Developer
Developer melihat adanya peluang besar setelah rilis iPhone. Gagasan untuk menggunakan aplikasi terpisah yang dapat diintegrasikan dalam perangkat ponsel, kemudian menjualnya kepada pengguna merupakan solusi bagi developer yang kesulitan ‘menjual’ kemampuannya ke perusahaan besar. Para pengembang ini berbondong-bondong mencari Software Development Kit dan Application Programming Interface yang memungkinkan mereka dapat mengembangkan aplikasi untuk iPhone. Solusi ini lebih menarik daripada yang ditawarkan oleh BlackBerry ataupun Nokia yang dalam pengembangan programnya jarang melibatkan pihak ketiga, melainkan harus masuk ke ekosistem perusahaan tersebut, yang tentu saja persaingannya sangat ketat.
Pada ajang Worldwide Developers Conference Apple di San Francisco, Steve Jobs di panggung mengumumkan: “Kami tengah berupaya mencari solusi supaya bisa mengembangkan kapabilitas iPhone sehingga para pengembang bisa menulis banyak aplikasi untuk ponsel ini, namun tetap menjaga keamanan iPhone. Dan kami telah menemukan solusi yang sangat bagus. Izinkan saya mengatakannya kepada Anda. Cara baru yang inovatif untuk membuat aplikasi bagi ponsel.. Itu semua didasarkan pada kenyataan bahwa kita memiliki mesin Safari lengkap dalam iPhone.” Jobs berhenti sesaat dan para pengembang yang hadir menunggu dengan harap-harap cemas.
“Anda dapat menulis aplikasi Web 2.0 dan AJAX yang andal dan terlihat serta beroperasi persis seperti aplikasi pada iPhone, dan aplikasi ini dapat terintegrasi secara sempurna dengan layanan iPhone. Bisa digunakan untuk menelepon, memeriksa email, mencari lokasi pada (Google) Maps… Jangan khawatir tentang distribusinya, masukkan saja ke server internet. Aplikasi tersebut mudah diperbarui; tinggal perbarui langsung di server Anda.”
Pengumuman Jobs itu tidak disangka oleh para pengembang. Ini berarti bahwa para Apple telah memiliki pengembang tersendiri yang sudah menulis aplikasi untuk Apple. Ini berbeda dengan yang diharapkan pengembang dari pengumuman sebelumnya. Kata kuncinya adalah ‘web 2.0’ dan ‘mesin Safari lengkap’. Ini berarti bahwa Apple hanya mengharapkan pengembang menulis aplikasi berbasis web (web app) yang nantinya akan diakses iPhone melalui Safari engine. Bukan ini yang diharapkan oleh para pengembang. Mereka ingin aplikasi pihak ketiga yang independen.
Setelah pengumuman tersebut, internet pecah oleh kritik dari kalangan developer kepada Apple. Mereka menganggap bahwa Apple sedang berupaya membodohi developer. Jobs meminta mereka bersabar karena dia sedang memikirkan cara agar pihak ketiga dapat mengembangkan aplikasi di iPhone, namun tetap menjaga iPhone agar terlindungi dari virus dan malware, tidak seperti Windows yang saat itu populer sebagai target serangan software pengganggu.
Semua Serba Gratis!
Ketika Apple tengah mencari konsep yang pas soal aplikasi, Google sepertinya telah selangkah di depan saat mereka merilis Open Handset Alliance – Sebuah konsep open source yang memungkinkan pengembang dapat menulis aplikasi untuk OS ponsel milik Google. Hal yang menarik bagi pengembang: Ini gratis! Selain SDK Kit dan API yang gratis, Google juga tengah mengembangkan OS ponsel yang gratis. Konsep ini didukung oleh 34 perusahaan, di antaranya adalah HTC, Motorola, T-Mobile, dan Qualcomm. Page dan Brin berkali-kali menekankan bahwa mereka tidak membuat ponsel, melainkan platform ponsel. Metode ini dimaksudkan untuk diterapkan dalam OS ponsel Google yang nantinya akan menjadi perpanjangan mesin pencarian Google – Tentu saja ini akan mengukuhkan dominasi Google dalam mesin pencari.
Saat diwawancarai tentang konsep OHA dari Google, Ballmer terlihat tidak tertarik, “Yah, teorinya sih gampang. Untuk sementara ini hanya kata-kata di atas kertas. Untuk mewujudkan hal tersebut tentu akan sulit.”
Saat ditanya mengenai Windows Mobile, Ballmer tentu saja sumringah, “Windows Mobile saat ini tersedia dalam lebih dari 150 ponsel yang berbeda, tersedia lebih dari 100 operator berbeda di seluruh dunia. Kami mungkin akan melisensikan sekitar 20 juta perangkat Windows Mobile tahun 2007 ini – hal itu sangat dramatis, setidaknya di antara sistem smartphone – sehingga kita memiliki momentum yang sangat tepat. Saat Google masih mengadakan siaran pers tentang konsep aplikasi, kami sudah memiliki jutaan konsumen, perangkat lunak andal, banyak hardware… dan semuanya diterima dengan sangat baik di kalangan konsumen!”
Fakta saat Ballmer menyatakan hal tersebut, memang lisensi Windows Mobile tengah berkembang pesat. Selama tahun fiskal 2007, Microsoft telah menjual 11 juta lisensi, hampir dua kali lipat dari tahun fiskal sebelumnya yang mencapai 5,95 juta. Tentu saja saat itu Nokia dan Symbian miliknya merupakan raja di pasar, namun Windows Mobile sudah memiliki konsep matang tentang developer pihak ketiga yang mengembangkan aplikasi untuk OS milik Microsoft tersebut. Microsoft makin percaya diri dan menaikkan angka penjualan lisensi. Mereka eksklusif dan mendatangkan keuntungan! Namun Microsoft tidak melihat bahwa pelan-pelan ini menyulitkan pihak developer.
Saat inilah Google dan Android datang menikung! Tidak ada biaya lisensi, tidak ada sertifikasi jumlah ponsel yang dibuat, tidak ada biaya untuk mengembangkan aplikasi! Sistemnya juga open source yang memungkinkan setiap kalangan, mulai dari perusahaan besar hingga anak sekolah yang baru mempelajari koding dapat mulai membuat aplikasi untuk OS ponsel Google ini. Dahsyat!
Apalagi, reliabilitas Windows Mobile masih menjadi pertanyaan banyak pengguna. Jangankan pengguna biasa. Mary Jo Foley, wartawan senior yang merupakan reporter khusus untuk berita-berita seputar Microsoft selama bertahun-tahun, menyatakan, “Saya sendiri belum memakai Windows Mobile. Setiap kali saya berkata kepada teman-teman bahwa saya akan memakai Windows Mobile, mereka selalu mencegah saya: jangan.. jangan pakai Windows Mobile… Produk itu tidak berfungsi dengan baik. Ada jutaan Windows Mobile yang diretur, dan produk itu terlalu rumit..” Apa ponsel yang digunakan Windows Mobile pada waktu itu? Sebuah feature phone merek LG!
Knook Mundur dari Windows Mobile
Setelah MWC 2008, Ballmer meminta Knook untuk berbicara empat mata dengannya. Windows Mobile tengah mencapai puncak kejayaannya, dan Knook mengira Ballmer ingin memberinya ucapan selamat.
“Pieter, Anda sudah berhasil mengembangkan Windows Mobile dari nol.” Ballmer tersenyum.
“Terima kasih Steve.”
“Sekarang waktunya bagi Anda untuk melakukan tantangan lain. Bergabunglah dengan bisnis Windows atau bisnis Service. Kami sangat memerlukan bakat Anda.”
Pieter Knook nyaris tersedak. Dia kemudian tercenung. Ini memang sebuah kenaikan pangkat. Knook telah mengembangkan bisnis mobile sejak awal pemanggilannya dari divisi Microsoft Jepang. Namun passion-nya adalah di divisi mobile.
Di sisi lain dia menyadari, Ballmer tidak suka dibantah. Mau tak mau akhirnya Knook pindah ke divisi yang tidak dia sukai. Setelah beberapa bulan ‘melaksanakan tugasnya’, Knook akhirnya pamit dari Microsoft. Dia bergabung dengan Vodafone, salah satu perusahaan ponsel terbesar di dunia!
Solusi iOS dan Android
Solusi itu akhirnya hadir. Apple meluncurkan SDK untuk iPhone yang menimbulkan kehebohan di kalangan developer. Rumor berhembus bahwa Apple akan mendistribusikan aplikasi yang dibuat oleh pihak ketiga melalui iTunes dan mengambil keuntungan sebesar 30 persen dari harga jual. Tentu saja ini jumlah yang cukup besar, namun solusi yang lebih baik dibandingkan sebuah webapp terbatas. Para pengembang sangat benci jika harus mengembangkan aplikasi berbasis web app.
Manfaat besar App Store milik Apple adalah visibilitas terpusat. Apple Store adalah tempat mencari aplikasi dan setiap orang mendaftar untuk membeli aplikasi secara Over The Air (OTA). Masalahnya kini hanya tinggal keterbatasan kemampuan iPhone dalam mengolah aplikasi. RAM dan CPU iPhone tentu saja sangat terbatas untuk menjalankan sebuah software. Saat itu iPhone hanya memiliki 128 MB RAM dan tidak memiliki virtual memory. Performa CPU dan baterai akan berkurang ketika aplikasi yang berjalan di background melakukan sesuatu. Para insinyur di Apple berupaya keras untuk menjadikan iOS mampu menyederhanakan prosedur ini, sementara para pengembang juga terus berupaya menyederhanakan kode di sistem Apple.
Android juga berhasil menarik minat banyak pengembang melalui kucuran dana sebesar USD 10 juta untuk mendanai gagasan-gagasan para pengembang. Apalagi, jangan lupa yang utama: Semua serba gratis! Pada tahun 2008, Android memiliki hampir 2.000 aplikasi. Kesemuanya menggunakan konektivitas Android dan cloud computation. Walaupun belum ada ponsel yang menggunakan Android di pasaran, jumlah aplikasinya sudah separuh dari milik Windows Mobile dan BlackBerry. Ini sebuah prestasi yang luar biasa!
Aplikasi untuk iPhone juga mulai bermunculan pada Juli 2008. Super Monkey Ball adalah game pertama yang laris di iPhone. Terunduh sebanyak 11.000 kali dalam hari pertamanya – mencetak angka penjualan sebesar USD 110.000. Sega yang membuat aplikasi tersebut Ini menjadikan para pengembang ingin ‘mengulang’ prestasi tersebut. Meskipun Apple mulai cerewet dalam seleksi aplikasi, dalam artian mereka mulai menolak aplikasi tertentu dengan berbagai alasan aneh ini dan itu, namun selama itu mendatangkan uang, tentu saja tidak banyak yang ingin protes.
Sejak 2008 ini juga, iPhone mulai dengan cepat menghasilkan profit share yang cukup besar. Penempatan posisi iPhone sebagai ‘perangkat kelas atas’ juga membantu meminimalisasi persaingan. Tidak banyak orang yang bersedia membayar USD 600 untuk sebuah ponsel, kecuali itu perangkat Apple dengan kekuatan citranya. Pada akhir 2007, Sony Ericsson yang berposisi sama, yaitu ponsel kelas atas, mulai ditinggalkan oleh pengguna, sementara iPhone semakin laris terjual. Steve Jobs tersenyum saat membaca laporan keuangan akhir tahun 2008.
Persaingan di dunia ponsel semakin ketat. Pangsa pasar smartphone mengerucut pada lima OS: iOS, Android, Blackberry, Windows Mobile, dan Symbian. Ikuti Kisah Silicon Valley selanjutnya: Perang Smartphone – Perang Dominasi Pasar Smartphone.
Referensi
Arthur, Charles. (2013). Digital Wars Apple, Google, Microsoft, dan Pertempuran Meraih Kekuasaan atas Internet. PT. Elex Media Komputindo
Cunningham, Andrew. (2014). Mobile Safari developer talks about crafting Apples first iPhone apps [Updated]. Ars Technica.